BAYANGAN ASSOSIASI BUDJANG LAPOK
Kenangan memberikan begitu banyak detil kehidupan yang bergolak ke dalam adegan-adegannya, sehingga sensasi bersentuhan dengan imajinasi menjadi luar biasa. Maka senyuman mereka terbungkus kenangan dan kerinduan ironis yang tak terucapkan. Kenangan seperti bayangan, sulit ditangani. Apabila diusir muncul ditempat lain menari-nari
Dua puluh tahun dari sekarang. Gulingnya satu penguasa disambut dengan suka cita. Sementara ada yang gemetar ketakutan, bajingan mana lagi yang akan menggantikan? Bandar mengalami revolusi sosial berulang kali di tahun-tahun mendatang, yang luar biasa adalah Laksamana Chen bisa selamat dari pembantaian tanpa cedera sedikitpun. Selama berbulan-bulan dia tetap mengurung diri dirumah. Untuk alasan apa pun, keselamatan ini, suatu nasib baik yang Laksamana Chen tidak pernah berhenti mempertanyakannya.
“Tapi, di manakah semua orang?” Laksamana Chen mengitari lepau nasi dimana biasanya Assosiasi Budjang Lapok berbual-bual, memandang ke halaman yang begitu rimbun dan berbagai semak yang mengelilinginya. Laksamana Chen merasa, mungkin skeptisme adalah sifat pasti yang menjaganya tetap hidup, sedang para sahabat tidak. Tawa Barbarossa, langgam Penyair, lengguhan Mister Big, kepala miring Tabib Pong, gramatikal Amish Khan, senyuman Tuan Takur, sampai kegagapan Mas Jaim musnah bersama mereka, ia rindu. Ia adalah satu-satunya yang tersisa dari ABL, melewati masa-masa sulit.
Sekejap kemudian, asam di dalam perutnya memberontak, ia terhuyung. “Setelah lama waktu berlalu, orang selalu berkata kepadaku semua akan berlalu. Namun bersamaan dengan itu, aku juga membenci diriku. Karena aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku benar-benar benci diriku yang tak punya kekuatan apa-apa. Bila mengingat bertahun yang lalu, aku sangat ingin mengulangi perasaan yang pernah aku alami bersama mereka. Tapi aku juga tidak mau, ada orang lain yang mengalami penyesalan yang sama, seperti aku sekarang.”
“Ini hanya mimpi, mereka akan kembali.” Bila memikirkan hal tersebut perihnya semakin menyakitkan, ia terjatuh pingsan. Suasana hening sering dalam adegan filem lama, beratnya sejarah yang bisa dirasakan dalam keheningan. Dalam ketidaksadaran tersebut ia bermimpi.
X
Bandar setahun lalu. Hari itu panas dan lembab menyesakkan panas, dengan guntur di udara. Di lepau yang riuh, Laksamana Chen tua tersesat di masa kini. Ia mengangkat sebuah piring kecil dengan kedua tangannya. Dia menundukkan kepalanya dan menyenandungkan sebuah doa. Tiba-tiba terdengar keributan dari ruang depan, begitu kerasnya sehingga semua orang mendonggak melihat. Segerombolan orang merangsek masuk ke lepau nasi. Laksamana Chen menjadi pucat pasi ketika mengetahui pimpinan mereka : Barbarossa. Ia, bertemu dengan komplotannya di masa lalu.
Barbarossa tersenyum, memamerkan garis nikotin di celah antara gigi-giginya. “Aha, ini dia meja yang aku cari. Menghadap kearah jalanan luar, pemandangan yang bagus.” Ia memukul meja, seolah pemilik lepau nasi. Duduk tepat di depan meja Laksamana Chen tua, satu persatu anggota ABL masuk. Mister Big, Amish Khan, Penyair, Laksamana Chen muda, Tuan Takur dan akhirnya Mas Jaim yang tergopoh-gopoh dibelakang. Terakhir yang selalu terlambat datang, Tabib Pong menyusul.
Laksamana Chen tua tersenyum lemah, “mereka sepertinya selalu bahagia bersama. Seandainya tuhan tidak mengambil mereka dengan begitu cepat, begitu tiba-tiba.” Ia menelan ludah, “ini adalah masa-masa puncak ABL selaku organisasi, mereka semua masih bujangan. Ada banyak petualangan menanti ke depan.”
Mister Big memandang sekilas ke Laksamana Chen tua yang mengalihkan pandangannya. Sisa-sisa kekuatan Laksamana Chen tua sepertinya telah habis karena kepanikannya tiba-tiba dan sama sekali tidak mampu berdiri, kemudian kilasan kenangan saat itu membayang di matanya. Dulu, Mister Big pernah berkata kepada teman-teman ABL, dengan suara rendah dan malu-malu ada seseorang yang mirip Laksamana Chen di belakang. Kelak, orang tersebut hampir selalu berhadir ketika ABL di lepau nasi, seolah dengan dunianya sendiri. Hanya Penyair! Yang berasumsi bahwa orang tersebut adalah Laksamana Chen tua, menilik masa lalu dengan mesin waktu ketika seluruh ABL meninggal. Tak sangka, orang tersebut memang adalah dirinya. Dan, untunglah Penyair adalah seorang penyair dengan pikiran konyolnya, sehingga tidak ada satu orang pun di antara ABL yang menanggapi serius hipotesa tersebut.
Terdengar tawa berderai-derai. Laksamana Chen tua merasa mual, ia mengeram sakit di perut. Dia mengepalkan tangannya. Air mata menggenang di pelupuk matanya. Apakah ia di masa depan sanggup kehilangan mereka semua. Takdir ini tidak boleh dibiarkan.
“Andai dulu aku mememiliki pengetahuan yang kumiliki sekarang.” Tunggu dulu! Laksamana Chen tua mengantongi nama-nama orang yang bertanggungjawab atas kematian para sahabatnya. Mereka adalah orang-orang sangat berkuasa di masa depan, tapi itu masih masa depan. Hanya satu kata yang terlintas dikepalanya, “lenyapkan”. Tapi apakah seorang Laksamana Chen bisa membalikkan waktu? Entahlah, tapi setelah apa yang terjadi di masa depan. Ia sanggup melakukan kebrutalan dengan gaya yang anggun, ia akan melakukan serangkaian tindakan berdasarkan keyakinan berapi-api yang justru membekukan hati, sebuah penampilan kehilangan yang menakutkan.
XX
Satu tahun berlalu di Bandar, berbagai pengetahuan yang ia miliki tentang masa lalu membuat Laksamana Chen tua tetap hidup. Ia dapat saja mendiktekan kisah hidupnya dan dengan bangga menyombongkan diri bahwa ia telah menyingkirkan “para pembuat onar” di masa depan yang akan melemparkan Bandar dalam kekacauan. Mungkin saja ia merasa seperti Nabi Khaidir di hadapan Nabi Musa, jika saja ia bercerita. Tapi tidak, dengan menyatakan tugasnya telah selesai. Laksamana Chen merasa sudah saatnya ia kembali ke masa depan, untuk menghadapi kisah berbeda dengan apa yang ia tinggalkan terakhir.
Ia mengendap perlahan, kemudian beristirahat dengan bersandar di dinding lepau nasi. Laksamana Chen tua merasa memang semakin lemah. Misi terakhir telah menguras terlalu banyak energinya. Di sekitar, dia mengamati sekelompok orang yang terlihat begitu semangat. Dilihat dari cara mereka berbicara secara berbicara secara bersamaan, tampaknya mereka membicarakan hal yang sangat penting. Aha, diantara orang-orang tersebut, ia mengenali salah seorang kenalan lama, Barbarossa dan Tabib Pong serta Penyair. Dari balik dinding, ia menajamkan telinga.
“Jadi kapan seri ABL terbaru dikeluarkan!” Kata Barbarossa mendesak.
Penyair menarik nafas tajam. “Sepertinya serial ABL tidak akan ada yang baru.”
“Apa yang terjadi, Penyair?” Tabib Pong berpaling kepada Penyair.
Penyair tersenyum penuh arti. “Tidakkah kalian sadar Barbarossa dan Tabib Pong, kapal Assosiasi ini akan segera karam.”
Barbarossa mengangkat satu alis. “Jangan-jangan Penyair sudah memiliki pilihan hati, jadi ia tidak ingin terlihat rapuh.”
Penyair menggeleng.
“Jika pun di antara kita semua hanya tinggal kita bertiga, tidak selayaknya kisah ini di hentikan. Tidakkah kamu bayangkan Penyair, kisah yang kamu tulis ini menjadi perekat antara kita. Aku sangat senang humor mengalir dalam kisah yang kamu tuliskan.” Kata-kata Tabib Pong merembes keluar ke tempat persembunyian Laksamana Chen. Ia mencoba mengingat, (dulu) kisah mereka tidak pernah dituliskan. Sejarah telah bergeser, dan diantara mereka semua, Laksamana Chen tua paling tahu bahwa Tabib Pong bukanlah penikmat sastra. Di luar bidang pertabiban, Tabib Pong bisa dikatakan tidak pernah membaca!
“Jika kalian bertanya kepada beta, kisah ini baik di hentikan.” Kata Penyair. “Bandar telah menjadi tempat yang kejam. Kisah Assosiasi Budjang Lapok, namanya saja begitu meracuni para reaksioner yang berpikiran sempit untuk menyerang beta.”
Barbarossa kesal. “Aku tidak percaya seorang Penyair serapuh ini. Pasti ada seorang perempuan yang mempengaruhi dirinya, sehingga ia rela mengubah dunianya untuk perempuan tersebut.” Ia melirik Tabib Pong.
Tabib Pong yang diam sedari tadi menganguk-anguk menambahkan, “rapuh.” Diluar Laksamana Chen tua, berusaha keras menahan cekikan. Bagaimanapun, kolaborasi Barbarossa dan Tabib Pong selalu padu. Oleh karena itu mereka dijuluki “testis” oleh yang lain, jika saja Penyair sadar.
Penyair menggerutu, “beta senang menulis komedi, apalagi jika beta melihat sesuatu untuk ditertawakan. Tapi segala sesuatunya berubah terlalu cepat, orang-orang terlalu gelisah dan memanipulasi ketakutan mereka dan akibatnya adalah suatu reaksi yang buruk.” Penyair menghela nafas. “Menurut beta, selaku orang yang kalian percaya menuliskan kisah ini menjadi satu-satunya orang yang diserang paling berat.”
Barbarossa tidak tahan lagi mendengarnya, “Penyair! Kamu bisa tidak berbicara tidak menggunakan perumpamaan yang terlalu sulit dimengerti orang-orang seperti kami.” Ia menunjuk kepalanya.
“Sebenarnya bukan seperti itu Barbarossa, kita kenal Penyair. Dia adalah seseorang yang paling merahasiakan benaknya. Dia paling benci kelemahannya diketahui, aku rasa belakangan ini melalui tulisannya ia merasa terpetakan. Itu menganggunya.” Kemudian Tabib Pong tersenyum nakal, “kesimpulan aku, rapuh.”
Penyair mulai tegang. Dia membuka mulutnya untuk mengubah topik pembicaraan, “Apakah kalian baru-baru ini melihat orang yang mirip Laksamana Chen itu?”
“Dia sudah jarang terlihat.” Jawab Tabib Pong, kelegaan mengalir di wajah Penyair akan tetapi di lain pihak Laksamana Chen tua yang bersembunyi dibalik dinding kebat-kebit.
Tapi Barbarossa tetap fokus memulai omongan besarnya, “Penyair jika kamu tidak ingin kami cap rapuh, lanjutkan menulis cerita Assosiasi Budjang Lapok. Ada banyak hal yang bisa kamu kembangkan disekeliling, meski jumlah kita semakin susut.”
“Baik. Baik. Baik.” Penyair mengulang tiga kali kata baik. “Beta akan menuliskan cerita ABL yang kejam, yang mengerikan. Supaya kalian tahu.”
Tabib Pong dan Barbarossa tertawa senang.
Laksamana Chen tua disisi lain merasa telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Ada detil-detil yang berubah dimasa ini, Laksamana Chen telah memutuskan bahwa akan lebih baik jika orang-orang ini, yang ia cintai tidak boleh mati. Apapun akan dilakukan, bukankah “sebuah keadilan yang ekstrem adalah sebuah ketidakadilan ekstrem”. Ia telah melaksanakan sesuatu hal yang ia rasa perlu dilakukan. Dan telah menemukan penegasan bahwa sejarah telah berangsur berubah.
Dengan senyum lebar, Laksamana Chen tua melangkah ke depan. Dia tersandung ambang pintu dan kehilangan keseimbangannya, terhuyung-huyung jatuh tak sadarkan diri (kembali).
XXX
Orang-orang (bisa) memaafkan segala musuh terkeji dan terjahat (sekalipun). Akan tetapi orang-orang sulit (bisa) memaafkan diri sendiri. Karena penyesalan terdalam bukanlah sebuah kegagalan dalam usaha, melainkan tidak melakukan apa-apa. Membiarkan sesuatu (yang) terbaik dalam hidup pergi tanpa usaha mempertahankannya. Dalam hidup orang-orang memaki masa kini sebagai masa lalu yang cacat, karena beberapa hal dalam hidup (memang) tak tergantikan, sekuat apapun orang-orang mencoba. Wassalam.
XXXX
Pingback: JAJAK PENDAPAT, ABL TERFAVORIT VERSI PEMBACA. | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: MERAJOK ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: BATAS ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: ILUSI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: EVOLUSI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: BUKU ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: VIRTUE ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: BERSATULAH ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: GEMPAR ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: TERLARANG ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: RAGA ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: BOIKOT ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: KRISIS ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: RISAU ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: BAHAGIA ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: BERAI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: LALAI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: CIDUK ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: UNDANGAN ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: MERAJOK ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: KURANG ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: JAJAK PENDAPAT, ABL TERFAVORIT VERSI PEMBACA | Tengkuputeh
Pingback: PLEDOI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK - TengkuputehTengkuputeh
Pingback: MERAJOK ASSOSIASI BUDJANG LAPOK - TengkuputehTengkuputeh
Pingback: NASIB ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: PERKASA ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: NASIB ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: AKHIR ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh