RISALAH SANG DURJANA BAGIAN LIMA BELAS
Penolakan Turki menimbulkan pilu dalam hati rakyat Aceh. Turki dipandang sebagai jago negeri-negeri Islam. Mereka menolak membantu, mereka mungkin mau, tapi tak mampu. Belanda melalui siaran propaganda mengambarkan Turki seperti ayan jantan dengan memakai terbus, berlumur darah dan lari dengan bendera bulan sabit dengan bintang di tengah-tengah pada kakinya. Ini adalah penghinaan.
Tapi apa sebab Allah membiarkan kerajaaan Islam terus menerus diperlemah oleh bangsa kulit putih? Apakah itu takdir Allah atau cobaan bagi umat Islam.
Waktu itu, semua pasukan Aceh kebingungan, termasuk aku. Tempat bertanya paling baik yang kami miliki adalah Tuanku Hasyim Bangta Muda, Panglima Besar Angkatan Perang Aceh. Sebelum Sultan yang sekarang berkuasa, beliau adalah orang yang dipilih menjadi Sultan Aceh Darussalam, namun beliau menolaknya. Kesultanan Aceh terdiri dari ratusan kerajaan kecil, dimana setiap raja memerintah berdasarkan keturunan. Namun tidak demikian dengan sang Sultan sendiri yang dipilih berdasarkan pemilihan langsung oleh raja-raja pemilih. Sistem ketatanegaraan Aceh ini kelak dikemudian hari menyulitkan Belanda dalam memetakan Aceh. Sampai seorang peneliti Snouck Hurgronje menyusun laporan terperinci tentang Aceh, De Atjeher.
Godaan berkuasa itu begitu besar, dan siapapun itu tak pernah bisa tidak mendengar orang yang menolak berkuasa.
Waktu aku berkunjung ke markas besar pasukan Aceh, kutanyakan hal takdir Allah itu kepada Panglima. Aku menceritakan perdebatan kami di garis depan, tentang keluhan mereka terhadap Turki yang lepas tangan terhadap nasib Aceh Darussalam.

Keterangan gambar :
Gambar ini dibuat oleh pelukis Sekargunung (Heru Wiryono) pada tanggal 26 Maret 1964 menurut petunjuk-petunjuk seorang cucu almarhum berdasarkan rupa yang disifatkan oleh orang-orang tua yang melihat sendiri almarhum Tuanku Hasyim Bangta Muda, diantaranya : Pocut Meurah yaitu janda dari Sultan Alaidin Mahmudsyah II yang meninggal dunia pada hari Jum’at tanggal 22 April 1955 (29 Sya’ban 1374 H); Tengku Ratna Keumala yaitu anak kandung dari almarhum Tuanku Hasyim Bangta Muda yang meninggal dunia pada hari Senin tanggal 22 November 1954. Tengku Imeuem Gading yaitu seorang prajurit setia yang selalu bersama Tuanku Hasyim Bangta Muda untuk menjaga makan-minum almarhum yang meninggal dunia pada hari Kamis tanggal 20 Februari 1964 dikampung Sei. Serai, Pangkalan Siata (Sumatera Timur).
Gambar ini sesudah siap dilukis pernah dilihat oleh beberapa orang tua yang mengenal rupa Tuanku Hasyim Bangta Muda karena pernah melihat almarhum dengan mata kepalanya sendiri, diantaranya : Tengku Muhamad Husin Reubee, Teuku Raden Tanoh Abee, dan lain-lain, dan mereka menyatakan bahwa gambar itu adalah gambar almarhum Tuanku Hasyim Bangta Muda.
Tuanku Hasyim Bangta Muda menjawab, bahwa segala yang terjadi di dunia ini sudah ditakdirkan Allah. Sudah ada suratannya terlebih dahulu. Tetapi manusia dalam perbuatannya bukanlah mesin saja. Tuhan memberikan kita akal untuk menimbang baik dan buruk. Sungguhpun sudah ada suratan hidupnya, manusia dianugerahi dengan berbagai sifat dan bakat yang berlain-lain susunannya dari orang ke orang.
Dengan akal dan keleluasaan yang diperoleh dari Allah ia dapat mengembangkan sifat-sifat yang ada padanya. Ada dalam tubuhnya nafsu untuk berbuat baik dan ada pula hawa nafsu untuk berbuat jahat. Allah menciptakan syaitan yang senantiasa menggoda manusia, mempengaruhi ia ke jalan yang jahat dan salah, tetapi tuhan menurunkan nabi-nabi sebagai pemimpin di dalam kitab suci jalan mana yang harus ditempuh.
Percaya kepada Allah, selalu berjalan di atas jalan Allah dan senantiasa melakukan pekerjaan baik adalah jalan untuk membebaskan diri dari godaan syaitan dan bisikannya yang jahat. Hidup di dunia yang fana ini menjadi latihan bagi manusia untuk hidup di akhirat. Dalam latihan itu manusia bebas memilih, sebab ia sudah diperlengkapi akal.
Segala pahala dan dosa yang diperbuatnya ditimbang dengan adil untuk menempatkan tempatnya di akhirat. Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang senantiasa mengampuni dosa hambanya yang bertaubat. Karena manusia berakal, diberi keluasaan dalam memilih baik dan buruk dalam menuju suratan hidupnya maka jangan semuanya ditimpakan ke Allah. Segala perbuatan yang salah ada kelanjutannya, yang menambah jauh kedudukan dari kebaikan. Sementara kedudukan itu mungkin merupakan kebesaran, tapi kebesaran itu juga mungkin jauh sekali dari kebaikan. Lihatlah misalnya Firaun. Betapa besar kekuasaannya, betapa gagah kekuasaannya, tetapi karena jauh sekali dari kebaikan dan keadilan Illahi, ia berakhir dengan kerubuhan dan menjadi orang yang terhina di mata sejarah.
Andalusia di Spanyol dan Baghdad di Irak kesohor dalam sejarah sebagai puncak kebesaran Islam sepeninggal Nabi Muhammad. Tetapi sesudah itu kebesaran Islam mundur, karena pembesar-pembesar Islam gila kebesaran, lupa daratan dan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan perintah Allah.
Tentang Turki beliau berkata bahwa Turki besar karena jiwa Islam, tetapi Sultan-Sultan Turki menganggap kebesaran itu untuk dia, melakukan kezaliman dan menjauhkan perbuatan menurut keadilan Illahi. Kemunduran negeri itu boleh dikatakan akibat daripada kesalahan yang diperbuat oleh Sultan-Sultannya. Entah dimana akhirnya, wallahualam. Tuhan Maha Kuasa, Maha Adil. Orang Islam harus menanamkan dalam hatinya, bahwa yang besar hanya Allah, Tuhan seru sekalian alam. Manusia itu kecil seperti sebutir pasir di padang pasir. Tahulah kita akan kekecilan kita. Hanya amal yang baik dapat kekal, kekal dalam dunia dan akhirat. Beliau menyertai perkataan beliau itu dengan berbagai ayat Al Quran yang tak dapat kutangkap isinya, tetapi aku mengerti maksudnya yang diuraikan itu.
Baru pertama sekali aku mendengar perkataan seperti itu, terutama pandangan beliau terhadap perkembangan Islam dan kedudukan negeri Turki. Disisi lain timbul semangatku, namun timbul pertanyaanku. Dulu Aceh Darussalam jaya, sekarang tidak sekuat dulu. Apakah kita sama seperti bangsa Turki?
Beliau tersenyum, entahlah katanya. Terkadang kita mudah menilai orang lain, tetapi sulit menilai diri sendiri.
X
Teruntuk Tuanku Hasyim Bangta Muda, Panglima Perang Aceh yang paling ditakuti oleh Belanda, yang paling brilyan. Dan jika saja Belanda tidak memiliki mata-mata yang lihai maka ekspedisi Belanda kedua pimpinan Van Swieten pasti gagal. Namun dilupakan oleh sejarah.
pena mereka tiada menggubris
melukis rona perjuanganmu
sukma mereka tiada menangis
menembang sayu lagu wafatmu
XX
KATALOG RISALAH SANG DURJANA
- BAGIAN SATU;
- BAGIAN DUA;
- BAGIAN TIGA;
- BAGIAN EMPAT;
- BAGIAN LIMA;
- BAGIAN ENAM;
- BAGIAN TUJUH;
- BAGIAN DELAPAN:
- BAGIAN SEMBILAN;
- BAGIAN SEPULUH;
- BAGIAN SEBELAS;
- BAGIAN DUA BELAS;
- BAGIAN TIGA BELAS;
- BAGIAN EMPAT BELAS;
- BAGIAN LIMA BELAS;
- BAGIAN ENAM BELAS;
- BAGIAN TUJUH BELAS;
- BAGIAN DELAPAN BELAS;
- BAGIAN SEMBILAN BELAS;
- BAGIAN DUA PULUH;
- BAGIAN DUA PULUH SATU;
- BAGIAN DUA PULUH DUA;
- BAGIAN DUA PULUH TIGA;
- BAGIAN DUA PULUH EMPAT;
- BAGIAN DUA PULUH LIMA;
- BAGIAN DUA PULUH ENAM;
- BAGIAN DUA PULUH TUJUH;
- BAGIAN DUA PULUH DELAPAN;
- BAGIAN DUA PULUH SEMBILAN;
- BAGIAN TIGA PULUH;
waah. keren…
detail banget. hehehe…
Terima kasih 😀
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN ENAM BELAS | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TUJUH BELAS | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DELAPAN BELAS | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEMBILAN BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TIGA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN EMPAT | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN LIMA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN ENAM | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TUJUH | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN EMPAT BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEMBILAN | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH SATU | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DELAPAN | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEBELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEPULUH | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TIGA BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DELAPAN BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH DUA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH TIGA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH EMPAT | TengkuputehTengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH EMPAT | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH LIMA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH ENAM | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH TUJUH | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN ENAM BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TUJUH BELAS | Tengkuputeh