
Alauddin Mahmudsyah II adalah merupakan Sultan Aceh terakhir yang memerintah sebelum invasi kolonial. Ia menolak pengakuan terhadap kedaulatan kerajaan Belanda atas Kesultanan Aceh setelah perjanjian Sumatra (Traktat Sumatera) antara Belanda dan Inggris. Atas penolakan tersebut, Kerajaan Belanda akhirnya menyatakan Perang terhadap Kesultanan Aceh pada tanggal 26 Maret 1873.
SULTAN ALAIDDIN MAHMUDSYAH II, SULTAN ACEH MERDEKA TERAKHIR
Sultan Alaiddin Mahmudsyah II adalah putera dari Sultan Sulaiman Ali Iskandarsyah bin Sultan Alaiddin Muhammad Daudsyah I. Dilahirkan sekitar tahun 1855 Masehi (1272 H). Ketika pamannya Sultan Alaiddin Ibrahim Mansyursyah (1841-1870 M) mangkat, atas permusyawaratan pembesar kerajaan Aceh, dengan suara bulat, diangkatlah Tuanku Mahmud (demikian nama kecilnya) menjadi Sultan Aceh di usia 15 tahun, untuk sementara jabatan beliau ditunjuk wali adalah Habib Abdurrahman Az-Zahir, Mangkubumi Kerajaan Aceh seorang keturunan Arab yang berasal dari Malabar (India).
Alauddin Mahmudsyah II adalah merupakan Sultan Aceh terakhir yang memerintah sebelum invasi kolonial. Ia menolak pengakuan terhadap kedaulatan kerajaan Belanda atas Kesultanan Aceh setelah perjanjian Sumatra (Traktat Sumatera) antara Belanda dan Inggris. Atas penolakan tersebut, Kerajaan Belanda akhirnya menyatakan Perang terhadap Kesultanan Aceh pada tanggal 26 Maret 1873.
Keadaan Kerajaan Aceh menjelang invasi Belanda
Pada tahun pertama pemerintahannya, 1870 M terjadi kemelut dalam negeri Aceh, yaitu terpecahnya para pembesar kerajaan Aceh ke dalam dua blok. Satu pihak dipelopori oleh Habib Abdurrahman Az-Zahir dan pihak lain dipelopori Panglima Tibang, seorang Tamil hindu yang masuk Islam. Sultan sendiri pada mula-mula masuk dalam blok Panglima Tibang dan kawan-kawannya, tetapi ketika mengetahui bahwa Panglima Tibang bertujuan mencari kesempatan dalam kesempitan beliau melepaskan diri dari golongan mereka.
Pada tahun 1872 M, kedua belah pihak bersatu kembali karena kemampuan Sultan Mahmud yang memiliki pembawaan lemah lembut. Sultan Mahmud berguru kepada seorang ulama Syech Abbas Tengku Chik Kuta Karang yang termasyur, ahli politik, militer serta seorang penggerak jiwa masyarakat dengan semangat juang yang berkobar-kobar terutama dalam hal persiapan menghadapi Belanda.
Waktu itu setiap orang Aceh terutama para pembesar telah menduga dalam waktu dekat Pemerintah Kolonial Belanda tidak akan puas dengan wilayah Nusantara yang sudah dikuasai sebelum kerajaan Aceh masuk dalam genggaman mereka. Menghadapi kemungkinan serangan tiba-tiba oleh pasukan Belanda Sultan Mahmudsyah memerintahkan seluruh panglima untuk mempersiapkan kubu pertahanan di sepanjang pantai wilayah Aceh Lhee Sagoe (Aceh Besar). Sultan meminta kepada Tengku Chik Kuta Karang menyebarkan seruan jihad demi bangsa dan tanah air berporoskan agama Islam. Kepada Panglima Sagi XXII, XXV dan XXVI mukim. Teuku Nyak Raja Imum Lueng Bata, Teuku Nek Purba Wangsa IX mukim, Tuanku Nanta Setia dan seluruh rakyat diminta bersiap mengadakan mobilisasi umum dan berlatih sebelum dikerahkan menghadapi musuh.
Pada bulan Maret 1873 Masehi di perairan Aceh muncullah berpuluh-puluh kapal perang Belanda, mereka melabuhkan sauhnya di perairan Meuraxa, dimana uleebalang (raja kecil/penguasa) Teuku Nek Meuraxa telah lama disinyalir bermain mata dengan Belanda. Sultan Mahmudsyah memanggil seluruh pembesar dan panglima untuk mengadakan pertemuan untuk merundingkan segala macam kemungkinan yang akan dihadapi. Dalam pertemuan tersebut hadir antara lain:
- Teuku Panglima Polem Mahmud Tjut Banta selaku Panglima Sagi XXII mukim merangkap Panglima (Besar) Perang Angkatan Perang Aceh;
- Teuku Panglima Seri Muda Perkasa Tjut Lam Reung, Panglima Sagi / Angkatan Perang XXVI mukim;
- Teuku Panglima Seri Setia Ulama Tjut Abbas, Panglima Sagi / Angkatan Perang XXV mukim;
- Teuku Raja Imum Lueng Bata, Panglima Perang diluar wilayah tiga Sagi;
- Tuanku Nanta Setia Raja, Uleebalang VI mukim Peukan Bada;
- Teuku Nek Purba Wangsa, Uleebalang IX mukim Lam Kunyet;
- Teuku Tjut Tungkup, Uleebalang XIII mukim Tungkup;
- Teuku Panglima Mesjid Raya;
- Teuku Kadhi Malikul Adil;
- Teuku Nek dari VI mukim Meuraxa serta para pembesar kerajaan Aceh yang lain.
Kecuali Teuku Nek Meuraxa, seluruh anggota sidang serius dan tulus mengikuti, serta berpikir keras untuk menyusun strategi menghadapi invasi Belanda. Pada sidang tersebut Teuku Panglima Polem Mahmud Tjut Banta dan Teuku Imum Lueng Bata menjadi sosok yang paling didengarkan oleh peserta lainnya.
Sultan Mahmudsyah yang masih belia memimpin sidang pertemuan tersebut, ketika pertemuan dilaksanakan datanglah utusan ke balairung istana kerajaan Aceh membawa surat dari kapal Belanda yang berlabuh di laut Meuraxa. Surat tersebut dibacakan oleh Teuku Keurekun Katibul Muluk Seri Indra Muda Tjut Mahmud dihadapan sidang, lalu Sultan meminta pendapat para anggota. Teuku Nyak Raja Imum Lueng Bata berdiri dan mengeluarkan pendapat, “Deelat po, bek peu pikee keu kaphee sitree, panyang ta koh lhee paneuk koh dua!” sebuah pribahasa Aceh yang kira-kira artinya: Tuanku Sultan tak usah pikir panjang, Belanda seteru kita, hari ini pun musuh dan besokpun musuh.” Kata yang sederhana tetapi cukup luas secara arti sehingga melahirkan pendapat bulat, serta disetujui oleh Sultan Mahmudsyah, Aceh menyongsong perang melawan Belanda.
Kepemimpinan Sultan Alaiddin Mahmudsyah II menghadapi Ekspedisi Pertama Belanda ke Aceh
Besok harinya tanggal 26 Maret 1873. Kerajaan Belanda memaklumatkan perang dengan Kerajaan Aceh, seluruh pasukan Aceh telah siaga dan mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan. Pada tanggal 8 April 1873, mendaratlah pasukan Belanda di pantai Cermin Meuraxa sejumlah sekitar 7500 orang dengan perlengkapan senjata modern disambut para pejuang Aceh. Bergelimpanganlah pasukan Belanda serta banyak pula prajurit Aceh yang syahid membela bangsa dan tanah airnya. Pada hari pertama gugurlah Teuku Ramasetia Panglima Barisan Istana dan Teuku Imam Lam Krak dari XXII mukim suami dari Tengku Fakinah seorang srikandi Aceh yang akan memimpin pasukan perempuan pada belakangan hari nantinya.
Sultan Alaiddin Mahmudsyah tampil ke depan sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang Aceh bersama Teuku Panglima Polem Mahmud Tjut Banta dan anaknya (Kelak Panglima Polem selanjutnya) Ibrahim Muda Kuala, serta Teuku Imum Lueng Bata ahli militer Aceh yang terkenal menyusun dan mengatur strategi, taktik dan siasat dalam pertempuran menghadapi Belanda. Setelah pertempuran mati-matian selama 4 hari Belanda mencapai Masjid Raya karena ada orang Aceh yang menjadi pengkhianat dan merintis jalan untuk memudahkan penyerbuan Belanda ke darat. Pasukan Belanda berhasil membakar Masjid Raya namun disinilah tentara Belanda banyak yang tewas dan pada 14 April 1873 pimpinan tertinggi ekspedisi Belanda Jenderal Johan Harmen Rudolf Köhler terbunuh, akibatnya moral pasukan Belanda runtuh. Pada tanggal 17 April 1873 pasukan Belanda mundur dari Aceh.
Ekspedisi Kedua Belanda ke Aceh dan wafatnya Sultan Alaiddin Mahmudsyah II
Tujuh bulan berselang, pada tanggal 9 Desember 1873 tentara Belanda menyerbu kembali Aceh melalui Kuala Gigieng, di daerah XXVI mukim. Pasukan Aceh mendapatkan tenaga tambahan yaitu Tuanku Hasyim Banta Muda yang baru kembali dari front Sumatera Timur serta langsung bertindak sebagai Wakil Sultan / Panglima Tertinggi Angkatan Perang Aceh. Pasukan Belanda sendiri ditambah menjadi 12.000 tenaga manusia, namun yang paling berbahaya Belanda pada agresi kali ini membawa senjata biologis yaitu bibit penyakit kolera. Sebelum melakukan pendaratan Belanda melemparkan sejumlah mayat korban wabah kolera di sungai dan pesisir pantai Aceh.
Terjadilah pertempuran sengit antara penjajah dan anak negeri. Pertahanan Aceh yang disusun rapi, dengan benteng yang berlapis agar tidak bisa ditembus Belanda, tetapi ada saja pengkhianat yang memberikan petunjuk kepada Belanda. Jengkal demi jengkal tanah dipertahankan dengan semangat patriotik, pasukan dan panglima Aceh dibawah satu komando tertinggi Sultan Mahmudsyah bertarung, bertempur dan bertahan mati-matian. Pada tanggal 24 Januari 1874 Belanda berhasil merebut Dalam (Istana) Kerajaan Aceh setelah 18 hari menyerang, menyerbu dan mengepungnya dari tanggal 6 Januari 1874.
Belanda sangat kecewa karena istana telah dikosongkan. Sultan, pembesar kerajaan dan pasukan Aceh telah mengundurkan diri. Sultan Mahmudsyah telah memindahkan pusat pemerintahan ke Lueng Bata. Dari sini Sultan Mahmudsyah berencana mengatur pemerintahan, menyusun strategi peperangan dalam pertempuran menghadapi Belanda. Pada tanggal 26 Januari 1874, 2 hari setelah jatuhnya Dalam ke tangan Belanda, Sultan Mahmudsyah tiba-tiba diserang penyakit kolera yang merupakan senjata biologis yang dibawa pasukan Belanda, pada hari itu juga beliau, Sultan Alaiddin Mahmudsyah II menutup mata untuk selama-lamanya. Namun walaupun beliau telah berpulang, tetapi perjuangan rakyat Aceh melawan Belanda terus berjalan. Ketika peperangan total telah surut maka disambung dengan perang gerilya untuk sementara, bahkan ada masa timbul perlawanan kepada Belanda oleh hanya seorang, demikianlah terus menerus sampai Belanda angkat kaki selama-lamanya dari bumi Aceh pada tanggal 12 Maret 1942.
Depopulasi Penduduk Aceh Akibat Perang Dengan Belanda
Seorang peneliti sekaligus penjelajah asal Inggris bernama William Marsden, memulai pengamatan ke Pulau Sumatera pada tahun 1771. Ia berhasil mengungkapkan hal-hal yang tidak belum terungkap sebelumnya, bukunya, The History of Sumatra merupakan sebuah karya besar pada abad ke-18 yang ditulis berdasarkan riset dan observasi yang sudah tergolong canggih waktu itu menjelaskan bahwa penduduk Aceh ketika itu sangat padat bahkan melebihi perkiraan moderat.
Sedangkan menurut sumber Aceh sendiri menurut berita yang mutawatir dan sahih, penduduk Aceh sebelum Belanda datang, tahun 1873 berjumlah antara 4,5 juta sampai 5 juta jiwa. Ketika Sultan Aceh terakhir Alaiddin Muhammad Daudsyah ditangkap, tahun 1903 penduduk Aceh tinggal antara 800.000 sampai 1 juta jiwa. Peperangan dengan Belanda membuat penduduk Aceh mengalami penurunan jumlah penduduk (atau depopulasi). Dengan demikian Belanda baru berhasil menguasai tanah rencong setelah melangkahi 4 juta mayat rakyat Aceh, putera-puteri zuriat Iskandar Muda. Jumlah penduduk yang hilang akibat peperangan dengan Belanda baru dapat dicapai kembali Aceh pada tahun 2019 dengan jumlah penduduk 5,3 juta (sensus BPS).
DAFTAR PUSTAKA:
- Aceh Sepanjang Abad Jilid Kedua; Mengungkapkan dari eskpedisi Belanda kedua ke Aceh sampai keadaan tahun 1945; Penulis H. Mohammad Said; Dicetak oleh P.T. Percetakan Prakarsa Abadi Press; Diterbitkan oleh P.T Harian Waspada; Medan.
- Sejarah Sumatera (History of Sumatra); di tulis oleh William Marsden, F.R.S diterbitkan oleh T. Payne & Son tahun 1811 Masehi.
- Kenang2an Kepada Pahlawan Aceh; di susun oleh Panitia Besar Peringatan Tiga Pahlawan Nasional Tgk. Tjhik Ditiro, Tjut Njak Dhien dan T. Umar; di terbitkan Sumatera Utara; tahun 1964.
Artikel-artikel tentang Aceh:
- PASAI DALAM PERJALANAN SEJARAH 17 SEPTEMBER 2017;
- MATA UANG EMAS KERAJAAN-KERAJAAN DI ACEH 19 SEPTEMBER 2017;
- ATJEH MENDAKWA,SEBUAH BUKU YANG MENJADI SAKSI SEPAK TERJANG PARTAI KOMUNIS INDONESIA DI ACEH 21 SEPTEMBER 2017;
- SEJARAH PARTAI KOMUNIS INDONESIA DI ACEH 21 SEPTEMBER 2017;
- MISI MENCARI MAKAM PARA SULTANAH ACEH 6 OKTOBER 2017;
- BERZIARAH KE MAKAM SULTANAH MALIKAH NAHRASYIYAH 8 OKTOBER 2017;
- EKSPLOITASI SUMBER DAYA ALAM APAKAH BAGUS UNTUK ACEH 15 OKTOBER 2017;
- AROMA MEMIKAT DARI DAPUR ACEH 16 OKTOBER 2017;
- TARIKH ACEH DAN NUSANTARA 29 OKTOBER 2017;
- PEKUBURAN SERDADU BELANDA PEUCUT KHERKHOF DI BANDA ACEH SEBAGAI SAKSI KEDAHSYATAN PERANG ACEH 11 NOVEMBER 2017;
- PEMBERONTAKAN KAUM REPUBLIK KASUS DARUL ISLAM ACEH 17 NOVEMBER 2017;
- TUANKU HASYIM WALI NANGGROE YANG DILUPAKAN SEJARAH 19 NOVEMBER 2017;
- KOPRS MARSOSE SERDADU PRIBUMI PELAYAN RATU BELANDA 8 DESEMBER 2017;
- HIKAYAT-HIKAYAT DARI NEGERI ACEH 16 DESEMBER 2017;
- LEGENDA GAJAH PUTIH SEBAGAI ASAL NAMA KABUPATEN BENER MERIAH; 12 JANUARI 2018;
- SECANGKIR KOPI DARI ACEH; 22 JANUARI 2018;
- ACEH PUNGO (ACEH GILA); 8 FEBRUARI 2018;
- SIAPAKAH ORANG ACEH SEBENARNYA; 6 APRIL 2018;
- ORANG ACEH DALAM SEJARAH SUMATERA; 15 APRIL 2018;
- KETIKA IBNU BATTUTA MELAWAT SAMUDERA PASAI; 16 APRIL 2018;
- KISAH HIDUP LAKSAMANA MALAHAYATI; 18 APRIL 2018;
- PERANAN LEMBAGA TUHA PEUET DALAM MASYARAKAT ACEH PADA MASA LAMPAU; 5 MEI 2018;
- MENYINGKAP MAKNA SYAIR KUTINDHIENG SELAKU MANTRA SIHIR ACEH KUNO; 15 MEI 2018;
- SEJARAH KERAJAAN LAMURI; 24 JUNI 2018;
- KEBIJAKAN POLITIK ISLAM OLEH SNOUCK HURGRONJE SEBAGAI SARAN KEPADA PEMERINTAH HINDIA BELANDA UNTUK MENGHANCURKAN KEKUATAN ISLAM DI INDONESIA; 25 JUNI 2018;
- MASA DEPAN POLITIK DUNIA MELAYU; 28 JULI 2018;
- EDISI KHUSUS SERI PAHLAWAN NASIONAL PRANGKO 100 TAHUN CUT NYAK DHIEN; 8 AGUSTUS 2018;
- MEMOAR PANGLIMA POLEM SEORANG PEJUANG PERINTIS KEMERDEKAAN; 19 SEPTEMBER 2018;
- PUTROE PHANG JULUKAN DARI TENGKU KAMALIAH SEORANG PUTRI KESULTANAN PAHANG; 28 SEPTEMBER 2018;
- TEUKU NYAK ARIEF SEORANG YANG TULEN BERANI DAN LURUS SEBAGAI RENCONG ACEH DI VOLKSRAAD; 17 OKTOBER 2018;
- RINCIAN ISI KANUN MEUKUTA ALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KESULTANAN ACEH DARUSSALAM YANG DISUSUN PADA MASA PEMERINTAHAN SULTAN ISKANDAR MUDA; 26 OKTOBER 2018;
- CATATAN SEJARAH RANTAI BABI ATAU RANTE BUI DALAM TULISAN YANG DISUSUN KOLONIAL BELANDA; 26 OKTOBER 2018;
- PASUKAN MERIAM NUKUM SANANY SEBUAH PASAK DARI RUMAH GADANG INDONESIA MERDEKA; 4 NOVEMBER 2018;
- PENEMUAN ARCA KEPALA ALALOKITESWARA SEBAGAI JEJAK KEBERADAAN PERADABAN AGAMA BUDHA DI ACEH; 18 NOVEMBER 2018;
- REVOLUSI DESEMBER ’45 DI ACEH ATAU PEMBASMIAN PENGKHIANAT TANAH AIR; 6 FEBRUARI 2019;
- LEBURNJA KERATON ATJEH; 11 MARET 2019;
- HADIH MAJA PENGAJARAN SERTA HIBURAN WARISAN LELUHUR; 27 MARET 2019;
- HAME ATAU PANTANGAN ORANG ACEH DARI MASA LAMPAU; 19 JUNI 2019;
- SINGA ATJEH BIOGRAPHI SERI SULTAN ISKANDAR MUDA; 6 AGUSTUS 2019;
- APA SEBAB RAKYAT ACEH SANGGUP BERPERANG PULUHAN TAHUN MELAWAN AGRESSI BELANDA; 17 OKTOBER 2019;
- PERBANDINGAN PENGUCAPAN BAHASA ACEH DENGAN BAHASA INDONESIA; 30 DESEMBER 2019;
- BERBAGAI BAHASA DAERAH DI ACEH; 30 JANUARI 2020;
- LOKASI ISTANA KERAJAAN ACEH DULU DAN SEKARANG; 27 FEBRUARI 2020;
- MEREKONSTRUKSIKAN KEMBALI LETAK ISTANA DARODDONYA; 3 MARET 2020;
- LEGENDA DAN MITOS ASAL USUL PENAMAAN PULAU SABANG, GUNUNG SEULAWAH, PANTAI ALUE NAGA DAN KAWASAN ULEE LHEU; 29 MEI 2020;
- LEGENDA ASAL USUL GUNUNG GEURUTEE; 1 JUNI 2020;
- HAMZAH FANSURI PERINTIS SASTRA MELAYU; 4 JULI 2020;
- GEREJA PERTAMA DI ACEH; 12 JULI 2020;
- PERISTIWA TERBUNUHNYA TEUKU UMAR; 1 AGUSTUS 2020;
- SISTEM PERPAJAKAN KERAJAAN ACEH; 14 AGUSTUS 2020;
- SEJARAH KERAJAAN PEDIR (POLI) ATAU NEGERI PIDIE; 18 AGUSTUS 2020;
- SEJARAH KERAJAAN DAYA (LAMNO); 21 AGUSTUS 2020;
- KETIKA ACEH MINTA MENJADI VASAL TURKI USTMANI; 21 SEPTEMBER 2020;
- HENRICUS CHRISTIAN VERBRAAK MISIONARIS KATOLIK PERTAMA DI ACEH; 23 SEPTEMBER 2020;
- BUSTANUS SALATIN PANDUAN BERKUASA PARA SULTAN ACEH; 27 SEPTEMBER 2020;
- SEJARAH PENDIRIAN PUSA (PERSATUAN ULAMA SELURUH ACEH); 16 OKTOBER 2020;
- PARA ULEEBALANG RAJA KECIL DI ACEH DARI MASA KESULTANAN SAMPAI REVOLUSI SOSIAL (1512-1946); 25 OKTOBER 2020;
- KENAPA SULTAN ACEH MENYERAH PADA BELANDA; 9 APRIL 2021;
- HIKAYAT MEURAH SILU; 8 JUNI 2021;
For your information, im the great great grand son on sultan of sultan Alaidin Mahmudsyah II, and i know the real story . Sultan Alaidin Mahmudsyah II die 1904 sick 2 year because poison, he true sabil leader. 1874 is create by panglima tibang and croni who actual aceh it self , half of atjetnese commit with dutch, half is sabil, sultan mahmudsyah II married second wife during gerilya 1880 name cut jamilah binti syech saman di tiro, is difference with mohamad saman ditiro, but using same tgk chik ditiro.
Cek the kampang aceh Yan, malaysia, cek about the real owner masjidil haram , and check, how Tuanku Ibrahim mansyursyah become pemangku for 33 year and sultan 12 year. Check How he dies. How His Elder die? 1824? How his son also die sultan alaidin sulaiman iskandarsyah 1858, why his uncle become sultan? And why sultan alaidin mahmudsyah II become king 1870 after sultan Ibrahim Mansursyah ( his corsen grand father not real grand father mahmudsyah II) and why Habib Abdulrahman become status of manku bumi and pemangku King? Why not his cousen? Or family? Who habbib Abdul rahman? Since young, why tibang become left Man? And shah bandar, why tibang carrier Twk Dawod during 4 year old? Why tibang carrie Twk Daod? Mention replace king?, And hand over to teuku bait, his also married sultan sulaiman wife/widow, ( sultan Alaidin Sulaiman iskandar syah) got 3 wife, first wife cut karlima born sultan alaidin mahmudsyah, second wife cut udena lale no genaration, third wife pocut seri Banun no generation, he push Tuanku ibrahim mansursyah to married pocut seri banun his daughter, the stategy to kill him, after since long time try to kill not succes.
Im 100 persent know the story of my great, great grand father, told by sultan alaidin Mahmudsyah, imem peut, syech saman ditiro, all to his son, and tell to his son and my father, my father and uncle told me, since my age 21. My father and uncle has been told his child hood by his father and grand father. My father was told 1975 no body lesson and try to cover, my uncle tell to governor prof. Dr. Ibrahim Hasan, as to quite bcz of gam that time. Now im told since 2010 no more scare. Some believe, and some alaidin group not believe and try denie. Please check forencik the grave sultan alaidin mahmudsyah II in samahani, is fake and the. Body is belong sultan alaidin ‘s guard, he is from Teuku some distict in samalanga .
Thank you.
Thank you for information
Pingback: BERZIARAH KE MASJID ASAL PENAMPAAN DI BLANGKEJEREN GAYO LUES | Tengkuputeh
Pingback: KISAH-KISAH DI BLANG | Tengkuputeh
Pingback: ORIDA (OEANG REPUBLIK INDONESIA) ACEH 1947-1949 | Tengkuputeh
Pingback: PROSA ALAM GAYO LUES | Tengkuputeh
Pingback: ADAT PELANTIKAN PEMAHKOTAAN PENABALAN SULTAN ACEH DARUSALAM | Tengkuputeh