MENCUMBUI KEMATIAN, SEBUAH ELEGI
tanpa suara mata menangis pilu
menoleh kebelakang, melihat lagi tanpa gairah
melihat pintu-pintu terbuka dan gerbang-gerbang tanpa perikatan
serambi-serambi kosong tanpa tirai atau penutup
mana para prajurit yang berjanji setia
para ksatria tlah bersalin rupa
bagaimana bisa memperjuangkan benteng terakhir
menjaga kisah keperkasaan leluhur
mempertahankan sendiri tanpa elang-elang
elang-elang tlah berganti bulu dan sang harimau moksa
takdir akan kuterima dengan mata terbuka
meski dera siksa menimpa
takkan menghiba
demi kehormatan para indatu
akan kucumbui kematian
Menggambarkan perasaan Toyotomi Hideyori, menjelang kejatuhan benteng Osaka pada pasukan Ieyasu Tokugawa. Setelah mendengar samurai paling perwira, Yukimura Sanada bertempur matian-matian menjemput maut di front terdepan. Sendirian untuk menjaga kehormatan tuannya.
Lhokseumawe, 16 Mei 2009
mencumbui kematian, sebuah elegi
Perang sia-sia,
Kemanusiaan menangis,
Anak-istri menderita,
Menanti suami tercinta,
Berjuang menyambung nyawa.
Harimau membunuh karena lapar,
Demi menyambung hidup,
Hanya manusia….,
Mampu membunuh tanpa alasan.
loyal banget sama tuannya. Apa mirip sama Pasukan Berani Mati nya Gus Dur ya…
hah.
hidup kita jadi menarik karena majas yang menjadi bumbunya…
hidup toh hanya menunda kematian.
dan alasan kita hidup memang untuk mati bukan?
jAWAB
Tikno ==> Perang dan manusia memiliki sejarah panjang, itulah yang membedakan kita dengan makhluk lainnya…
Jaya ==> Wah mengenai pasukan berani mati Gus Dur, malah Abu tak punya referensinya 🙂
Mahadewa ==> Cerita kehidupan, lebih menarik daripada fiksi to…
Bocah Cilik ==> Benar saudaraku…
Ping balik: KISSING THE DEATH AN ELEGY | Tengkuputeh
Ping balik: BARA API IDEALISME | Tengkuputeh
Ping balik: KITA YANG TAK AKAN BERTEMU KEMBALI | Tengkuputeh