BAHAGIA ASSOSIASI BUDJANG LAPOK
Suatu hari dimasa yang akan datang, siapakah yang tahu akan pasti, apa yang terjadi. Kini adalah sekarang. Maka sekarang, sebelum dikuasai oleh istri cerewet atau enggan meninggalkan istri cantik dirumah. Sekarang, sebelum semua kebebasan itu pergi. Sebelum menjadi lelaki paruh baya, yang mungkin panik dan takut mengambil resiko. Bertualanglah, membuka cakrawala panorama pemikiran. Merasakan apa yang patut dirasakan, melihat dunia dari sisi berbeda. Untuk apa? Demi batin yang kaya, wawasan yang berpijak akan keluasan jiwa.
Dimasa bujang, sesuatu yang pasti akan dirindukan, betapapun bahagia nanti. Nanti ketika telah berkeluarga. Bahagia untuk apa? Bahagia untuk sebuah harga diri. Bahwa di masa bujang bahagia, jangan sampai ketika menikah menderita. Bahagia, berarti berkemampuan untuk berbahagia, dan untuk membahagiakan. Bahwa batin mungkin tak terukur, namun setiap orang punya ukuran masing-masing.
Ini bukan cerita untuk menunda-nunda, namun lebih kepada keadaan. Keadaaan dimana satu ketidakberuntungan bertemu secara acak dengan ketidakberuntungan lain. Satu hal yang mungkin dapat dikatakan negatif. Lucunya, semua lupa bahwa perkalian antar negatif menghasilkan bilangan positif. Hidup layaknya sebuah permainan, kadang menang dan kalah. Namun tetap harus berlanjut. Disanalah lahir sebuah syair, tentang para pangeran yang tak pernah takluk, ia dibentuk oleh rasa penuh, hasrat bahkan meluap-luap dalam kekosongan.
Ada masa-masa gairah itu seakan tak ada, ketika Assosiasi tak bermarkas dilanda sepi. Dimana para sahabat, rekan, sejawat senasib entah kemana, atau dimana. Tak seorang pun bersendiri, layaknya sebuah pulau berdiri sendiri. Tapi Santiago, berjuang sendiri ditengah lautan. Tabib Pong kembali dari seberang lautan ke Bandar, namun pergi lagi. Menunaikan amal bakti menuju Selatan. Tuan Takur nan jujur namun meringis, pergi mengurusi berekar-ekar sawahnya di Negeri Seribu Sawah. Professor Gahul, ehem. Meningkatkan kecerdasannya yang cerdas kepulau seberang. Menangguk ilmu dari para cendikia di negeri hujan bunga. Mister Big pulang ke sebelah gunung hanya untuk bercukur. Sekaligus memastikan kebun pinang aman. Amish Khan jatuh dari kuda, dan tinggal dirumah saja. Tinggallah Barbarossa, Laksamana Chen dan Penyair. Makan di lepau nasi bertiga, hambar. Beramai-ramai lebih baik, setiap karakter memiliki karakternya sendiri, unik dan menarik sehingga ada rasa kehilangan. Mungkin ikatan persahabatan itu tak sekuat rasa cinta, namun ia menguatkan ketika cinta terpuruk.
Adakala Penyair kehilangan kata, seolah inspirasinya mengawang-awang. Laksamana Chen kumat malasnya dan Barbarossa tertawa sendirian. Cuaca mendukung, dengan lalat-lalat berterbangan. Uap naik menuju langit, teh menjadi dingin. Hening dan tak tahu hendak berbuat apa.
“Belum pernah sejak Assosiasi berdiri saya sebosan ini? Gejala apa ini?” Penyair buka suara.
“Itulah, akupun malas.” Laksamana Chen memainkan alis, bermuka masam melihat Barbarossa yang tertawa-tawa sendiri.
Barbarossa tersenyum mengejek, mulutnya dimiringkan ke atas. Gaya khas kalau sedang meremehkan. Meremehkan Penyair sekaligus Laksamana Chen.
“Kalian berdua terkena gejala mau kawin, ada banyak kejadian serupa pada kawan-kawan lain. Apalagi kau Laksamana Chen, tua dan malas sudah saatnya mencari istri untuk mengurusi.”
Penyair tertawa terbahak.
“Tak mungkin, kawin dari Hongkong! Saraf si Barbarossa ini. Aku tidak terima!”
Penyair bengong melihat Laksamana Chen emosian, Barbarossa mengambil posisi Patriach, siap berkhotbah. Ia tidak hanya terampil dan berwibawa. Namun juga mencari masalah, masalah untuk menghidupkan hari yang membosankan.
“Kau pikir masalahmu besar Chen, masalah yang lain juga besar! Bayangkan Santiago yang diseberang pulau, bosan ya sendirian. Atau bayangkan Tabib Pong, ke negeri Naga. Pasti lebih bosan dari kau! Penyair juga, bayangkan Amish Khan yang baru jatuh dari kuda! Ini, kalian berdua, sudah duduk bersama mengaku bosan. Kelakuan kalian macam perempuan saja!”
Penyair adalah tipe dengar kata Barbarossa, menyambut dengan bergembira. Dengan mata merek-melek, pura-pura tafakur. Tapi tidak Laksamana Chen.
“Ternyata Barbarossa punya bakat jadi dosen ilmu agama, sejak kapan penjaga gudang beras bicara moral. Macam paling betul aja.”
Barbarossa, khatib gadungan keringatan sekujur tubuh menjadi penuh peluh.
“Intinya nikmati hari ini Laksamana Chen.” Suaranya mengecil, dan mengeluarkan kaleng tembakau.
“Walau kelakuanku tidak terlalu baik, bukan berarti apa yang aku katakan salah. Siapa yang tidak merasakan kehilangan teman-teman kita yang berpencar entah kemana. Memang, Assosiasi belum lama berdiri, tapi kita semua seolah-olah sudah kenal lama. Cuma, ya terkadang hidup terasa sulit sebelum mudah, kesulitan itu bukan untuk dikeluhkan. Namun dimudahkan dengan keikhlasan.”
Penyair tepuk tangan.
“Tambah khotbah, ku lempar kau dengan kaleng tembakauku.”
Barbarossa dan Penyair tertawa, dan akhirnya Laksamana Chen tertawa juga. Entah bagaimana nasib anggota yang lain. Memang akhirnya tak ada tafsir dari kata bahagia, namun apa yang ada hari ini di Assosiasi. Bahwa persamaan derajat itu lebih dirindukan, lebih membahagiakan dibandingkan dengan sekelompok orang-orang yang meneriakkan jargon-jargon surga, namun mengincar neraka. Seperti yang belakangan ini terjadi.
Amish Khan, Mister Big, Profesor Gahul, Tabib Pong, Tuan Takur dan Santiago cepatlah kembali dari petualangan ke pangkuan Assosiasi, kami merindukan kalian semua. Karena kehadiran kalian membawa kebahagiaan, dan kebahagian itu ternyata sederhana.
XXXXXXXXXX
Pada intinya hijrah lah, karena itu akan membentuk cara pandang kita terhadap dunia. Cara pandang luas yang bahkan menemukan kelapangan di tengah kesempitan
Kami berpergian, namun tak tahu pulang kemana
Pingback: BERAI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: LALAI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: CIDUK ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: UNDANGAN ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: LINGKARAN ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: PLEDOI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: KURANG ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: HILANG ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: DENDANG ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: PERKASA ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: ENIGMA ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: ALIANSI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: MEMORI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: BAYANGAN ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: MERAJOK ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: BATAS ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: ILUSI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: EVOLUSI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: BUKU ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: VIRTUE ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: BERSATULAH ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: GEMPAR ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: TERLARANG ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: RAGA ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: BOIKOT ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: KRISIS ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: RISAU ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: BERAI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: LALAI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: CIDUK ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: UNDANGAN ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: BAYANGAN ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: KURANG ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: JAJAK PENDAPAT, ABL TERFAVORIT VERSI PEMBACA | Tengkuputeh
Pingback: BATAS ASSOSIASI BUDJANG LAPOK - TengkuputehTengkuputeh
Pingback: JAJAK PENDAPAT, ABL TERFAVORIT VERSI PEMBACA - TengkuputehTengkuputeh
Pingback: KRISIS ASSOSIASI BUDJANG LAPOK - TengkuputehTengkuputeh
Pingback: AKHIR ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | TengkuputehTengkuputeh
Pingback: NASIB ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: AKHIR ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh