RISALAH SANG DURJANA BAGIAN LIMA
Pantai Cermin, Bandar Aceh Darussalam. Desember 1872.
Akhirnya lima utusan Sultan telah berlayar menuju Melayu Sumatra, Belanda menamakan kawasan itu Riau. Sebagai pembeda dengan Melayu semenanjung yang dikuasai Inggris. Tibang Muhammad yang memimpin delegasi membawa syarat yang sulit dipenuhi oleh Belanda yang intinya Kesultanan Aceh Darussalam sepakat untuk berdagang dan bersahabat dengan Belanda asalkan wilayah yang pernah menjadi bagian Kerajaan Aceh dikembalikan. Di antaranya adalah Sibolga, Barus, Singkel, Pulau Nias dan beberapa kerajaan di pesisir Sumatera Timur.
Perang bukan menjadi kekhawatiran di Kesultanan disini. Para pencinta perang senang mengasah parang, kenangan mengusir Portugis di abad XVI seolah menyakinkan bahwa tanah ini akan selamanya merdeka dari tangan-tangan kaum putih. Berapa kalikah aku mengatakan bahwa ini adakah pandangan yang naïf. Suara sumbang yang kusuarakan menjadikanku orang asing di negeri sendiri. Segenap pengalaman dan ilmu yang kumiliki yang menjadi kekuatanku selama ini diperantauan malah menjadi kelemahan bagiku di negeriku sendiri, tempat yang kuinginkan selalu untuk berpulang.
Sudahlah, aku bosan menjadi orang asing. Apalagi jika itu di negeri sendiri. Aku ingin melakukan sesuatu hal yang berbeda. Cukup rasanya aku memikirkan suatu hal yang bukan menjadi tanggung jawabku. Hanya satu hal, jika perang terjadi maka aku akan mencabut kelewang, rencongku sudah kutabur racun ular padang pasir, oleh-oleh dari pelabuhan Muscat. Senapanku sudah kuminyaki. Aku sudah siap dan saatnya untuk memikirkan kepentingan diri sendiri.
Aku merencanakan sebuah masa depan. Sebagai Onminus Present, akhirnya aku merasakan kelelahan untuk hadir dalam setiap hiruk pikuk dunia. Aku akan menikah, setidaknya ketika perang terjadi aku tak lagi sendiri. Harum namanya, lembut artinya. Berasal dari bahasa Arab. Tak perlu kuceritakan bagaimana dia yang akan membuat jatuh cinta padanya. Yang pasti aku merasakan menemukan seseorang yang tepat disaat yang tepat, di kala aku memahami bahwa sudah waktunya aku mengakhiri segala petualangan ini.
Bang Baka tertawa terbahak ketika mendengar ceritaku, “Kamu yakin Durjana!”
Aku otak kubermain-main dengan banyak kata hingga akhirnya menjawab pendek. “Yakin!” Bang Baka semakin terbahak dan memegangi perutnya.
“Sudah kau katakan padanya kelak dia yang pertama?” Bang Baka adalah satu-satunya orang yang mengetahui riwayat sang durjana.
Aku menggeleng sangat pelan, “Belum bang, tapi suatu hari pasti akan kuceritakan.
Saudagar beras dari negeri Meuredu itu memegang pundakku, dan berbisik. “Katakan dengan jujur padanya, sepatutnya hal ini tidak engkau sembunyikan.”
Kehidupan adalah hal yang penuh rahasia, dan kadang hal yang terlihat bukanlah kebenaran yang mutlak. Haruskah aku yang berjuluk sang Durjana, bajak laut yang telah mengarungi tujuh samudera mengatakan padanya bahwa diriku tak pernah menyentuh perempuan manapun dimuka bumi, tak terbiasa akan pesonanya dan tak pernah menyerahkan hatiku. Lalu bergumam pelan, “Aku takut ia tak percaya. Aku tak ingin ia menganggapku sebagai pembohong. Padahal ia sudah siap dengan seburuk apapun masa laluku.
“Katakan padanya dengan jujur maka ia akan bangga pada dirimu, apapun yang terjadi nanti setidaknya engkau sudah berusaha untuk mengawali dengan kejujuran walaupun sedikit terlambat namun belum terlalu terlambat.”
Aku memandangi mulut Bang Baka berkicau, kalimat yang ia katakan begitu kacau dan tidak tersusun rapi, tapi ada kebenaran didalamnya. “Durjana, sudah saatnya engkau berhenti merahasiakan dirimu dan membuka siapa dirimu. Tokh yang kamu sembunyikan itu bukanlah sebuah aib.” Tambah bang Baka.
Aku terdiam merasakan angin menampar wajahku, di lepau nasi di pantai cermin. Karakterku yang keras, penyendiri dan terlihat dingin ini ternyata bisa memiliki perasaan yang mendalam. Perilakuku yang menyembunyikan sehingga sering disalah artikan oleh orang lain. Matahari pun meninggi dan aku masih diam, berpikir. Untuk diriku sendiri, dan sudah lama aku tak pernah memikirkan diriku sendiri.
XXXXX
Apakah itu takdir sekutu atau seteru
Dan bila Tuhan mengizinkan
Ku hanya ingin sekali saja merasakan cinta
Cukuplah itu bagiku hingga akhir hidup
Hanya itu pintaku
Juga janjiku
XXXXX
KATALOG RISALAH SANG DURJANA
- BAGIAN SATU;
- BAGIAN DUA;
- BAGIAN TIGA;
- BAGIAN EMPAT;
- BAGIAN LIMA;
- BAGIAN ENAM;
- BAGIAN TUJUH;
- BAGIAN DELAPAN:
- BAGIAN SEMBILAN;
- BAGIAN SEPULUH;
- BAGIAN SEBELAS;
- BAGIAN DUA BELAS;
- BAGIAN TIGA BELAS;
- BAGIAN EMPAT BELAS;
- BAGIAN LIMA BELAS;
- BAGIAN ENAM BELAS;
- BAGIAN TUJUH BELAS;
- BAGIAN DELAPAN BELAS;
- BAGIAN SEMBILAN BELAS;
- BAGIAN DUA PULUH;
- BAGIAN DUA PULUH SATU;
- BAGIAN DUA PULUH DUA;
- BAGIAN DUA PULUH TIGA;
- BAGIAN DUA PULUH EMPAT;
- BAGIAN DUA PULUH LIMA;
- BAGIAN DUA PULUH ENAM;
- BAGIAN DUA PULUH TUJUH;
- BAGIAN DUA PULUH DELAPAN;
- BAGIAN DUA PULUH SEMBILAN;
- BAGIAN TIGA PULUH;
“Dan bila Tuhan mengizinkan
Ku hanya ingin sekali saja merasakan cinta” semoga bisa seperti itu juga bagi saya dalam hal cinta aminn 🙂
Amin ya rabbal alamin… semoga tercapai…
serial sang durjananya ada rencana ndak, mas tengku utk dibukukan. menurutku, kisah2nya menarik. sajian bahasanya juga enak dibaca.
Sebenarnya blum ada rencana mas sawaly, tapi karena Mas Sawaly mengatakan cerita ini utk dibukukan. Saya jadi memikirkan kemungkinan itu.
Semoga saya bisa bersama dengan “Hanum” saya juga, hingga akhir hayat T_T (mengharukan sekali)
semoga hal itu terjadi juga pada bang Uchan…
ulasan yang sangat menarik abu, liza menunggu epik2 selanjutnya
Terima kasih Liza,,, ditunguu tulisan berikutnya…
SLMT THN BARU 2010
SY MENUNGGU TULISANNYA BERIKUTNYA,
MANA TULISAN TENGKU YG TERBARU…
hehehehehe,,, mudah2an segera anie 🙂
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN EMPAT | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: RISALAH SANG DURJANA | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TIGA | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN ENAM | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TUJUH | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DELAPAN | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEMBILAN | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEPULUH | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEMBILAN BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TIGA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN EMPAT | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN ENAM | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TUJUH | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DELAPAN | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEMBILAN | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEPULUH | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH SATU | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEBELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TIGA BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN LIMA BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TUJUH BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN EMPAT BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH DUA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN ENAM BELAS - TengkuputehTengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH TIGA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH EMPAT | TengkuputehTengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH EMPAT | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH LIMA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH ENAM | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH TUJUH | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH EMPAT | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN LIMA BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN EMPAT BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH DELAPAN | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH SEMBILAN | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TIGA PULUH | Tengkuputeh