MASIHKAH ORANG ACEH BERJIWA PENYAIR

Syair Hikayat Perang Sabi (Hikayat Perang Sabil) Koleksi Museum Aceh sebagai penyemangat pejuang Aceh dalam melawan agresi Belanda.

Syair Hikayat Perang Sabi Koleksi Museum Aceh

MASIHKAH ORANG ACEH BERJIWA PENYAIR

Pada masa lalu orang Aceh sebagaimana orang Arab adalah suatu bangsa penyair, memiliki pembawaan, lebih dapat merasakan kata-kata bersajak, dalam ucapan maupun kalimat biasa. Bangsa Arab pada masa jahiliyah maupun bangsa Aceh sebelum Islam, sudah terdapat karangan-karangan sastra sejak zaman purbakala.

Orang-orang Aceh dahulu sebelum Islam pernah memakai aksara nenek moyang yang berasal dari Campa atau India, tetapi ketika agama Islam masuk ke Aceh hanya mengenal huruf Arab. Hal ini membuat hikyat-hikayat Aceh yang masih tersimpan dalam bentuk syair tertulis dengan aksara Arab. Para penyair menghafal hikayat-hikayat digemarinya, kemudian diucapkan kembali. Banyak pula yang membuat karangan dalam pikirannya kemudian  dinyanyikan dalam bentuk hikayat bersajak, sehingga terjadilah banyak keadaan ketika sebuah hikayat diceritakan oleh orang berbeda maka agak berlainan syair-syairnya. Seperti cerita wayang yang memiliki perbedaan cerita ketika berbeda dalang.

Naskah tulisan Gayo-Linge. Diduga masuk kategori Melayu Tua.

Mengenai sastra Aceh, Snouck Hurgronye dalam karyanya The Atjehers menyebutkan yang kami dimaksudkan dengan kesusasteraan disini adalah suatu karya yang menarik, berisi pelajaran dan pembangunan budi orang Aceh, disusun dalam bahasanya sendiri. Sengaja saya gunakan kata-kata “disusun” dan bukan “ditulis”, karena ada hal-hal yang tidak dapat dituliskan.

Hikayat Malem Dagang dan Hikayat Pocut Muhammad, dua syair tentang pahlawan bangsa Aceh di masa lampau. Disampaikan secara tertulis sambung menyambung antar generasi. Sementara ada juga Hikayat Prang Kumpeni, sebuah syair dikarang untuk membakar semangat rakyat Aceh melawan Belanda dikarang oleh Dokarim seseorang yang tidak tahu bagaimana membaca dan menulis, semua diucapkan berdasarkan. Kemudian Snouck meminta Belanda agar syair-syair Aceh tersebut untuk dituliskan.

Maka hikayat-hikayat dan syair-syair barulah ditulis dengan huruf latin (sebelumnya huruf Arab) setelah sebelumnya Snouck Hurgronye menciptakan transkripsi dalam huruf latin dengan mengambil ejaan bahasa Perancis, dikarenakan huruf hidup bahasa Perancis banyak ditemukan kesamaan dengan huruf hidup bahasa Aceh. Tidak diambil dari bahasa lain seperti Melayu ataupun Inggris dikarenakan tidak cukup memberikan kesamaan bentuk-bentuk suara dalam bahasa Aceh.

Berdasarkan hasil observasi penulis kesusasteraan Aceh dibagi dalam dua bagian. Pertama bersifat prosa atau haba, kedua bersifat puisi atau sajak seperti hikayat atau narit. Kedua jenis ini ada yang bersifat ilmu pengetahuan, sejarah atau roman. Ada juga yang bersifat nasehat agama, bacaan anak-anak atau bacaan umum. Sampai dengan saat ini Aceh merupakan daerah yang memiliki banyak kepustakaan sastra dalam berbagai bentuk dan jenis penggolongan. Ketika seorang anak Aceh lahir sampai tahun 1990-an maka diayunan dia akan dilantunkan syair-syair oleh ibunya, maka seharusnya setiap orang Aceh adalah seorang penulis dan penyair bahkan sebelum dia bisa berdiri.

Foto illustrasi pernikahan Aceh diambil tahun 1988, salah satu modelnya adalah Cut Keke.

Foto illustrasi pernikahan Aceh diambil tahun 1988, salah satu modelnya adalah Cut Keke (kanan).

Mengapa hari ini hampir tidak ditemukan hasil sastra saat ini? Sejak Jepang menduduki Aceh di tahun 1942 tidak pernah ada lagi kegiatan dari pemimpin yang memerintah mendukung kegiatan kesusasteraan Aceh, tidak ada dukungan agar muncul penyair-penyair yang gemilang di zaman ini. Jika sesudah masa itu muncul orang-orang Aceh yang menonjol adalah mereka yang tumbuh sendiri, yang tidak mempelajari struktur bahasa dan sejarah Aceh, hanya mempelajari bahasa Aceh dari sekitar lingkungannya secara otodidak, dan tidak mengenal susunan-susunan syair Aceh dari hikayat-hikayat dan syair-syair Aceh di masa lampau yang terkenal baik mutu bahasanya.

Syair Dodaidi yang sejak zaman Sultan Iskandar Muda (abad 16) biasa dinyanyikan seorang Ibu Aceh kepada anaknya dalam ayunan, sebuah lagu dengan kualitas tinggi dari masa lampau bahkan sudah hampir tidak terdengar lagi di setiap rumah tangga Aceh sejak tahun 2000-an. Hal ini adalah sebuah gejala yang akan bermuara kepada jiwa-jiwa syair orang Aceh semakin hari semakin menurun. Bukan tidak mungkin suatu hari nanti, kita akan menangisi kepunahannya.

Beberapa artikel terdahulu:

  1. PEREMPUAN ACEH FULL POWER; 4 AGUSTUS 2008;
  2. FILOSOFI GOB; 10 OKTOBER 2011;
  3. GAM CANTOI TIADA; 30 MARET 2013;
  4. SYARIAT ISLAM SIAPA TAKUT; 6 JUNI 2017;
  5. HIKAYAT SUKU MANTE; 5 JULI 2017;
  6. ASAL MUASAL BUDAYA KOPI DI ACEH: 1 AGUSTUS 2017;
  7. MATA UANG EMAS KERAJAAN-KERAJAAN DI ACEH; 19 SEPTEMBER 2017;
  8. ACEH PUNGO (ACEH GILA); 8 FEBRUARI 2018;
  9. RINCIAN ISI KANUN MEUKUTA ALAMPERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KESULTANAN ACEH DARUSSALAM YANG DISUSUN PADA MASA PEMERINTAHAN SULTAN ISKANDAR MUDA; 26 OKTOBER 2018;
  10. CATATAN SEJARAH RANTAI BABI ATAU RANTE BUIDALAM TULISAN YANG DISUSUN KOLONIAL BELANDA; 26 OKTOBER 2018;
  11. PENEMUAN ARCA KEPALA ALALOKITESWARASEBAGAI JEJAK KEBERADAAN PERADABAN AGAMA BUDHA DI ACEH; 18 NOVEMBER 2018;
  12. HADIH MAJA PENGAJARAN SERTA HIBURAN WARISAN LELUHUR; 27 MARET 2019;
  13. HAME ATAU PANTANGAN ORANG ACEH DARI MASA LAMPAU; 19 JUNI 2019;
  14. LOKASI ISTANA KERAJAAN ACEH DULU DAN SEKARANG; 27 FEBRUARI 2020;
  15. GEREJA PERTAMA DI ACEH; 12 JULI 2020;
  16. SISTEM PERPAJAKAN KERAJAAN ACEH; 20 AGUSTUS 2020;
  17. BUSTANUS SALATIN PANDUAN BERKUASA PARA SULTAN ACEH; 27 SEPTEMBER 2020;
  18. PARA ULEEBALANG RAJA KECIL DI ACEH DARI MASA KESULTANAN SAMPAI REVOLUSI SOSIAL (1512-1946); 25 OKTOBER 2020;
  19. BERZIARAH KE MESJID ASAL PENAMPAAN DI BLANGKEJEREN GAYO LUES; 17 AGUSTUS 2021;
  20. HIKAYAT SEJARAH ASAL MULA RENCONG; 22 JUNI 2023

About tengkuputeh

Cepat seperti angin // Tekun seperti hujan // Bergairah seperti api // Diam seperti gunung // Misterius seperti laut // Kejam seperti badai // Anggun seperti ngarai // Hening seperti hutan // Dalam seperti lembah // Lembut seperti awan // Tangguh seperti karang // Sederhana seperti debu // Menyelimuti seperti udara // Hangat seperti matahari // Luas seperti angkasa // Berserakan seperti debu //
This entry was posted in Cuplikan Sejarah, Kolom, Mari Berpikir, Opini and tagged , , , , , , , , , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.