MONOLOG BULAN

Mungkin rindu tak pernah mati. Rindu tak dibiarkan mati. Tiap kali rindu yang luar biasa dimakamkan, ia dipanggil lagi, digosok kembali, dan berubah, berkali-kali berubah.

MONOLOG BULAN

Mungkin ada sebuah alasan untuk segala sesuatu. Ia bertaut dengan semai nangka, perdu mangga, jambu jatuh, angin gunung dan warna langit: hal-hal yang tak muluk, tak kekal tapi indah. Ia memberi mereka makna. Kita tak ingin ia mati.

Mungkin kata-kata tak akan mampu menjelaskan hidup secara utuh. Bahwa bahasa tak mungkin terwakilkan penuh hanya kalimat, di tiap saat, yang diam, yang bisu, selalu menunggu. Mimik peristiwa demi peristiwa diam dan tak mau pergi sebegitu saja.

Mungkin sampai saat ini tak pernah terpikirkan, sewangi apapun sebuah hasrat akan memisahkan bajik. Bahwa akal, nurani, bajik dan rasa pernah berjibaku. Dengan segala hormat tak akan pernah disesali, meski ruang dan waktu seolah sia-sia.

Mungkin rindu tak pernah mati. Rindu tak dibiarkan mati. Tiap kali rindu yang luar biasa dimakamkan, ia dipanggil lagi, digosok kembali, dan berubah, berkali-kali berubah. Mungkin ia tak perlu punya raut muka yang asli. Ada yang menyentuh, mengejutkan dan mempesona disana.

Mungkin hidup akan mati berkali dalam intuisi. Bahwa selalu ada yang menggetarkan dalam nostagia. Selalu ada yang menggetarkan dalam kisah perjuangan yang tak sampai, tapi berharga. Sebuah cerita yang tersembunyi dan tak akan mungkin dikisahkan, karena ia kalah. Terbuang, batil ditangan pemenang, para juara.

Mungkin, aku tak berharap layak engkau maafkan. Mungkin aku hanya ingin mengatakan pada diri sendiri, seseorang bisa menunjukkan bahwa syukur dan sabar bisa datang dalam sunyi yang mendengarkan. Nyanyian kecil yang manis kepada hidup. Bahwa ada muncul setelah tiada. Maka sungguh hidup ini sebenarnya mengapung diatas ketiadaan. 

XXXXXX

Beberapa puisi terdahulu:

  1. Dua Puluh Lima Tahun Seperempat Abad Sudah; 2 Maret 2009;
  2. Wajah Iblis Sang Malaikat; 12 Maret 2009;
  3. Hanyalah Lelaki Biasa; 6 April 2009;
  4. Malam Ini Biarkanku Menyendiri; 20 April 2009;
  5. Mencumbui Kematian Sebuah Elegi; 16 Mei 2009;
  6. Ode Seekor Elang; 8 Juni 2009;
  7. Pledoi Iblis; 12 Juni 2009;
  8. Berakhir Disini; 16 Juli 2009;
  9. Cerita Sebuah Gudang; 14 Januari 2010;
  10. Selamat Ulang Tahun Mama; 1 Februari 2010;
  11. Pledoi Iblis Jilid Dua; 14 Mei 2010;
  12. Sang Maha Durjana; 18 Juni 2010;
  13. Kenangan Akan Gerimis; 11 Februari 2012;
  14. Ada Setelah Tiada; 26 Februari 2012;
  15. Santiago Sang Pelaut; 23 Maret 2012;

About tengkuputeh

Cepat seperti angin // Tekun seperti hujan // Bergairah seperti api // Diam seperti gunung // Misterius seperti laut // Kejam seperti badai // Anggun seperti ngarai // Hening seperti hutan // Dalam seperti lembah // Lembut seperti awan // Tangguh seperti karang // Sederhana seperti debu // Menyelimuti seperti udara // Hangat seperti matahari // Luas seperti angkasa // Berserakan seperti debu //
This entry was posted in Puisiku and tagged , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

8 Responses to MONOLOG BULAN

  1. Pingback: MONOLOGUE OF THE MOON | Tengkuputeh

  2. Pingback: SEBUAH KOTAK HITAM | Tengkuputeh

  3. Pingback: JANGAN MENCINTAI LAUTAN | Tengkuputeh

  4. Pingback: MAKNA NOSTAGIA | Tengkuputeh

  5. Pingback: NUN | Tengkuputeh

  6. Pingback: YANG TERCINTA MALAHAYATI | Tengkuputeh

  7. Pingback: CINCIN | Tengkuputeh

  8. Pingback: ODA SEBATANG POHON | Tengkuputeh

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.