RAGA ASSOSIASI BUDJANG LAPOK
Dunia budjang adalah dunia permainan, dimana semua dibawa dalam canda. Begitu pula Assosiasi Budjang Lapok selalu punya bahan permainan, mungkin dalam diri mereka terdapatlah sisi kanak-kanak yang belum terpuaskan dengan penuh pada waktunya. Sehingga berkelanjutan sehingga dewasa.
Tiada manusia yang sempurna dan itu adalah manusiawi, Assosiasi sangat memahami hal ini. Karena manusia sempurna adalah kebohongan semata. Dan jika ada merasa dirinya sempurna maka itu semua tak lebih merupakan kesempurnaan yang menjijikan. Karena manusia tiada suci lagi menyucikan.
Alkisah si penyair adalah seorang yang mencintai permainan sepak raga. Mencintai dalam arti bukan ahli padanya (setidaknya ia sudah mencoba bergabung namun selalu tak masuk pilihan utama), tapi menikmatinya menggunakan hati. Dan perkumpulan yang menjadi kebanggaan penyair adalah Persekutuan Sepak Raga Seniman (PSRS). Dan bila PSRS bermain maka dipastikan si Penyair akan meninggalkan waktu berbual-bual dengan anggota ABL lain demi menyaksikan tim kesayangannya.
Penyair sendiri bukanlah seorang penyair, dulu ia pernah mencoba hingga mendapati bahwa syairnya bermutu rendah dan tak diterima khalayak ramai. Ia masih mempunyai rencana cadangan karena bercita-cita dari masa kanak-kanak menjadi penjaga pameran barang antik kerajaan, namun sekali lagi ia merasakan kegagalan. Dan anehnya kerajaaan menerima Penyair sebagai pemungut cukai dipasar. Sebuah kedudukan elit di negeri Bandar, sebenarnya penyair tak sebegitu tertarik, namun periuk nasi butuh beras untuk diisi. Penyair pun berpikir daripada menjadi bujang lapok yang memberatkan orang tua, maka jadilah.
Menjadi pemungut cukai dipasar berarti memiliki koin yang baik. Begitulah anggapan awam. Namun walaupun pemungut cukai yang lain sudah memiliki banyak sawah dan kuda si Penyair masih berjalan kaki. Ketika sejawat bertanya kepada Penyair mengapa bisa? Penyair berkata koinnya sedikit. Dan saat mereka mentertawakan bahwa koin tak berbunyi giliran penyair mengkerutkan kening, karena koin dalam bentuk dinar (emas), dirham(perak), ketip (tembaga) bukankah kalau digoyang dari kantongnya tetap berbunyi juga? Tapi penyair walaupun seorang penyair gagal namun tetap memiliki jiwa seni, sehingga tak terlalu terikat materi sehingga tak ambil pusing.
Menjadi pemungut cukai dipasar berarti harus duduk di lapak pasar dari selepas Shubuh hingga sebelum Ashar sesuai jam kerja pasar. Tidak boleh berpindah, kecuali masa istirahat shalat Dhuhur sekaligus makan siang. Menjadi pemungut cukai juga merupakan sasaran kebencian para pedagang. Entah siapa yang culas dalam hubungan ini, penyair tak peduli. Wajar bila si Penyair menjadi pemungut cukai yang paling sering melamun ketika bertugas. Dan si Penyair adalah pemungut cukai dengan prestasi biasa saja. Sangat biasa dan terlewatkan jika anda ke pasar Bandar.
Tiada yang selamanya baik dan selamanya buruk, mereka beriringan dalam kehidupan. Kehidupan bukanlah layar hitam putih. Ia penuh warna sehingga kadang bahkan kelabu bila dengan komposisi sempurna akan terlihat indah. Dan cinta tak dapat dipalsukan bahkan jika seluruh dunia palsu. Oleh karena si Penyair tak pernah melewatkan satu pun pertandingan PSRS Seniman maka ia diangkat sebagai penasehat, yang termuda. Paling murah senyum, paling santun berkata-kata namun paling beringas teriakannya jika PSRS bermain dan tentunya paling syahdu menyanyikan himne PSRS. Sesuatu yang menurut penyair adalah pekerjaan hati yang selayaknya dilakukan dengan sepenuh jiwa.
Dan kisah ini bercerita tentang sebuah masa, masa ketika PSRS memperebutkan kejuaraan Liga Bola Raga Bandar melawan saingannya dimasa lalu, Persekutuan Serikat (PS) yang anggotanya terdiri dari perkumpulan bola raga penjaga istal kuda dan pelayan raja-raja. Dulunya merupakan yang terkuat di negeri Bandar namun pernah terbukti menyuap hakim. Namun itu bertahun yang lalu, sekarang Perserikatan Serikat telah diizinkan bermain kembali. Menunjukkan perilaku baik dan langsung menggebrak meninggalkan tim-tim lain dan hanya tinggal bersaing dengan PSRS dalam menjuarai Liga Raga.
Dan dalam pertandingan bergengsi tersebut penyair hadir satu jam sebelum pertandingan. Dan permainan berlangsung dengan nominasi PSRS. Beberapa kali hakim membuat keputusan menguntungkan Persekutuan Serikat, penyair mengurut dada. “Saya pikir hanya kesalahan manusia semata.” Begitu kata hatinya. Kejar mengejar angka terus berkelanjutan hingga tiba disaat penentuan sebuah angka dimana kedua tim sama. PSRS berhasil memasukkan angka tapi hakim mengatakan keluar. Bahkan para pemain Persekutuan Serikat terkejut karena mereka memenangkannya, seluruh penonton riuh namun hakim tak peduli pemenangnya adalah Persekutuan Serikat.
Penyair seumur hidupnya tak pernah bertaruh, namun dalam sekejap luka lamanya terbuka kembali. Luka dimana ketika Persekutuan Serikat jaya dulunya mereka menggunakan cara-cara kotor, seperti menyuap hakim. Dan yang paling menyakitkan bagi penyair adalah ketika dia masih teramat belia, idolanya Midun dipatahkan kakinya oleh orang-orang suruhan Serikat Pekerja, tiada pernah ada keputusan dari kadi karena mereka dekat dengan orang-orang kerajaan. Kejadian ini mengendap dan Midun pun menghilang ditelan angin.
“Saya pikir mereka sudah berubah, ternyata mereka masih saja culas!” Berkata Penyair kepada ketua PSRS yang berdiri disampingnya, dan tanpa memperhitungkan posisinya sebagai penasehat yang seharusnya menasehati, tanpa memperhitungkan dirinya yang semakin menua, tanpa mempedulikan apa-apa Penyair mendatangi kerubungan massa yang memprotes hakim yang acuh tak peduli. “Mati!!!” Tunjuknya, emosinya telah lama tertahan, rasa sakitnya sudah bergumpal bertahun hingga ia tak peduli. Situasi hening, dan ketika Penyair hendak melepaskan serangan mematikannya, seseorang menariknya kembali. Hampir penyair melayangkan tinju pada yang menariknya hingga ia sadar. Bahwa yang menariknya adalah Ketua PSRS, orang lebih merasakan sakit dari yang ia rasakan. Seseorang yang membangun PSRS dari awal dan tiada. Pastinya akan merasakan kezaliman ini dengan lebih pedih.
“Penyair sudah bukannya lagi zamannya kekerasan, kita sudah dewasa untuk memahami demi kedamaian terkadang harga diri harus dikesampingkan. Apa jadinya bila kamu yang seharusnya menjadi penasehat terbakar, maka akan terjadi keriuhan massal. Tenangkan dirimu. Perbanyak Istighfar, sekarang saya akan meminta mereka bubar. Bagaimanapun kita harus menerima hasil ini.” Setelah menarik Penyair ke tepi ketua PSRS mendatangi massa dan menenangkannya.
Penyair terduduk di rerumputan dan ia tersadar mengapa ia sangat mencintai permainan bola raga terutama PSRS. Karena disini mereka terangkum sebagai keluarga, keluarga besar yang sabar dan tawakkal. Memiliki persamaan pemikiran bahwa kemenangan harus diraih dengan semangat keadilan, namun tak harus beringas bila dizalimi. Karena permainan ini walaupun ia merupakan kehidupan, ia tak lebih adalah permainan. Kehidupan adalah permainan belaka.
Setelah berpamitan penyair berjalan gontai, ia tak pulang kerumah namun ke lepau nasi. Disana ia dan para anggota ABL telah bersepakat untuk bertemu sebelumnya. Bahwa kehidupan memiliki banyak sisi, dan kita tak boleh patah. Terutama si penyair karena ia adalah jiwa dari Assosiasi Budjang Lapok. Raga boleh terpenjara, namun jiwa harus bebas berkelana.
Dan di lepau nasi itu pun adegan kehidupan berjalan kembali.
XXX
Pingback: BOIKOT ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: RISAU ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: BAHAGIA ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: BERAI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: LALAI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: CIDUK ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: UNDANGAN ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: LINGKARAN ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: PLEDOI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: KURANG ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: HILANG ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: DENDANG ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: PERKASA ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: ENIGMA ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: ALIANSI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: MEMORI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: BAYANGAN ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: MERAJOK ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: BATAS ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: ILUSI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: EVOLUSI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: BUKU ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: VIRTUE ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: BERSATULAH ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: GEMPAR ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: TERLARANG ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: BOIKOT ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: RISAU ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: BAHAGIA ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: KRISIS ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: BERAI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: LALAI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: CIDUK ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: UNDANGAN ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: LINGKARAN ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: BAYANGAN ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: MERAJOK ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: KURANG ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: JAJAK PENDAPAT, ABL TERFAVORIT VERSI PEMBACA | Tengkuputeh
Pingback: PLEDOI ASSOSIASI BUDJANG LAPOK - TengkuputehTengkuputeh
Pingback: AKHIR ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: NASIB ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh
Pingback: AKHIR ASSOSIASI BUDJANG LAPOK | Tengkuputeh