KRISIS ASSOSIASI BUDJANG LAPOK
Fantasi harus berubah bersama waktu, mungkin karena waktu membawa masalah-masalah baru. Tabib Pong pun kian tua. Ia kurang gesit dan bertambah hati-hati. Jika dulu ia menghabiskan tiga kaleng tembakau sehari (tanda kejantanan), kini ia cuma menghisap tiga linting tembakau berkadar tar terendah. Poor Mister.
Assosiasi Budjang Lapok tak lagi suatu kekuatan dunia. Kian lama hanya jadi peran pembantu. Bisa kita bayangkan dalam waktu tak terlalu lama Tabib Pong akan menjadi purnawirawan ABL (seperti yang lain). Berdiri di tepi pantai, menyiulkan lagu The Beatles, When I’m Sixty-Four.
Tentu, suatu pemandangan menyedihkan. Tapi Tabib Pong memang sudah lama dinujum para ahli. Dia, seperti tokoh dongeng dalam kisah ABL. Ia telah menciptakan gambar dan bayangan diri sendiri. Ia telah menciptakan glamor, glamor akan menciptakan peminat. Dan peminat akan menciptakan permintaan. Keinginan akan mendesak permintaan.
Pada suatu tahap, perekonomian akan tumbuh sehat oleh proses seperti itu. Pada satu tahap, kuda mengkilap, rambut mengkilap dan gadis-gadis mengkilap. Semuanya lancar dan merangsang konsumsi, dan itu artinya memperluas pasar, gaya hidup setinggi itu gampang menular.
Impian memang tak bisa dicegah memasuki kelas yang di bawah. Sampai abad berapapun, impian itu tak boleh di cegah. Idaman hidup enak yang mendorong orang untuk naik ke atas, ditambah dengan kemajuan ekonomi yang terjadi bersama itu, merupakan penggerak demokrasi dan kemakmuran.
Tapi sampai kapan?
Tabib Pong mulai cemas dan mengurangi tembakau. Rasa nyaman, seperti fantasi, berubah bersama waktu. Ketika Mas Jaim telah menikah, Barbarossa dan Amish Khan bersamaan membuka lepau nasi. Tapi siapapun yang mengejar sesuatu yang terus mengelak. Hasilnya adalah kehilangan waktu, tenaga dan pikiran. Keluarga, bisnis dan hidup. Mereka semakin sibuk, dan tak terlihat lagi di jalan-jalan Kota. Waktu adalah hal yang mahal, apalagi secara percuma menemani Tabib Pong berleha sejenak di lepau nasi.
Apakah pilihan lain yang tersisa bagi ABL terakhir ini, di samping proses menuju krisis itu? Membatasi hak orang lain, atau ikut menjangkau-jangkau dan berlomba? Atau membatasi diri sendiri? Seperti Tabib Pong membatasi rokoknya berganti yang lebih sehat seperti shisha?
X
Selamat Ulang Tahun kepada anggota ABL yang paling muda, paling dirindukan dan dicintai, Tabib Pong. Selamat bergabung dalam klub tiga puluh.
XX
KATALOG SERI ABL
Cantik! Ini adalah posting yang benar-benar bagus.
Saya menikmati sekali cerita ini.