PUISI WARUNG KOPI
Puisi warung kopi, disini ditempat ini puisi telah mati! Meski telah dicoba dihidupkan berkali-kali, ia sekarat kemudian mati kembali. Apakah sudah masanya? Ataukah memang dia memang tak ditakdirkan hidup lagi disini.
Mungkin zaman sudah berlalu, atau sedang berlalu ditepian likunya. Sepuluh tahun sebelum ini tak sama dengan sepuluh tahun sebelumnya apalagi dengan Sepuluh tahun sebelumnya lagi. Begitu seterusnya sampai di tahun satu.
Aku sudah menua dan rambut putih sudah keluar adanya sana dan sini. Orang-orang bergantin silih datang dan pergi. Nilai-nilai bergeser kearah baikkah atau burukkah?
Disudut warung kopi kekinian aku memandang orang-orang yang seolah baru terlahir dengan alunan musik yang tak terlalu asing. Suara tawa yang lantang juga tak asing. Kudapati akulah yang asing disini.
Akh, bagai domba yang menunggu disantap serigala. Kita hidup kali ini ketika penguasa kian bengis. Lupakan sejenak segala beban paling tidak dengan segelas kopi di warung kopi. Tidak lain tidak bukan, marilah kita jalani zaman yang telah gila ini dengan suka ria sebisanya.
Langsa, 6 Oktober 2021
Beberapa puisi yang telah awal:
- Penantian; 21 Februari 2018;
- Di Tepian Pantai Pulau Bunta; 6 Maret 2018;
- Dengarlah Suara Kematian; 15 Juli 2018;
- Telatah Yang Patah-Patah Menuju Makrifat; 11 Desember 2018;
- Laut Dan Senja; 10 Januari 2019;
- Jika Hari Ini Adalah Kemarin; 20 Februari 2019;
- Jangan Mencintai Lautan; 4 April 2019;
- Seorang Tanpa Nama Tanpa Gelar; 15 Mei 2019;
- Peucut Kherkof Suatu Masa; 24 September 2019;
- Mengunci Malam; 1 April 2020;
- Apa Arti Masa Depan; 10 Juli 2020;
- Perahu BaaMencapai Alif; 23 September 2020;
- Jejak Langkah; 26 Desember 2020;
- Hati Resah Berkisah; 1 April 2021;
- Kopi Pahit Semalam; 11 Agustus 2021;
Noted
Sent from Yahoo Mail for iPhone