ARCA AWALOKITESWARA JEJAK BUDHA DI ACEH

Spesifikasi Arca kepala Budha Alalokiteswara yang ditemukan di Aceh. Komponen: Batu Andesit; Lokasi: Aceh, Sumatera, Indonesia; Perkiraan Abad ke 9-10 Masehi. Koleksi Museum Nasional Indonesia, Nomor Inventaris. 248.

Spesifikasi Arca kepala Budha Awalokiteswara yang ditemukan di Aceh. Komponen: Batu Andesit; Lokasi: Aceh, Sumatera, Indonesia; Perkiraan Abad ke 9-10 Masehi. Koleksi Museum Nasional Indonesia, Nomor Inventaris. 248.

PENEMUAN ARCA KEPALA AWALOKITESWARA SEBAGAI JEJAK KEBERADAAN PERADABAN AGAMA BUDHA DI ACEH

Aceh adalah sebuah provinsi di Indonesia yang beribukota Banda Aceh. Aceh terletak di ujung utara pulau Sumatera dan merupakan provinsi paling barat di Indonesia. Jumlah penduduk provinsi ini sekitar 4.500.000 jiwa. Letaknya dekat dengan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India dan terpisahkan oleh Laut Andaman. Aceh berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan.

ACEH YANG BERNAFASKAN SYARIAT ISLAM

Aceh adalah tempat dimulainya penyebaran Islam di Indonesia dan memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara. Pada awal abad ke-17, Kesultanan Aceh adalah negara terkaya, terkuat, dan termakmur di kawasan Selat Malaka. Sejarah Aceh diwarnai oleh kebebasan politik dan penolakan keras terhadap kendali orang asing, termasuk bekas penjajah Belanda dan pemerintah Indonesia. Jika dibandingkan dengan dengan provinsi lainnya, Aceh adalah wilayah yang sangat menjunjung tinggi nilai Islam. Persentase penduduk Muslimnya adalah yang tertinggi di Indonesia dan mereka hidup sesuai syariah Islam. Berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, Aceh memiliki otonomi khusus yang diatur tersendiri karena alasan sejarah.

Masjid Raya Baiturrahman zaman Kolonial Belanda

Sejak dahulu Aceh dikenal sebagai wilayah menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman. Foto: Masjid Raya Baiturrahman zaman Kolonial Belanda

Sebagaimana daerah lain di kepulauan Nusantara, Aceh juga pernah mengalami masa berkembangnya agama Hindu dan Buddha yang datang dari daratan benua Asia Selatan (India). Pada masa itu di Aceh telah diwarnai dengan adanya beberapa kerajaan-kerajaan yang berdasarkan agama tersebut misalnya Kerajaan Indrapuri, Kerajaan Indrapatra dan Kerajaan Indrapurwa semuanya di Aceh Besar yang menganut kepercayaan Hindu dan dipengaruhi oleh India. Selain itu, Aceh juga dulu termasuk bagian dari kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha yang pernah berjaya di Nusantara ribuan tahun lalu seperti Sriwijaya.

PENEMUAN ARCA KEPALA AWALOKITESWARA SEBAGAI JEJAK KEBERADAAN PERADABAN AGAMA BUDHA DI ACEH

Spesifikasi Arca kepala Budha Alalokiteswara yang ditemukan di Aceh. Komponen: Batu Andesit; Lokasi: Aceh, Sumatera, Indonesia; Perkiraan Abad ke 9-10 Masehi. Koleksi Museum Nasional Indonesia, Nomor Inventaris. 248.

Arca kepala Budha Awalokiteswara yang ditemukan di Aceh.

Spesifikasi Arca kepala Budha Awalokiteswara yang ditemukan di Aceh. Komponen: Batu Andesit; Lokasi: Aceh, Sumatera, Indonesia; Perkiraan Abad ke 9-10 Masehi. Koleksi Museum Nasional Indonesia, Nomor Inventaris. 248.

Arca Awalokiteswara1) ini ditemukan tidak dalam keadaan utuh oleh Kolonial Belanda pada tahun 1930-an di seputaran kawasan Prada/Lingke di Koetaradja (Banda Aceh) sekarang. Secara keseluruhan patung Budha ini diperkirakan memiliki tinggi 135-140 cm. Kepala arca ini cukup istimewa dibandingkan arca Budha lainnya yang ditemukan di Nusantara, karena terdapat tiga buah figurin Amitabha pada tatanan rambutnya yang terletak di sisi kanan, kiri dan depan. Figurin Amitabha tersebut digambarkan sedang duduk dalam sebuah relung dengan sikap padmasana2) di atas tatanan bunga padma3), sikap tangannya dhyanamudra4). Bentuk tiga buah figurin Amitabha pada sebuah mahkota Awalokiteswara belum pernah ditemukan di tempat lain di seluruh dunia. Biasanya hanya terdapat sebuah figurin Amitabha di mahkota bagian depan Awalokiteswara.

Wajah arca Budha Awalokiteswara yang ditemukan di Aceh ini terlihat tirus, tidak bulat sebagaimana ditemukan di Jawa Tengah. Kemudian ceplok bunga yang detailnya berbeda dengan hiasan mahkota pada arca-arca di Jawa Tengah. Gaya tatanan rambut arca ini mirip dengan arca-arca Awalokiteswara yang ditemukan di Siam (Thailand) pada masa abad 9-10 Masehi. Arca ini tidak mirip dengan arca-arca yang pernah dibuat oleh dinasti Sailendra. Bambang Budi Utomo dalam Treasures of Sumatra menduga arca ini ditidak dibuat oleh penduduk setempat, tetapi diimpor dari tempat lain.

Sebaliknya penulis menduga arca ini dibuat di Aceh, oleh orang-orang, dan bahan-bahan lokal. Dugaan ini berdasarkan jenis batu andesit yang digunakan sangat mirip dengan makam-makam raja-raja Islam kerajaan Lamuri, bahkan pola ukiran bunga pada kepala arca mirip dengan gaya nisan Lamuri Islam. Batu nisan Kesultanan Lamuri terbuat dari batu sungai (andesit) yang sangat keras dan kasar, sedangkan tipikal nisan dari Kesultanan Samudera Pasai dan Kesultanan Aceh terbuat dari batu halus dari pengunungan.

Tim tengkuputeh berpose di Musem Aceh

Tim tengkuputeh berpose di Musem Aceh. Nisan sebelah kanan adalah batu halus dari pengunungan yang kerap ditemukan pada makam-makam Kesultanan Aceh Darussalam dan Samudera Pasai, sedangkan nisan disebelah kiri adalah batu sungai (andesit) yang hanya ditemukan pada makam-makam dari Kesultanan Lamuri.

Kesamaan pola, gaya ukir bahkan bahan baku ini bisa disaksikan pada gambar dibawah dimana nisan makam Lamuri Islam terletak di sebelah kanan.

(Baca juga: Mengunjungi pameran batu nisan Aceh sebagai warisan budaya Islam di Asia Tenggara)

Video terkait :

Atas dasar perbandingan tersebut maka penulis menduga bahwa arca  Awalokiteswara dibuat oleh ahli-ahli pahat batu dari Kerajaan Lamuri atas perintah Maharaja Po Liang, raja Lamuri pertama yang memeluk agama Budha yang datang dari negeri Langkasuka5) 

Maharani Putro Budian menikah dengan Maharaja Po Liang, yaitu seorang bangsawan dari Indocina  yang datang ke Aceh bersama rombongannya karena negerinya diserang musuh yang lebih kuat. Beliau mencari tanah air sambil mengembangkan agama Budha mazhab Hinayana sekte Mantrayana. Setelah menikahi Ratu Mante itu beliau berhasil mem-budha-kan Lamuri (Aceh), dan akhirnya beliau diangkat sebagai Raja Lamuri yang pertama.

AWAL MULA KERAJAAN LAMURI BUDHA MENJADI KESULTANAN LAMURI KEMUDIAN MENJADI KESULTANAN ACEH

Berdasarkan sumber-sumber berita dari pedagang Arab, Kerajaan Lamuri telah ada sejak pertengahan abad ke-9 M. Artinya, kesultanan ini telah berdiri sejak sekitar tahun 900-an Masehi. Pada awal abad ini, Kerajaan Sriwijaya telah menjadi sebuah kerajaan yang menguasai dan memiliki banyak daerah taklukan. Pada tahun 943 M, Kesultanan Lamuri tunduk di bawah kekuasaan Sriwijaya. Meski di bawah kekuasaan Sriwijaya, Kesultanan Lamuri tetap mendapatkan haknya sebagai kerajaan Islam yang berdaulat. Hanya saja, kesultanan ini memiliki kewajiban untuk mempersembahkan upeti, memberikan bantuan jika diperlukan, dan juga datang melapor ke Sriwijaya jika memang diperlukan.

Benteng Indrapatra peninggalan dari Kesultanan Lamuri yang masih tersisa di wilayah Krueng Raya, Aceh Besar.

Menurut Teuku Iskandar dalam disertasinya De Hikayat Atjeh (1958), diperkirakan bahwa kesultanan ini berada di tepi laut (pantai), tepatnya berada di dekat Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. H. M. Zainuddin, dalam Tarikh Aceh dan Nusantara menyebutkan bahwa kerajaan ini terletak di Aceh Besar dekat dengan Indrapatra, yang kini berada di Kampung Lamnga.

(Baca juga : Sejarah Kerajaan Lamuri)

Dalam perkembangan selanjutnya, tepatnya pada tahun 1513 M, Kerajaan Lamuri beserta dengan Kerajaan Pase, Daya, Lingga, Pedir (Pidie), Perlak, Benua Tamiang, dan Samudera Pasai bersatu menjadi Kesultanan Aceh Darussalam di bawah kekuasaan Sultan Ali Mughayat Syah (1496-1528 M). Jadi, bisa dikatakan bahwa Kesultanan Lamuri merupakan bagian dari cikal bakal berdirinya Kesultanan Aceh Darussalam. Perubahan nama dari Lamuri menjadi Aceh belum dapat dipastikan bagaimana proses terjadinya. Dalam Tarikh Kedah (Marong Mahawangsa) tahun 1220 M (517 H), nama Aceh sudah disebutkan sebagai satu negeri di pesisir pulau Perca (Pulau Sumatera). Orang Portugis Barbosa (1516 M / 922 H) sebagai orang Eropa pertama yang menyebut nama Achem dan buku-buku Tionghoa (1618 M) menyebutkan Aceh dengan nama A-Tse.

KEADAAN ACEH SEBELUM ISLAM

H.M Zainuddin dalam mahakarya “Tarikh Aceh dan Nusantara” berdasarkan sumber-sumber primer mencatat bahwa jauh sebelum Islam masuk ke Aceh diperintah oleh Kerajaan Mante yang berpusat di Seumileuk (Seputaran antara Seulimuem dan Jantho sekarang). Kata-kata Mante berasal dari Mantenia atau Mantinea yaitu suatu kota di Yunani, dimana penduduknya disebut Mantinean. Pada abad ke 14 Sebelum Masehi (dan seterusnya selama kurang lebih 3 abad) mereka melakukan perpindahan penduduk kedaerah panas di Selatan. Mereka datang ke Yunani semula mereka mendiami pulau Kreta bagian Selatan yaitu Thessalia, menamakan suku mereka Achaea. Pada abad ke 12 Sebelum Masehi mereka diusir oleh suku Doris, lalu mereka berpindah, sebagian kedaerah Peloponnesus Utara, sebagian ke Asia Kecil (Turki), dan sebagian yang lain ke Asia tengah (lembah Kaukasus)

TARICH ATJEH DAN NUSANTARA; oleh H.M. Zainuddin;

TARICH ATJEH DAN NUSANTARA; oleh H.M. Zainuddin;

Mereka yang pindah ke lembah Kaukasus itu kemudian mengembara kearah Timur melalui Chaibar Pas (jurang antara dua gunung diperbatasan Afganistan dan India) mereka sampai di India Utara, dan berasimilasi dengan penduduk disana. Kemudian mereka meneruskan pengembaraan kearah Timur sampai ke Tennosering diperbatasan Burma dengan Siam, mereka berasimilasi lagi dengan bangsa Man Khemer, yaitu leluhur bangsa Kamboja dan Campa.

Kemudian mereka meneruskan pengembaraan ke Selatan dengan menyebrangi Selat Malaka. Mereka sampai ke Pulau Perca (Sumatera), dan membuat kerajaan Mante dengan berpusat di Seumileuk.

(Baca juga : Hikayat Suku Mante)

Adapun raja-raja dari dinasti Mante yang menjadi penguasa dan memerintah di lembah Aceh Besar itu tidak seluruhnya diketahui. Menurut catatan yang masih ada kita mengenal raja yang bernama “Maharaja Po Tuah Meuri”. Adapun raja-raja sebelumnya tidak dapat diketahui. Setelah Maharaja Po Tuan Meuri memerintah anak cucunya menurut garis lurus sambung menyambung yaitu : Maharaja Ok Meugumbak, Maharaja Jagat, Maharaja Dumet, Maharani Putro Budian. Sampai disini berakhirlah dinasti Mante tersebut. Dan sejarah berhenti mencatat dinasti suku Mante.

KERAJAAN LAMURI MASA BUDHA SAMPAI KESULTANAN LAMURI ISLAM

Maharani Putro Budian menikah dengan Maharaja Po Liang, yaitu seorang bangsawan Langkasuka dari Indocina yang datang ke Aceh bersama rombongannya karena negerinya diserang musuh yang lebih kuat. Beliau mencari tanah air sambil mengembangkan agama Budha mazhab Hinayana sekte Mantrayana. Setelah menikahi Ratu Mante itu beliau berhasil membudhakan Aceh, dan akhirnya beliau diangkat sebagai Raja Lamuri yang pertama.

Adapun dinasti Po Liang yang memerintah kerajaan Aceh Lamuri itu menurut catatan Dada Meuraksa adalah sebagai berikut :

  1. Maharaja Po Liang. Raja Lamuri Budha I.
  2. Maharaja Beuransah. Raja Lamuri Budha II. (Anak nomor 1).
  3. Maharaja Beureuman. Raja Lamuri Budha III. (Anak nomor 2).
  4. Maharaja Binsih. Raja Lamuri Budha IV. (Anak nomor 3).
  5. Maharaja Lam Teuba, Raja Lamuri Islam I, mahzab syi’ah. Beliau adalah raja yang termasyur karena keberaniannya, keadilannya, kecerdasannya, dan terutama karena menyambut Islam yang dibawa dan didakwahkan kepadanya oleh seorang Sayid keturunan Rasulullah s.a.w. (754 M).
  6. Maharaja Gading. Islam Syiah ke II (786 M). Anak no.5 dan cucu no.4.
  7. Maharaja Banda Chairullah. Islam Syiah ke III (822 M). Anak no.6.
  8. Maharaja Cut Samah. Islam Syiah ke IV (870 M). Anak no.7.
  9. Maharaja Cut Madin. Islam Syiah ke V (916 M). Anak no.8.
  10. Maharaja Cut Malim. Islam Syiah ke VI (963 M). Anak no.9.
  11. Maharaja Cut Seudang. Islam Syiah ke VII (1034 M). Anak no.10.
  12. Maharaja Cut Samlako. Islam Syiah ke VIII (1082 M). Anak no.11.
  13. Maharaja Cut Ujo. Islam Syiah ke IX (1113 M). Anak no.12.
  14. Maharaja Cut Wali. Islam Syiah ke X (1144 M). Anak no.13.
  15. Maharaja Cut Ubit. Islam Syiah ke XI (1171 M). Anak no.13 dan adik no.14.
  16. Maharaja Cut Dhiet. Islam Syiah ke XII (1185 M). Anak no.15.
  17. Maharaja Cut Umbak. Islam Syiah ke XIII (1201 M). Anak no.16.
  18. Maharani Putro Ti Seuno. Islam Syiah ke XIV (1235 M). Anak no.17.

Sampai disini berakhirlah kerajaan Lamuri dinasti Po Liang, Maharani Putro Ti Seuno menikah dengan Johan Syah, yang kemudian menjadi Sultan Alaidin Johan Syah, Raja Lamuri Islam Ahlussunnah Wal Jamaah ke I (1205-1235 M). Nama raja-raja dinasti Mante dan dinasti Po Liang ini diperoleh Dada Meuraksa dari salinan manuskrip Teuku Raja Muluk Attahasi, seorang keturunan pembesar Aceh di zaman dahulu, demikian pula juga angka-angka tahunnya.

Perubahan agama dari Budha menjadi Islam di Aceh (Lamuri) selain disebabkan faktor internal, juga dikarenakan faktor eksternal yaitu melemahnya kerajaan Sriwijaya akibat serangan dari Kerajaan Cola (India) sebagaimana tercatat pada sebuah prasasti Rajendracola di Thanjavur yang berangka tahun 1030-1031 Masehi. “… sejumlah besar kapal ke tengah laut bergelombang besar dan mengalahkan Sangranawujayottungawarman, raja Kadaram, maka berturut-turut ditaklukkannya, Sriwijaya…”

Sebagaimana dicatat dalam “Sejarah Dinasti Song” pada tahun 1088 Masehi San-fo-ch’I (Sriwijaya) mengirimkan utusan ke China yang melaporkan, “…Meskipun Tan-ma-ling, ling, Ling-ya-ssu-chia, Fo-lo-an, Sin-t’o, Chien-t’o, Chien-pi, dan Lan-wu-li (Lamuri/Aceh) terdapat pada jajahan San-fo-ch’I mereka digambarkan dalam catatan-catatan tersendiri…”

IIstana Kesultanan Aceh pada masa puncak kejayaan pada abad ke-17 Masehi ketika Sultan Aceh beserta para pangeran menerima kunjungan dari delegasi-delegasi dari negara Islam maupun Barat.

Kemerosotan kerajaan Sriwijaya memberikan kesempatan kepada dinasti Alaidin untuk tampil dan memimpin tampuk kekuasaan yang merdeka, kemudian mengubah nama kerajaan Lamuri menjadi Kesultanan Aceh Darussalam dengan Islam sebagai dasar berkehidupan dan bernegara. Sejarah bergulir dan Islam menyebar dari Aceh ke seluruh Nusantara.

Daftar Istilah

  1. Awalokiteswara = Merupakan perwujudan welas asih semua Buddha. Welas asih merupakan pendukung terhadap penghimpunan kebajikan yang luas, yang merupakan salah satu faktor pencapaian Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna.
  2. Padmasana = Berasal dari bahasa Sanskerta terdiri dari dua kata: Padma (bunga teratai) dan Asana (duduk) secara morfologis berarti posisi duduk dalam yoga.
  3. Bunga Padma = Lotus atau teratai merah dalam bahasa Sanskerta disebut Padma sebagai bunga suci dalam ajaran Hindu dan Budha.
  4. Dhyanamudra = Berasal dari bahasa Sanskerta artinya lambang atau segel, merupakan sikap tubuh yang bersifat simbolik atau ritual dalam Hinduisme dan Budhisme.
  5. Langkasuka = Negeri Melayu Kuno (Hindu-Budha) terletak di Semenanjung Melayu, wilayahnya sekarang meliputi Pattani (Thailand) dan Kedah (Malaysia)

Daftar Pustaka

  1. https://id.wikipedia.org/wiki/Aceh diakses 18 November 2018;
  2. Bambang Budi Utomo; Treasures of Sumatra; Penerbit Museum Nasional; tahun 2009:
  3. Dada Meuraksa; Manuskrip milik Teuku Raja Muluk Attahasi:
  4. George Coedes; Asia Tenggara Masa Hindu-Budha; Penerbit KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) tahun 2010;
  5. M. Zainuddin; Tarich Aceh dan Nusantara; Penerbit Pustaka Iskandar Muda; tahun 1961:
  6. Hikayat Merong Mahawangsa (Negeri Kedah);
  7. Teuku Iskandar; De Hikayat Atjeh; disertasi; tahun 1958:
  8. Sejarah Dinasti Song:

Artikel-artikel tentang Aceh:

  1. PERADABAN TANPA TULISAN 25 FEBRUARI 2016;
  2. SURAT TENGKU CHIK DI TIRO KEPADA RESIDEN VAN LANGEN AGAR TERCAPAI PERDAMAIAN DALAM PERANG ACEH MAKA BELANDA HARUS MEMELUK AGAMA ISLAM DI TAHUN 1885 4 NOVEMBER 2016;
  3. PARA PENYEBAR KEBOHONGAN 13 NOVEMBER 2016;
  4. MENGUNJUNGI RUMAH PAHLAWAN NASIONAL CUT MEUTIA 17 APRIL 2017;
  5. SAMUDERA PASAI SEBAGAI TITIK TOLAK ISLAM DI ASIA TENGGARA, SEBUAH UPAYA MELAWAN PSEUDO SEJARAH 24 APRIL 2017;
  6. EMAS, KAFIR DAN MAUT 20 APRIL 2017;
  7. MENGENAL LEBIH DEKAT POCUT BAREN 5 MEI 2017;
  8. OPERASI PENYERGAPAN BELANDA TERHADAP CUT MEUTIA 7 MEI 2017;
  9. MENGUNJUNGI PAMERAN BATU NISAN ACEH SEBAGAI WARISAN BUDAYA ISLAM DI ASIA TENGGARA 15 MEI 2017;
  10. KESULTANAN ACEH NEGARA BERDAULAT PERTAMA YANG MENGAKUI KEMERDEKAAN REPUBLIK BELANDA DARI KERAJAAN SPANYOL DI TAHUN 1602 18 MEI 2017;
  11. SYARIAT ISLAM SIAPA TAKUT 6 JUNI 2017;
  12. SENJA DI MALAKA 14 JUNI 2017;
  13. KRITIK KEPADA SULTAN ISKANDAR MUDA 4 JULI 2017;
  14. HIKAYAT SUKU MANTE 5 JULI 2017;
  15. TEUKU NYAK MAKAM, PAHLAWAN ACEH TANPA KEPALA 30 JULI 2017;
  16. ASAL MUASAL BUDAYA KOPI DI ACEH 1 AGUSTUS 2017;
  17. MUSIBAH TENGGELAMNYA KMP GURITA 6 AGUSTUS 2017;
  18. PERANG ACEH, KISAH KEGAGALAN SNOUCK HURGRONJE 7 AGUSTUS 2017;
  19. ACEH DI MATA KOLONIALIS 8 AGUSTUS 2017;
  20. MELUKIS SEJARAH 10 AGUSTUS 2017;
  21. NASIHAT-NASIHAT C. SNOUCK HURGRONJE SEMASA KEPEGAWAIANNYA KEPADA PEMERINTAH HINDIA BELANDA 1889-1936 14 AGUSTUS 2017;
  22. ACEH SEPANJANG ABAD 16 AGUSTUS 2017;
  23. PERANG DI JALAN ALLAH 30 AGUSTUS 2017;
  24. ACEH DAERAH MODAL 7 SEPTEMBER 2017;
  25. 59 TAHUN ACEH MERDEKA DI BAWAH PEMERINTAHAN RATU 12 SEPTEMBER 2017;
  26. KERAJAAN ACEH PADA JAMAN SULTAN ISKANDAR MUDA (1609-1636) 13 SEPTEMBER 2017;
  27. PERISTIWA KEMERDEKAAN DI ACEH 14 SEPTEMBER 2017;
  28. PASAI DALAM PERJALANAN SEJARAH 17 SEPTEMBER 2017;
  29. MATA UANG EMAS KERAJAAN-KERAJAAN DI ACEH 19 SEPTEMBER 2017;
  30. ATJEH MENDAKWA,SEBUAH BUKU YANG MENJADI SAKSI SEPAK TERJANG PARTAI KOMUNIS INDONESIA DI ACEH 21 SEPTEMBER 2017;
  31. MISI MENCARI MAKAM PARA SULTANAH ACEH 6 OKTOBER 2017;
  32. BERZIARAH KE MAKAM SULTANAH MALIKAH NAHRASYIYAH 8 OKTOBER 2017;
  33. EKSPLOITASI SUMBER DAYA ALAM APAKAH BAGUS UNTUK ACEH 15 OKTOBER 2017;
  34. AROMA MEMIKAT DARI DAPUR ACEH 16 OKTOBER 2017;
  35. TARIKH ACEH DAN NUSANTARA 29 OKTOBER 2017;
  36. PEKUBURAN SERDADU BELANDA PEUCUT KHERKHOF DI BANDA ACEH SEBAGAI SAKSI KEDAHSYATAN PERANG ACEH 11 NOVEMBER 2017;
  37. PEMBERONTAKAN KAUM REPUBLIK KASUS DARUL ISLAM ACEH 17 NOVEMBER 2017;
  38. TUANKU HASYIM WALI NANGGROE YANG DILUPAKAN SEJARAH 19 NOVEMBER 2017;
  39. KOPRS MARSOSE SERDADU PRIBUMI PELAYAN RATU BELANDA 8 DESEMBER 2017;
  40. HIKAYAT-HIKAYAT DARI NEGERI ACEH 16 DESEMBER 2017;
  41. LEGENDA GAJAH PUTIH SEBAGAI ASAL NAMA KABUPATEN BENER MERIAH; 12 JANUARI 2018;
  42. SECANGKIR KOPI DARI ACEH; 22 JANUARI 2018;
  43. ACEH PUNGO (ACEH GILA); 8 FEBRUARI 2018;
  44. SIAPAKAH ORANG ACEH SEBENARNYA; 6 APRIL 2018;
  45. ORANG ACEH DALAM SEJARAH SUMATERA; 15 APRIL 2018;
  46. KETIKA IBNU BATTUTA MELAWAT SAMUDERA PASAI; 16 APRIL 2018;
  47. KISAH HIDUP LAKSAMANA MALAHAYATI; 18 APRIL 2018;
  48. PERANAN LEMBAGA TUHA PEUET DALAM MASYARAKAT ACEH PADA MASA LAMPAU; 5 MEI 2018;
  49. MENYINGKAP MAKNA SYAIR KUTINDHIENG SELAKU MANTRA SIHIR ACEH KUNO; 15 MEI 2018;
  50. SEJARAH KERAJAAN LAMURI; 24 JUNI 2018;
  51. KEBIJAKAN POLITIK ISLAM OLEH SNOUCK HURGRONJE SEBAGAI SARAN KEPADA PEMERINTAH HINDIA BELANDA UNTUK MENGHANCURKAN KEKUATAN ISLAM DI INDONESIA; 25 JUNI 2018;
  52. MASA DEPAN POLITIK DUNIA MELAYU; 28 JULI 2018;
  53. EDISI KHUSUS SERI PAHLAWAN NASIONAL PRANGKO 100 TAHUN CUT NYAK DHIEN; 8 AGUSTUS 2018;
  54. MEMOAR PANGLIMA POLEM SEORANG PEJUANG PERINTIS KEMERDEKAAN; 19 SEPTEMBER 2018;
  55. PUTROE PHANG JULUKAN DARI TENGKU KAMALIAH SEORANG PUTRI KESULTANAN PAHANG; 28 SEPTEMBER 2018;
  56. TEUKU NYAK ARIEF SEORANG YANG TULEN BERANI DAN LURUS SEBAGAI RENCONG ACEH DI VOLKSRAAD; 17 OKTOBER 2018;
  57. RINCIAN ISI KANUN MEUKUTA ALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KESULTANAN ACEH DARUSSALAM YANG DISUSUN PADA MASA PEMERINTAHAN SULTAN ISKANDAR MUDA; 26 OKTOBER 2018;
  58. CATATAN SEJARAH RANTAI BABI ATAU RANTE BUI DALAM TULISAN YANG DISUSUN KOLONIAL BELANDA; 26 OKTOBER 2018;
  59. PASUKAN MERIAM NUKUM SANANY SEBUAH PASAK DARI RUMAH GADANG INDONESIA MERDEKA; 4 NOVEMBER 2018;

About tengkuputeh

Cepat seperti angin // Tekun seperti hujan // Bergairah seperti api // Diam seperti gunung // Misterius seperti laut // Kejam seperti badai // Anggun seperti ngarai // Hening seperti hutan // Dalam seperti lembah // Lembut seperti awan // Tangguh seperti karang // Sederhana seperti debu // Menyelimuti seperti udara // Hangat seperti matahari // Luas seperti angkasa // Berserakan seperti debu //
This entry was posted in Cuplikan Sejarah, Kolom, Opini, Reportase, Review and tagged , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

12 Responses to ARCA AWALOKITESWARA JEJAK BUDHA DI ACEH

  1. aku menemukan twitermu kak

  2. Putra says:

    Bro pu na atok ebook Atjeh H.C. Zentgraaff??? Tamah lam daftar la

  3. Pingback: REVOLUSI DESEMBER 45 DI ACEH ATAU PEMBASMIAN PENGKHIANAT TANAH AIR | Tengkuputeh

  4. Pingback: REVOLUSI DESEMBER 45 DI ACEH ATAU PEMBASMIAN PENGKHIANAT TANAH AIR | Tengkuputeh

  5. Pingback: LEBURNJA KERATON ATJEH | Tengkuputeh

  6. Pingback: HADIH MAJA PENGAJARAN SERTA HIBURAN WARISAN LELUHUR | Tengkuputeh

  7. Pingback: HAME ATAU PANTANGAN ORANG ACEH DARI MASA LAMPAU | Tengkuputeh

  8. Pingback: SEJARAH KERAJAAN LAMURI | Tengkuputeh

Leave a Reply to Putra Cancel reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.