MENGUNCI MALAM

Matahari tenggelam di Barat dan terbit di Timur.

Matahari tenggelam di Barat dan terbit di Timur.

MENGUNCI MALAM

Gelap, hitam dan malam bagi kebanyakan orang merupakan hal yang sama. Sebelum Thomas Alva Edison memasarkan lampu pijar, malam merupakan penjara bagi sebagian orang, banyak di antara mereka saat itu berada di tempat tidurnya masing-masing, belum tidur masih melek. Terkunci di rumah masing-masing.

Malam menjadi sarang kejahatan, dimana perampokan dan pencurian kerap terjadi. Dahulu, ada banyak dogma lain tentang malam yang membuatnya semakin angker.  Maka gelap, hitam dan malam merupakan asumsi dari jahat atau setan yang masih berlaku hingga saat ini. Orang-orang takut berpikir ada hantu dan siluman, dari situ berkembanglah legenda hantu menurut imajinasi masing-masing orang.

Akhirnya lampu-lampu menyala dari kota sampai ke desa, malam pun dinaungi cahaya selain bulan. Lampu-lampu jalan di pasang di sudut-sudut kota, kedai-kedai kopi di buka dan manusia bertebaran di malam hari, kejahatan menurun, malam menjadi gemerlap. Hiburan malam menjamur, pelacuran berkembang, binatang dihalau, jin diusir, manusia (pun) menguasai malam.

Kemudian ketika dirasakan kehadiran sesuatu yang tak diketahui wujudnya, untuk membunuh ketakutan itu, lebih baik memberi nama padanya, malam menjadi tertuduh, mengunci malam. Kemudian tempat-tempat sekali lagi diliputi kekelaman, ketika matahari terbenam dan jalanan menjadi gelap, manusia menyingkir (lagi), masing-masing (kembali) berada di tempat tidurnya masing-masing, belum tidur dan (lagi-lagi) masih melek. Semakin mengharap pagi semakin lama waktu berjalan, dan malam berasa sangat panjang.

Malam, kita tahu tak pernah hilang seluruhnya dari muka bumi yang satu. Siang dan terang bisa hadir di suatu tempat sekarang. Tapi di belahan bumi yang lain? Gelap bisa berlangsung di saat yang sama. Kegelapan tidak selalu mengerikan, tidak ada terang tanpa gelap. Keduanya harus berkolaborasi supaya kehidupan ini terus berjalan.

Kegelapan yang harus ditakutkan adalah yang lahir dari ilmu pengetahuan yang salah, terus mengendap tanpa pengetahuan siapapun. Rasanya sungguh salah bahwa begitu banyak orang yang sudah menderita demi tujuan yang tak akan tercapai. Kesedihan yang meremas-remas dada ketika penawar yang diberikan ternyata racun. Ternyata masih sedikit yang kita ketahui, semoga kita telah mencapai titik tertentu untuk dapat mengira-ngira banyak hal dengan cukup akurat.

Bait al-Hikmah, menjelang Fajar 1 April 2020

*Malam merupakan satu suku kata yang khusus dalam bahasa Indonesia dimana dia walaupun dibalik tetap menjadi malam.

KATALOG PUISI

  1. Harap Damai; 14 September 2017;
  2. Hidup; 16 September 2017;
  3. Bulan Dan Bintang; 29 September 2017;
  4. Menantikan Bayang-Bayang; 26 Oktober 2017;
  5. Diatas Puing-Puing; 6 November 2017;
  6. Renungan Malam; 19 November 2017;
  7. Seminggu Setelah Tsunami Aceh; 13 Desember 2017;
  8. Penantian; 21 Februari 2018;
  9. Di Tepian Pantai Pulau Bunta; 6 Maret 2018;
  10. Dengarlah Suara Kematian; 15 Juli 2018;
  11. Telatah Yang Patah-Patah Menuju Makrifat; 11 Desember 2018;
  12. Laut Dan Senja; 10 Januari 2019;
  13. Jika Hari Ini Adalah Kemarin; 20 Februari 2019;
  14. Jangan Mencintai Lautan; 4 April 2019;
  15. Seorang Tanpa Nama Tanpa Gelar; 15 Mei 2019;

About tengkuputeh

Cepat seperti angin // Tekun seperti hujan // Bergairah seperti api // Diam seperti gunung // Misterius seperti laut // Kejam seperti badai // Anggun seperti ngarai // Hening seperti hutan // Dalam seperti lembah // Lembut seperti awan // Tangguh seperti karang // Sederhana seperti debu // Menyelimuti seperti udara // Hangat seperti matahari // Luas seperti angkasa // Berserakan seperti debu //
This entry was posted in Opini, Puisiku and tagged , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

6 Responses to MENGUNCI MALAM

  1. Pingback: JEJAK LANGKAH | Tengkuputeh

  2. Pingback: HATI RESAH BERKISAH | Tengkuputeh

  3. Pingback: KOPI PAHIT SEMALAM | Tengkuputeh

  4. Pingback: PUISI WARUNG KOPI | Tengkuputeh

  5. Pingback: MIMPI MIMPI PION | Tengkuputeh

  6. Pingback: KEMBALI PADA KEKASIH | Tengkuputeh

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.