RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH
Bandar Aceh Darussalam, 1 April 1873. Komisaris Nieuenhuyzen beserta pembesar-pembesar 4 kapal telah memasang teropong, lalu mengarahkannya sepanjang tepi langit. Mereka masih menunggu tibanya armada Belanda yang telah ditunjuk untuk Perang Aceh.
5 April 1873. Kawan-kawan yang dinantikan itu akhirnya muncul, dengan jumlah kapal 17 buah banyaknya.
8 April 1873, dini hari, mereka mulai menurunkan serdadu-serdadu Ambon, Minahasa, Jawa dan Belanda. Mereka mendarat di rawa-rawa Meuraksa. Adapun pasukan Teuku Nek tidak memberikan perlawanan barang serambut. Orang-orang Aceh memang telah meramalkan bahwa Meuraksa tidak memberi perlawanan. Tapi, setelah tentara Belanda meninggalkan pantai, segerombolan orang Aceh yang berhunus kelewang menyerang, berseru-seru menyebut nama Allah. Mereka tidak memperhitungkan nyawa mereka, dan tak gentar pada lawan. Masing-masing telah siap berkalang mayat, yang harus dilangkahi Belanda jika ingin menginjak tanah Aceh. Demikian hebat penyerbuan tersebut sampai barisan Belanda hampir dapat dicerai-beraikan.
Sebaliknya, pihak Belanda juga tak kurang tangkas dan gagah. Mereka maju dengan gagah berani. Sekiranya mereka mundur, maka jalan lari telah menjadi laut. Sekalian kelewang dihunuskan, senapan tidak dapat dipergunakan lagi. Tidak ada jarak antara kedua pihak, pertempuran menjadi satu lawan satu. Jika tidak merubuhkan, maka rubuh. Akhirnya Belanda berhasil memukul mundur laskar Aceh, yang kemudian mencari tempat sembunyi buat memindahkan sasaran ke semak-semak.
Tentara Belanda mencoba mencari jalan ke Dalam. Mereka sama sekali tidak mengetahui dimana letak Istana Sultan Aceh. Sambil menyelidik ke kanan dan kiri. Komandan Belanda sebentar-bentar berseru : “Kiri! Kanan! Maju!”Banyak yang rubuh, yang lebih kuat bergerak kemuka dengan tak tentu haluannya. Menyeret-nyeret meriam, ada yang memikul meriam kodok, mencari jalan di rawa-rawa. Melalui hutan-hutan nipah, semak belukar, ladang-ladang, sawah-sawah dan pagar-pagar bambu duri yang melindungi kampung-kampung Aceh.
Pada akhirnya secara kebetulan saja, terhambat jalan pasukan Belanda oleh sebuah tembok batu yang tinggi dan kukuh. Tembok itu adalah Masjid Raya Baiturrahman, tapi mereka sangka pagar Istana. Belanda kesulitan memasukinya, perlawanan dari penjaganya sangat kuat. Oleh karena itu mereka menembakinya dengan senapan dan meriam, dalam waktu singkat musnahlah tempat suci itu dalam kobaran api. Tinggilah asap dan bunga api membumbung ke angkasa, seluruh tempat pada tengah hari dengan cahaya kuning, digelapkan sebentar oleh asap hitam, yang naik dan bergumpak-gumpal.
Penduduk kampung berhamburan keluar, sambil menjerit-jerit. “Masjid Raya terbakar! Masjid Raya Binasa! Tolonglah! Tolonglah!”
Syahdan, menurut cerita orang-orang tua kampung Lampisang menceritakan. Ketika kejadian itu terjadi. Cut Nyak Dien meninggalkan rumah, lalu turun ke tanah, dengan rambut tergerai-gerai, kedua tinjunya mengepal dan mengacung-acungkan. Kepada seluruh orang kampung yang datang melihat api yang bergolak dari jauh, berseru ia dengan mata terbelalak, berikut kata-katanya yang legendaris itu :
“Hai sekalian mukmin yang bernama orang Aceh! Lihatlah! Saksikan sendiri dengan matamu masjid kita dibakarnya! Mereka menantang Allah Subhana Wataala! Tempatmu beribadah dibinasakannya! Nama Allah dicemarkannya! Camkan itu! Janganlah kita melupa-lupakan budi si kafir yang serupa itu! Masih adakah orang Aceh yang suka mengampuni dosa kafir itu? Masih adakah orang Aceh yang suka menjadi budak Belanda?”
Peristiwa itu terjadi pada tanggal 14 April 1873.

Panglima besar angkatan perang Belanda, Jenderal J.H.R. Kohler tewas ditembak oleh penembak jitu Aceh pada tahun 1873
Jenderal Kohler, panglima tertinggi angkatan perang Belanda ke Aceh itu gugur. Sebutir peluru Aceh telah menamatkan nyawanya. Tentara Belanda mencoba bertahan, tapi maksud mereka tak berhasil. Karena hari itu orang-orang Aceh berjuang mati-matian. Setelah banyak tentara Belanda yang gugur, maka mereka menghindar lalu lari ke pantai. Dalam hujan lebat mereka naik ke perahu dengan tergesa-gesa, lalu kembali kepangkalannya sekalian kapal-kapal yang sedang berlabuh.
Sayangnya pelarian mereka tidak dikejar atau diganggu. Padahal saat itulah sebaik-baiknya waktu untuk menghancurkan musuh-musuh sampai ke akar-akarnya. Mungkin orang Aceh berkeyakinan bahwa Belanda telah mendapatkan pengalaman pahit dan tak akan berani menginjakkan lagi kaki ke Aceh.
Sebelum Belanda mengangkat jangkar. Seorang utusan berenang menghampiri kapal Ritsema. Ia menyerahkan sepucuk surat dari Teuku Nek. Dalam surat itu berkata ia sangat ingin bertemu Said Thahir. Pada malam itu pula Said menjumpai Teuku Nek. Dari mulut uleebalang itu Thahir mendengar, bahwa pasukan Nanta Setia telah menghukum Meuraksa. Sekalian harta Nek dirampas mereka, dan 87 rumah di mukim Meuraksa dibakar! Karena itu Teuku Nek berharap, agar Belanda jangan meninggalkan Aceh dalam sementara waktu. Dimintanya Belanda menduduki Meuraksa, guna melindungi nyawa penduduk disana.
Dalam perhitungan Belanda, situasi tersebut amat berbahaya. Jika mereka lalai, dan tidak segera meninggalkan Aceh maka keselamatan mereka terancam. Meskipun Teuku Nek berjasa kepada Belanda, permintaannya tidak dapat diperturutkan. Oleh karena itu malam itu juga ketujuh belas kapal tersebut mengangkat jangkar, lalu kembali ke Batavia. Ekspedisi Belanda ke Aceh yang pertama sekali itu telah gagal!
Sementara itu, empat hari sesudah kejadian. Teuku Ibrahim Lamnga, pulang ke rumah isterinya Cut Nyak Dhien, membawa kabar baik dari medan perang. Mendengar cerita suaminya Cut Nyak Dien menyapu dadanya dan menegadahkan tangan kearah langit, lalu berdoa dengan khidmat.
“Alhamdulillah! Allah telah melindungi agama kita. Allah menunjukkan adil dan Maha KuasaNya kepada tanah Aceh! Pemimpin kafir telah gugur ditangan orang Aceh! Larilah kafir-kafir itu sekarang pontang-panting meninggalkan Aceh, tanah air kita! Allahu-akbar!”
Tapi Belanda tidak akan menyerah, suatu ekspedisi yang kalah bagi mereka bukanlah kalah perang. Segera Belanda mempersiapkan ekspedisi dengan perlengkapan yang lebih baik. Mukjizat Perkebunan di Deli serta pembukaan Terusan Suez telah membuat Belanda kaya raya. Tahun itu juga Belanda akan datang kembali dengan lebih banyak pasukan dan perlengkapan serta peencanaan yang lebih baik.
(bersambung)
KATALOG RISALAH SANG DURJANA
- BAGIAN SATU;
- BAGIAN DUA;
- BAGIAN TIGA;
- BAGIAN EMPAT;
- BAGIAN LIMA;
- BAGIAN ENAM;
- BAGIAN TUJUH;
- BAGIAN DELAPAN:
- BAGIAN SEMBILAN;
- BAGIAN SEPULUH;
- BAGIAN SEBELAS;
- BAGIAN DUA BELAS;
- BAGIAN TIGA BELAS;
- BAGIAN EMPAT BELAS;
- BAGIAN LIMA BELAS;
- BAGIAN ENAM BELAS;
- BAGIAN TUJUH BELAS;
- BAGIAN DELAPAN BELAS;
- BAGIAN SEMBILAN BELAS;
- BAGIAN DUA PULUH;
- BAGIAN DUA PULUH SATU;
- BAGIAN DUA PULUH DUA;
- BAGIAN DUA PULUH TIGA;
- BAGIAN DUA PULUH EMPAT;
- BAGIAN DUA PULUH LIMA;
- BAGIAN DUA PULUH ENAM;
- BAGIAN DUA PULUH TUJUH;
- BAGIAN DUA PULUH DELAPAN;
- BAGIAN DUA PULUH SEMBILAN;
- BAGIAN TIGA PULUH;
Pingback: RISALAH SANG DURJANA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TIGA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN EMPAT | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN LIMA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DELAPAN | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEMBILAN | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEPULUH | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEMBILAN BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH SATU | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN ENAM | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TUJUH | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEBELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TIGA BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN LIMA BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN EMPAT BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TUJUH BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH DUA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH EMPAT | TengkuputehTengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH EMPAT | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH LIMA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH TIGA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH ENAM | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH TUJUH | Tengkuputeh