
Kau memilih pagi, tapi cintaku kuberikan kepada malam. Dan firasatku mengatakan bahwa tak lama lagi malam akan pergi untuk selamanya.
AL-MUWASYSYAH
di malam-malam yang membungkus rahasia cinta dalam kegelapan
jika bukan karena matahari-matahari yang menyilaukan
bintang gelas anggur condong, lalu tenggelam,
dengan jalannya yang lurus dan jejaknya yang tepat
saat tidur membuat kita senang atau seperti sinar pagi serang kita
laiknya serangan penjaga malam, meteor-meteor membawa kita turun
atau barangkali mata-mata bunga bakung membekas pada kita
catatlah pada suatu hari aku bermimpi melihat firdaus di tepi pegunungan hijau
aku masuk ke dalam kota melalui salah satu dindingnya
aku tidak berteriak dari atas atau menjatuhkan diri agar tak lenyap di dalam kota selamanya
sebaliknya aku menyebut zat yang memiliki nama terbaik (al-asma al-husna),
dan berunding dengan penjaganya yang gagah berani agar membolehkanku berkeliling
mereka menerima dengan syarat bahwa setelah aku meninggalkan kota itu,
mereka akan membuatku melupakan yang telah kusaksikan di dalam sana
demikianlah yang terjadi
aku melihat kota itu penuh dengan keajaiban dan hal-hal mengagumkan, yang tak terhitung.
aku melihat keindahan dan keadilan yang tak terlintas oleh mata,
tak terdengar oleh telinga, dan terlintas di hati manusia
jangan bertanya kepadaku detil apa yang kusaksikan
semua terhapus dari ingatanku
yang tersisa hanyalah kenangan aromanya yang semerbak dan murni
Bait Al Hikmah, 14 Rajab 1434 H (bersamaan 23 Mei 2013)
Secara etimologis, Al-Muwasysyah merupakan derivasi dari kata al-wusyah yang berarti kalung dari permata dan mutiara yang masing-masing dirangkai dan dihubungkan sedemikian rupa serta dipakai oleh wanita.
Pingback: A FORGOTTEN DREAM | Tengkuputeh
Pingback: RENUNGAN MALAM | Tengkuputeh
Pingback: SEMINGGU SETELAH TSUNAMI ACEH | Tengkuputeh
Pingback: JANGAN MENCINTAI LAUTAN | Tengkuputeh
Pingback: DENGARLAH SUARA KEMATIAN | Tengkuputeh
Pingback: NUN | Tengkuputeh
Pingback: YANG TERCINTA MALAHAYATI | Tengkuputeh
Pingback: CINCIN | Tengkuputeh
Pingback: ODA SEBATANG POHON | Tengkuputeh
Pingback: SENANG BAGI MEREKA YANG BERPUNYA | Tengkuputeh
Pingback: DALAM JUBAH SUFIKU | Tengkuputeh