BERSATULAH ASSOSIASI BUDJANG LAPOK

Assosiasi Budjang Lapok, Pada Masa Puncak Kejayaan Organisasi.

BERSATULAH ASSOSIASI BUDJANG LAPOK

Dunia bisa sangat kejam, entah bagaimana nasib para bujang lapok di dunia ini. Mereka menjadi sarang cemooh, dan seperti penyakit menular mereka di jauhi. Bahkan yang lebih parah terkadang penyakit menyerang pikiran mereka, merekalah yang menjauhi masyarakat. Seolah-olah mereka sendiri yang terkena penyakit. Nasib mereka bagaikan nasib burung yang kehilangan sarang.

Betapa malang nasib burung yang kehilangan sarang. Burung mampu terbang bebas dilangit, bebas ke segala tempat setiap saat, tapi burung tak bisa terbang untuk selamanya, jika ia terbang terus-terusan maka akan mati kelelahan. Karena itu, burung memerlukan pohon tempat bertengger dan beristirahat dengan aman.

X

Penyair sedang gelisah, akhir-akhir ini dia sudah tak begitu produktif lagi, atau selera masyarakat sudah meninggalkan puisi dan sastra. Sekarang adalah zaman berita bohong yang dibalut dengan sampul indah, yang mana Penyair kita memiliki harga diri tinggi, ia menolak menjadi penyebar kebohongan. Akibatnya jelas bin pasti, ia kolaps!

Ketidakhadiran suara-suara, termasuk suaranya sendiri, menjadi alunan nina bobo yang, selama sementara bisa menghapus rasa takutnya menghadapi masa depan. Tapi sendirian di rumah tak akan menyelesaikan masalah, kawan-kawan Assosiasi entah dimana sekarang. Diantara logika dan ekonomi yang kepayahan Penyair keluar ke lepau nasi, mencari inspirasi.

Tiba di lepau nasi, terlalu banyak orang-orang baru. Generasi telah berganti dan hampir tidak ada lagi para lelaki di zamannya, maka ia duduk memesan kopi dan duduk di sudut. Membawa catatan, ia pura-pura membaca dan mengamati segala tingkah polah para pengunjung lepau nasi. Maka ia menyambut kesendiriannya, dan kedamaian yang dialaminya sekarang.

Lama-lama ia menjadi bosan dan nyaris pulang, sampai. Sekumpulan anak muda duduk di dekatnya, ia tersenyum. Terlihat dari wajah mereka, dan “blink” ia melihat cuplikan tipis dan menyaring faktor-faktor kemungkinan terpenting dari sejumlah kemungkinan yang menggunung. Mereka adalah bujang lapok generasi baru!

Mereka bercerita, betapa sulitnya menjadi bujang. Tentang dunia yang tak ramah kepada mereka yang tak laku-laku atau tentang ekonomi yang kian hari kian sulit. Duhai betapa miripnya hari ini dengan kemarin. Penyair terlalu mencolok, ia tersenyum dan terkekeh mendengar curahan hati mereka, merasa terganggu dan menoleh. Segera mereka melingkarinya, dan tiba-tiba mencium tangan sang Penyair yang legendaris. Mereka mengenalinya!

Setelah Assosiasi Budjang Lapok berhenti beroperasi di dunia persilatan, para bujang lapuk tak punya lagi wadah mengadu. Akan orang-orang yang merasa dapat menjadi hakim atas kehidupan mereka. Beberapa orang yang mengejek beralasan juga dulu menikah karena diejek. Lha, apa ceritanya kejahatan dibalas kejahatan. Ini akan menjadi siklus yang berulang, lingakaran setan. Berbagai intimidasi, paksaan perjodohan kerap mereka alami. Sungguh mereka rindu akan adanya suatu organisasi yang membina mental mereka sebelum menuju gerbang pernikahan. Kangen berat dengan wadah saling menguatkan, sebagai tanda manusia di dunia ini tidak menderita sendirian. Dan mereka hari ini sangat berbahagia, bertemu dengan salah seorang legenda. Sang Penyair!

Dan mereka berkata, “ayo Tuan Penyair ceritakan tentang kisah Kisah Barbarossa dan Assosiasi Budjang Lapok sebagai penghibur bagi kami.”

Dan anak-anak itu juga berkata, “Iya itu adalah salah satu dongeng favoritku. Laksmana Chen gagah berani, bukan begitu?”

“Atau Mister Big, dia adalah  paling termasyur, dan itu artinya dia itu besar sekali.”

“Itu terlalu berlebihan,” kata Penyair, dan ia tertawa, tawa jernih panjang dari dalam hatinya. Suara semacam itu belum pernah terdengar lagi sejak lama. Mereka sekonyong-konyong merasa semua batu mendengarkan.

Tapi Penyair menghiraukan, ia tertawa lagi. “Wah teman-teman,” katanya. “Mendengar omongan kalian entah kenapa membuatku gembira sekali lagi, seolah cerita itu sudah ditulis. Tapi kau melupakan salah satu tokoh utama : Amish Khan yang berhati teguh.” Sambung Penyair

“Kami ingin mendengarkan lebih banyak tentang Tabib Pong. Mengapa mereka tidak lebih banyak tentang menceritakan omongannya?”

“Kisah Tabib Pong, ya padahal itu justru yang kusukai membuatku tertawa.” Kata Penyair.

“Tapi legenda Assosiasi Budjang Lapok tak akan mungkin berhasil tanpa Tuan Takur,  Mas Jaim dan semuanya?”Tambah Penyair

“Nah, Tuan Penyair,” Kata mereka, “seharusnya kau tidak berkelakar. Kami serius.”

“Begitu juga aku,” Kata Penyair, “dan memang begitu. Kita bergerak terlalu cepat. Kalian dan aku masih terjebak di salah satu tempat terburuk dalam cerita ini, dan sangat mungkin seseorang akan berkata pada titik ini, tutup bukunya. Kami tidak ingin membacanya lagi.”

“Mungkin,” Kata Mereka, “tapi bukan kami yang akan berbicara begitu. Peristiwa yang sudah berlalu dan dijadikan bagian dari cerita-cerita besar memang berbeda”.

“Baiklah kalau begitu, aku akan bercerita.” Kata Penyair.

“Assosiasi Budjang Lapok. Mereka tertawa, dan keheningan yang biasanya timbul ditengah percakapan kembali menyerang mereka, celah yang terbentuk akibat keletihan, keakraban, dan kebalikannya akibat sekian banyak pertentangan yang telah diberikan mereka yang sebelum ini telah menjadi kehidupan seiring sejalan tanpa pertentangan.”

“Mereka bukanlah makhluk fantasi. Suara gelak tawa mereka menggelegar. Dan, ah, mereka pun bicara bahasa yang sama. Mereka ternyata adalah orang-orang normal, yang juga punya empati, emosi, impian, dan kebahagiaan. Perasaan mengguncang, dulu mereka hanya tampak sebagai makhluk-makhluk modern dan tinggi hati dari dunia yang lain dari dunia yang bergelimang kemakmuran. Tetapi, kini, saya hidup di tengah mereka. Mendengar kisah mereka, menghirup udara yang sama dengan mereka, ikut bersedih mendengar keluh kesah mereka.”

“Apakah mereka punya fantasi yang sama! Legenda tinggallah legenda, fantasi bergulat dengan fantasi, tetapi tak terjamah oleh kejamnya sekat perbatasan yang memisahkan, dan takdir ini ditentukan oleh orang-orang tak dikenal, namun tak terlupakan, nun jauh disana.”

Malam semakin larut, begitupun para pendengar cerita yang dituturkan Penyair, mereka larut seolah ikut dalam petualangan-petualangan di masa lalu.

Menjelang berakhir Penyair menghimbau, “wahai para bujang lapok diseluruh dunia. Bersatulah! Jangan biarkan ada siapapun yang merendahkan kalian. Dan jika ada yang berhak menertawakan kalian, itu hanya Tuhan sendiri!” Dan mereka semua terkesima dengan kharisma sang Penyair.

X

Sementara itu, masih di lepau nasi yang sama, di sudut yang berbeda. Barbarossa gusar, dia menikmati kopi sendirian, ia melengguh. “Dasar kutu kupret, badak bercula dua! Kemana kawan-kawan Assosiasi? Kenapa tidak pernah ada kabar lagi.” Memukul meja, ia merasa kesal pulang tanpa melihat kiri dan kanan, melewati Penyair dan gerombolannya.

X

KATALOG SERI ABL

  1. GEMPAR
  2. TERLARANG
  3. NASIB
  4. RAGA
  5. BOIKOT
  6. RISAU
  7. BAHAGIA
  8. BERAI
  9. LALAI
  10. CIDUK
  11. UNDANGAN
  12. LINGKARAN
  13. PLEDOI
  14. KURANG
  15. HILANG
  16. DENDANG
  17. PERKASA
  18. ENIGMA
  19. ALIANSI
  20. MEMORI
  21. BAYANGAN
  22. MERAJOK
  23. BATAS
  24. ILUSI
  25. EVOLUSI
  26. BUKU
  27. VIRTUE
  28. REALITAS
  29. KRISIS
  30. BERSATULAH
  31. AKHIR

About tengkuputeh

Cepat seperti angin // Tekun seperti hujan // Bergairah seperti api // Diam seperti gunung // Misterius seperti laut // Kejam seperti badai // Anggun seperti ngarai // Hening seperti hutan // Dalam seperti lembah // Lembut seperti awan // Tangguh seperti karang // Sederhana seperti debu // Menyelimuti seperti udara // Hangat seperti matahari // Luas seperti angkasa // Berserakan seperti debu //
This entry was posted in Asal Usil, Cerita, Kisah-Kisah and tagged , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.