TRAGEDI BARBASTRO
Wanita yang terjaga dalam tirai hijabnya
Mereka singkapkan hingga tidak ada lagi yang tertutupi
Kekhalifahan Umayyah di Kordoba secara efektif runtuh akibat perang bersaudara antara 1009-1013 Masehi, namun Dinasti Umayyah benar-benar hancur di Andalusia tahun 1031. Andalusia menjadi biji-biji kalung yang terurai dan berserakan. Salah satu faktor keruntuhan Daulah Islam di Andalusia adalah kurangnya perhatian kaum muslimin terhadap kekhilafahan dan mulai beralih ke pembagian wilayah dengan raja-raja kecil dengan otoritas masing-masing, atau dikenal dengan istilah Muluk al-Thawaif (Reyes de Taifas).
Disintegrasi negara Islam di Andalusia menjadi 23 negara kecil dengan raja di setiap wilayah ketika itu telah merangsang nafsu keserakahan orang-orang Kristen Eropa untuk menguasainya. Salah satu dari negara-negara kecil itu adalah Zaragoza di utara Andalusia, yang diperintah oleh Sulaiman bin Hud.
Ketika ia meninggal, kerajaannya dibagi untuk lima anaknya! Kota Barbastro menjadi milik Yusuf bin Sulaiman, yang digelari Al-Mudhaffir Billah.
Pada tahun 1064, lebih dari empat puluh ribu tentara Salib dari selatan Prancis menyerang Zaragoza. Mereka melewati pegunungan Pyrenees dan kota Barbastro juga mereka lewati dalam perjalanan itu. Mereka mengepung kota ini dengan ketat. Sejarah mencatat kejadian tersebut dengan nama Perang Salib / tragedi Barbastro.
Al-Mudhaffir Billah mengirimkan kurir kepada Al-Muqtadir Billah agar membantunya, namun permintaannya ditolak oleh saudaranya tersebut, dan membiarkan kaum muslimin yang sedang terkepung di kota itu. Al-Mudhaffir juga mengirimkan kurir ke semua negara Muslim yang terpecah-pecah tersebut namun tetap saja tidak ada seorang pun yang meresponsnya. Tidak ada telinga yang mau mendengar teriakannya!
Tentara Salib mengepung kaum muslimin selama empat puluh hari, hingga membuat kekuatan mereka melemah dan kondisinya semakin sulit. Terjadilah pertempuran sengit, orang-orang Prancis menyerang bagaikan badai dari luar kota dan membarikade kaum muslimin di dalamnya.
Kaum muslimin tetap mengadakan perlawanan dengan ketabahan, namun salah seorang pengkhianat menunjukkan aliran air bagi kaum muslimin di dalam kota itu kepada orang-orang Prancis. Mereka pun segera memutus saluran air itu hingga menyebabkan kaum muslimin sangat kehausan. Akhirnya penduduk Barbastro meminta jaminan keamanan dengan beberapa persyaratan, namun ditolak oleh Tentara Salib.
Tentara Salib menyerbu kota itu dengan kekuatan pedang. Mereka membasmi apa saja yang ada di dalamnya dan membunuh seratus ribu atau lima ratus ribu Muslim, menurut pendapat lain. Setelah itu, Tentara Salib membagi-bagi kota itu menjadi wilayah-wilayah kecil yang masing-masing dipimpin oleh satu tentara Salib. Semua wilayah Islam tersebut akhirnya tunduk di bawah kekuasaan Prancis.
Saat mereka menguasai penduduk kota, mereka merusak kehormatan gadis di depan ayahnya, atau istri di depan suaminya. Situasi semacam ini belum pernah terjadi terhadap kaum muslimin (sampai dengan saat itu). Jika mereka menemukan seorang pelayan yang berwajah buruk, maka mereka memerintahkan pesuruh atau budak mereka menodainya. Kebrutalan dan kebengisan pasukan salib itu tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
Orang-orang Prancis memilih lima ribu gadis Muslim yang paling cantik dan mengirimkan mereka sebagai hadiah kepada Raja Konstantinopel. Mereka menempatkan 35 ribu tentara penjaga di kota Barbastro, sedangkan sisanya pulang ke Prancis membawa barang jarahan dan amunisi.
Sejarawan Andalusia, Ibnu Hayyan seorang saksi peristiwa setelah kejadian menuliskan :
“Para penghuni zaman kita ini telah dipenuhi debu-debu yang sangat tebal. Akhlak mereka sangat rusak dan rasa malu mereka telah tercabut. Jiwa dan rasa mereka telah memburuk. Kebodohan menguasai mereka. Dosa-dosa menyelubungi mereka. Aib mencoreng wajah mereka. Mereka bukanlah orang-orang bertakwa yang meniti jalan petunjuk. Mereka tidak kuat memikul nilai-nilai kebaikan. Mereka ditimpa penyakit kebatilan. Semua itu adalah bukti paling nyata atas kebodohan mereka yang melampaui batas, tertipu dengan zaman mereka, jauhnya mereka dari ketaatan pada Pencipta mereka dan penolakan mereka terhadap wasiat Nabi mereka. Mereka lalai merenungkan apa akibat perbuatan mereka, hilang kewaspadaan menjaga perbatasan negeri mereka, hingga musuh-musuh mereka yang terus berusaha memadamkan cahaya Islam, akhirnya berhasil menginjak-injak negeri mereka. Setiap hari sepenggal demi sepenggal tanah mereka dirampas. Bangsa demi bangsa dimusnahkan. Orang-orang yang ada di sekeliling kita terdiam untuk menyebutkan tentang mereka. Tidak pernah terdengar di dalam satu masjid kita atau di pertemuan kita ada orang yang mengingatkan atau mendoakan mereka, apalagi yang menyerukan untuk bergerak membela dan melindungi mereka. Sampai-sampai mereka seakan-akan bukan bagian dari kita, atau bahaya yang menimpa mereka tidak akan menimpa kita. Kita menjadi begitu bakhil mendoakan mereka. Hanya Allah lah yang menguasai akhir dari segala sesuatu, dan hanya kepadaNya lah tempat kembali.”
Mengkaji fakta sejarah Andalusia, dalam hal ini sejarah kaum muslimin. Kita bisa mengatakan bahwa ini bukan menangisi susu yang tumpah, dan bukan pula untuk meratapi sebuah kehidupan di masa lalu. Tetapi untuk mengambil pelajaran serta nasehat.
Hal yang penting kita lakukan adalah, kejadian sejarah di masa lalu dapat dijadikan acuan untuk mengkaji peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa kini. Setiap kita harus tahu bahwa negeri apapun yang berada dalam tapal batas besar Islam, ia harus waspada, jangan sampai mendapat hantaman dari arah yang sama, dan jangan sampai terjerumus ke dalam kehancuran (lagi).
“Duhai, betapa miripnya hari ini dengan kemarin”
Referensi : Bangkit dan Runtuhnya ANDALUSIA Jejak Kejayaan Peradaban Islam di Spanyol; Prof. Dr. Raghib As-Sirjani; Cetakan Kelima, Agustus 2016; Penerbit Al-Kausar; Jakarta.
- Tragedi Andalusia Mungkinkah Berulang; 20 Desember 2008;
- Kekuatan Syair; 3 Maret 2009;
- Menegakkan Keadilan; 3 November 2009;
- Menelusuri Sejarah Salib; 30 April 2010;
- Andalusia Sayup-Sayup Suaramu Sampai; 23 September 2010;
- Politik Abu Nawas; 24 Juli 2012;
- Selamat Tinggal Andalusia; 10 Maret 2013;
- Orang Sakit Dari Timur; 26 Mei 2013;
- Badai Sejarah; 29 Juli 2013;
- Sultan Abu Nawas; 1 November 2013:
- Misi Mencari Abu Nawas; 7 Maret 2016;
- Komunisme Dalam Perspektif Muslim; 30 September 2017;
- Ketika Ibnu Battuta Melawat Samudera Pasai; 16 April 2018;
- Kebijakan Politik Islam Oleh Snouck Hurgronje Sebagai Saran Kepada Pemerintah Hindia Belanda Untuk Menghancurkan Kekuatan Islam Di Indonesia; 25 Juni 2018;
- Umat Islam Tak Lagi Memiliki Perimbangan Antara Ilmu Dan Iman; 30 Juli 2018;
- Apa Sebab Rakyat Aceh Sanggup Berperang Puluhan Tahun Melawan Agressi Belanda; 17 Oktober 2019;
- Hamzah Fansuri Perintis Sastra Melayu; 4 Juli 2020;
- Abu Nawas Menasehati Raja; 2 Juni 2020;
- Ketika Aceh Minta Menjadi Vasal Turki Ustmani; 21 September 2020;
- Bustanus Salatin Panduan Berkuasa Para Sultan Aceh; 27 September 2020;
Pingback: LINGKARAN KEBENCIAN | Tengkuputeh
Pingback: SULTAN ABU NAWAS | Tengkuputeh
Pingback: POLITIK ABU NAWAS | Tengkuputeh
Pingback: MENGAPA KITA MERASA SENASIB DENGAN PALESTINA | Tengkuputeh
Pingback: KEKUATAN SYAIR | Tengkuputeh
Pingback: MEMBELI KEBIJAKSANAAN | Tengkuputeh
Pingback: MASA-MASA KEMUNDURAN ISLAM | Tengkuputeh
Pingback: MENCARI JURUS PENANGKAL FITNAH, SEBUAH JURNAL ILMIAH | Tengkuputeh
Pingback: MENELUSURI SEJARAH PERANG SALIB | Tengkuputeh
Pingback: PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM IBNU RUSYD | Tengkuputeh
Pingback: ANDALUSIA SAYUP SAYUP SUARAMU SAMPAI | Tengkuputeh
Pingback: MEMAHAMI MAKNA PENISTA | Tengkuputeh