Sahabat tahukan kamu apa yang kuyakini, sampai dengan hari itu aku tak pernah meragukanmu. Sampai kutemukan semua kata-katamu adalah kebohongan. Sahabat tahukah engkau rasanya ditikam dari belakang? Sakitnya melebihi ditusuk seribu pedang. Lukanya menyengat melebihi panah beracun.
Dan ketika hari ini engkau berkata, “Jika ini masalah harga diri maka lupakan!” Bagaimana bisa? Jika api yang membakar mukaku masih terasa panas. Cerita bisa berakhir namun kenangan tak bisa hilang dan kesedihan itu milik siapa saja.
Engkau tahu, pada persahabatan kita dulu dalam obrolan lalu bahwa aku bukanlah seorang pendendam. Tapi bukankan engkau mengetahui jua bahwa aku bukanlah seorang pemaaf. Maka aku tak akan meminta maaf karena telah menolak menemuimu lagi bertahun sejak kejadian itu.
Hatiku telah terkoyak bersama persahabatan kita berakhir dimana engkau telah membuatku menjadi pejuang bermakam tanpa pedang. Aku tak akan bisa melihatmu seperti dahulu sebagaimana engkau mengetahui jua prinsipku, seseorang sudah dianggap kalah kalau tidak bisa menjaga harga dirinya. Karena itu tidak akan membiarkan orang licik menunggu kelengahanku, apalagi sampai kedua kali.
Ketika itu engkau berkata, “ambisi iblis lebih realistis, karena realita berwajah buruk.” Aku masih mengingat jelas alasanmu. Menunjukkan jelas bahwa kepercayaan dihancurkan oleh ketamakan. Sisi tergelap kita, manusia.
Dan mungkin aku menghadapi hidup penuh penderitaan sebagai seorang pecundang namun sekarang berbeda. Saat ini aku tak akan menengok kebelakang lagi. Aku akan menatap lurus kedepan, hanya kedepan.
Aku tahu engkau menyesal, karena didalam hidupmu tak akan lagi menemui teman sepertiku. Sebaliknya kehidupan telah mengantarkanku mengenal banyak orang yang lebih baik darimu. Jalani hidupmu jangan berkubang penyesalan. Aku terlalu angkuh untuk menghukummu. Jangan pernah rindukan aku, karena tak pernah sekalipunku mengingatmu. Sekian penolakanku dan inilah wajah iblisku yang tak pernah engkau saksikan sebelumnya.
“Sebaik apapun seorang lelaki (atau perempuan), tetap saja ada kebusukkan dan keburukkan didalamnya (begitupun sebaliknya). Maka jangan menganggap bahwa selamanya madu adalah manis, bisa saja ia menjadi racun yang membunuh”
“…dan kesedihan itu milik siapa saja.”
“aku terlalu angkuh untuk menghukummu”
keren,
keren banget nih kata-kata, aphoris abis… bravo buat abu.
– keep on digging the words –
kalau memang niat sudah lurus, tak perlu lagi menengok ke belakang dan mas lalu, mas tengku. biarkan masa lalu terkubur bersama lipatan waktu, hehe ….
pastinya sakit
Manusia memang nggak ada yang sempurna.
meminta maaf lebih mudah daripada memberi maaf…
dan memberi maaf adalah kebaikan yang tak terperi
Jawab
@Bung Karang ==> Dalam menulis Abu memang suka menggunakan gurindam dan seloka ditambah sedikit proverb, 😀
@Mas Sawaly ==> Masa lalu penting namun masa depan adalah harapan…
@Omiyan ==> 🙂
@Edi Psw ==> Hahahahahaha, kelebihan manusia mereka mampu belajar…
@Bang Jaya Marpaung ==> Abu belum pernah memaafkan org2 yg sdh dianggap sbg musuh 😦
mempunyai musuh berarti mempunyai sumber energi negatif, dan itu tidak baik bagi perkembangan diri kita. salah satu cara yang efektif adalah dengan menghapus bersih2 orang tersebut dari daftar ingatan kita
Jawab…
@ ihan ==> melupakan adl kata yg mudah utk diucapkan kenyataannya sulit diterapkan.
top markotop memang kalimat-kalimat abu ini.
dari jaman ciblog, intrablog, kublog, sampai publish ke inet!
@bocah cilik ==> Hehehehe, jd tersanjung…
Pingback: TERIMA KASIH PADA SASTRA | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: RENUNGAN MALAM | Tengkuputeh
Pingback: ANAK ANAK BERMAIN BOLA - TengkuputehTengkuputeh
Pingback: BARA API IDEALISME | Tengkuputeh
Pingback: PAHAMILAH APAKAH HIDUP DALAM DIRI MANUSIA | Tengkuputeh
Pingback: KITA YANG TAK AKAN BERTEMU KEMBALI | Tengkuputeh
Pingback: MONOLOG BULAN | Tengkuputeh
Pingback: TAFSIR SANG PENAFSIR | Tengkuputeh