Hari ini adalah kemarin
Setiap manusia memiliki hal penting dalam batinnya, itu berupa: Kebaikan, kebenaran, rasa hormat, kebijaksanaan dan keyakinan. Kebijaksanaan bertambah seiring dengan waktu, seiring bertambahnya usia kita bertambah dewasa. Benarkah begitu? Mungkin bisa salah karena ruang dan waktu menyimpan tipu daya bagi mereka yang matanya belum terbuka. Seperti halnya ada kemungkinan bahwa hari ini adalah kemarin, dan ternyata besok (telah) datang tapi kita masih terpaku pada hari ini.
18 Februari 2008, sebelas tahun lalu dari sekarang (tulisan ini dibuat tahun 2019). Ada kesulitan mengingat apa yang mendasari menulis disini, dan ternyata hari itu (telah) terlewat lama, kemudian ingatan dan waktu meninggalkannya meskipun semua ini lahir dari sejarah, bukan dari ketiadaan, ternyata kenyataan masa lalu itu sudah tak terjangkau lagi.
Bilangan tahun berjalan dengan cepat. Akh, sudah tak ingat lagi hitungan hari-hari yang berlalu, entah mengapa kita cenderung mudah melupakan hal-hal bahagia dan tertawa, lebih mengingat hal-hal yang membawa luka, tapi cedera seperti ini pun bisa disembuhkan, tak harus membuat hati dirundung kegelapan, justru seharusnya mengajarkan kebijaksanaan.
Seorang tua pernah berkata kepada. “Terkadang usia panjang (bisa) menjadi kutukan, ketika orang-orang yang kita kenali wataknya, perangainya, tawa dan tangisnya telah meninggalkan kita. Sedang orang-orang baru terus bermunculan tapi ternyata (Kita) tak siap menghadapai polah perangai yang serba baru itu.”
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan usia tua. Ketika rambut telah kehilangan pigmen, ketika gigi-gigi mulai rapuh dan keriput muncul disana-sini. Mungkin batin belum siap tentang ingatan yang masih tertinggal di sana. Tak semua orang berdaya mengelola masa lalu dan berkata “Aku adalah wajah masa lalu. Aku tak berani menghadapi perubahan.”
Perjalanan hidup mentakdirkan kita mengalami berbagai kejadian-kejadian, termasuk ujian untuk bertemu kembali dengan ingatan diri sendiri di masa lalu. Mengenang wajah-wajah mereka yang terluka dengan teruk, kecewa sangat akan laku dahulunya. Dan ternyata tak ada yang bisa kita perbuat pada apa yang terjadi di masa lalu. Kita tahu dan paham bahwa sejarah tak mengenal kata, “seandainya.” Tiada dan tak akan pernah.
Maka sungguh seharusnya tiada yang patut terlalu dirayakan ketika usia bertambah. Sesungguhnya neraca usia telah berkurang di Lauhul Mahfudz. Bahkan sejak semula harus sudah pasrah akan nasib yang menanti sehubungan dosa-dosa di masa lalu.
Manusia-manusia berbeda, beberapa orang dilahirkan di dekat sungai, sebagian lainnya tersambar tsunami, sebagian menjual minyak tanah, sebagian mendengarkan radio, sebagian seniman, sebagian berenang, sebagian lagi menjual pulsa, sebagian tahu tentang Shakespeare, sebagian menjadi ibu, dan sebagian orang menari.
Entah esok, besok belum pasti. Hari ini adalah kemarin, hanya itu waktu yang kita miliki. Keanggunan masa lalu itu pun perlahan-lahan meruluh menjadi lusuh. Jendela-jendela kamar ini berembun dan udaranya berat karena asap rokok.
Bait al-Hikmah. Dini hari 20 Februari 2018.
Pingback: PERJALANAN YANG LUAR BIASA | Tengkuputeh
Pingback: SUNYI | Tengkuputeh
Pingback: MENGUNCI MALAM | Tengkuputeh
Pingback: APA ARTI MASA DEPAN | Tengkuputeh
Pingback: POHON KEKEKALAN | Tengkuputeh
Pingback: PERAHU BAA MENCAPAI ALIF | Tengkuputeh
Pingback: PENJARA PIKIRAN | Tengkuputeh
Pingback: SEMERBAK AROMA ANGSANA DI BANDA ACEH | Tengkuputeh
Pingback: JEJAK LANGKAH | Tengkuputeh
Pingback: HATI RESAH BERKISAH | Tengkuputeh
Pingback: DERITA | Tengkuputeh
Pingback: KOPI PAHIT SEMALAM | Tengkuputeh
Pingback: PUISI WARUNG KOPI | Tengkuputeh
Pingback: LEMBU PATAH | Tengkuputeh
Pingback: MIMPI MIMPI PION | Tengkuputeh
Pingback: GELAS KEHIDUPAN | Tengkuputeh