
Pasukan Aceh memberikan perlawanan yang gigih dengan membendung arus penyebrangan tentara Belanda. Tentara Belanda terus maju menerobos pertahanan Aceh dengan alatnya yang lengkap dan serba modern. Dalam terobosan-terobosan ini terjadilah perang tanding, seorang melawan seorang dimana prajurit Aceh maju dengan kelewang yang sukar bagi Belanda menghadapinya dalam jarak dekat. Namun dengan keunggulan persenjataan dan keahlian pasukan Belanda terus maju.
RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TIGA BELAS
Sejak saat pertama, Perang Aceh secara militer pun lain daripada semua perang terdahulu. Artileri orang Aceh pun lebih baik daripada yang pernah mereka hadapi. Pada hari pertama Citadel van Antwerpen terkena dua belas tembakan meriam. (De Atjeh-Oorlog, Paul van’t Veer)
Pantai Ceureumen, 6 April 1873
Alam, pantai Aceh yang berawa-rawa dengan pepohonan tinggi menjulang dibelakangnya tidak memungkinkan melakukan pengamatan visual yang agak mendetil. Akhirnya, delapan kapal hitam maju menuju daratan Aceh.
Saat-saat yang dinanti tibalah. Belanda mendaratkan pasukannya dan terus menyerbu Meuraksa dengan lindungan meriamnya. Maka terjadilah perang laut yang seru dan saling tembak-menembak. Pasukan Aceh memberikan perlawanan yang gigih dengan membendung arus penyebrangan tentara Belanda. Tentara Belanda terus maju menerobos pertahanan Aceh dengan alatnya yang lengkap dan serba modern. Dalam terobosan-terobosan ini terjadilah perang tanding, seorang melawan seorang dimana prajurit Aceh maju dengan kelewang yang sukar bagi Belanda menghadapinya dalam jarak dekat. Namun dengan keunggulan persenjataan dan keahlian pasukan Belanda terus maju.
Mayor Jenderal J.H.R Kohler, Panglima tertinggi militer ekspedisi terhadap Aceh berkacak pinggang dengan geram, sebagai komandan teritorial Sumatera Barat ia belum pernah mengalami pertempuran gila seperti ini, ia memanggil komandan kedua, Kolonel E.C van Daalen dan berkata, “seharusnya pendaratan pasukan yang begitu besar di Nusantara seperti yang kita lakukan dihadapi dengan penarikan mundur musuh yang terorganisasi secara umum, apa yang dipikirkan Aceh gila ini sehingga mereka maju?”
Kolonel van Daalen tersenyum, “ini bukan perang biasa, kita menghadapi bangsa perompak yang tua. Tapi seperti biasa, NIL (Tentara Belanda) pasti akan menang.”
Kohler menarik nafas, kemudian tersenyum.
Tentara Belanda terus maju merangsek, mereka memegang kendali peperangan. Tapi masalahnya di mana tepatnya letak keraton, tidak ada yang tahu. Bagaimana amat miskinnya informasi mereka, ternyata dari buku saku ekspedisi Aceh, yang diberikan kepada para perwira disertakan sebuah gambaran bagain figuratif Afdeling utama Aceh, dengan menggunakan gambar-gambar perlambang, yang sebenarnya sangat tidak figuratif kelihatannya. Kuala sungai di situ sudah sama saja salah letaknya seperti keratonnya sendiri, desa-desa pesisir bergeser, jalan-jalan semuanya tidak cocok dengan yang digambarkan. Keterangan beberapa orang mata-mata yang turut serta dibawa ternyata tidak ada harganya.
X
Ketika mencari keraton, pada tanggal 11 April ditemukan sebuah benteng yang diduga adalah keraton, ruang yang dikelilingi tembok dengan beberapa bangunan di dalamnya. Ternyata bukan keraton, tetapi sebuah masjid, yang mati-matian dipertahankan bagaikan sultan sendiri yang bersemayam disini. Masjid itu ditembaki hingga terbakar dan dapat direbut dengan mengalami kerugian berat. Tetapu pada hari itu juga Kohler menyuruh meninggalkan benteng itu, karena menurut dia pasukan terlalu letih untuk bertahan dalam posisi yang begitu terancam. Segera pula orang Aceh menduduki masjid itu dengan sorak kemenangan. Pekikan perangnya terdengar menyeramkan, terutama pada malam hari. Menyadari kekeliruan strateginya, Kohler memerintahkan merebut kembali kompleks bangunan itu dengan menderita kerugian berat.
Kohler sendiri, merupakan korban dalam kekeliruan ini. Ketika berdiri dalam kubu itu pada tanggal 14 April sebutir peluru menembus dadanya dan menewaskannya. Saat itu seluruh ekspedisi kehilangan semangat.
Komandan kedua, Kolonel Van Daalen tidak ditinggali suatu rencana perang apapun. Dalam keadaan yang tidak menguntungkan barisan maju lagi menuju keraton. Garis hubungan denga bivak pantai, yang hanya beberapa kilometer dari masjid letaknya, senantiasa terancam oleh pasukan-pasukan gerilya, yang pejuang-pejuangnya memakai baju putih tanpa takut mati, ya, bahkan ingin mati, menyerbu batalyon-batalyon serdadu Hindia itu. Tengah malam terjadi sergapan dan penembakan. Pada tanggal 16 April dua dari tiga batalyon itu menyerang keraton. Mereka dipukul mundur dengan korban seratus orang mati dan luka.
Malam hari itu Van Daalen melakukan sidang dewan perang di medan. Para Kolonel umumnya berpendapat harus mengundurkan diri, Menurut para perwira, “ternyata musuh gigih yang melawan lebih besar kekuatannya”. Komandan Angkatan Laut berpendapat bahwa musim barat telah tiba dengan turunnya hujan-hujan pertama, yang menjadikan perkemahan tergenang air. Baik keamanan kapal-kapak maupun ‘hubungan tanpa gangguan antara pelabuhan dan darat’ tidak terjamin, sehingga pengiriman bala bantuan yang telah diputuskan oleh Batavia pun tidak akan ada artinya lagi.
Nieuwenhuyzen, Komisaris Pemerintah Belanda yang berlindung di atas kapal Citadel van Antwerpen minta diberi kuasa untuk memerintahkan ekspedisi kembali dan ini diperolehnya pada tanggal 23 April. Dua hari kemudian pasukan masuk kapal. Kekuatan inti tetap tujuh belas hari berada di darat. Dari tiga ribu anggota, 4 orang perwira dan 52 orang bawahan tewas, 27 orang perwira dan 41 bawahan luka. Jadi, hampir lima ratus dari tiga ribu, itulah kerugian akibat perang Aceh pertama, yang ulang alik perjalanannya belum sampai memakan waktu enam minggu.
Kolonel van Daalen menulis, “Kami ingin meyakinkan akan bahwa sifat kebinatangan mereka dan tindakan-tindakan mereka yang tidak berperikemanusiaan, mereka tidak berhak lagi mengharapkan sikap menenggang dari kita.”
XX
KATALOG RISALAH SANG DURJANA
- BAGIAN SATU;
- BAGIAN DUA;
- BAGIAN TIGA;
- BAGIAN EMPAT;
- BAGIAN LIMA;
- BAGIAN ENAM;
- BAGIAN TUJUH;
- BAGIAN DELAPAN:
- BAGIAN SEMBILAN;
- BAGIAN SEPULUH;
- BAGIAN SEBELAS;
- BAGIAN DUA BELAS;
- BAGIAN TIGA BELAS;
- BAGIAN EMPAT BELAS;
- BAGIAN LIMA BELAS;
- BAGIAN ENAM BELAS;
- BAGIAN TUJUH BELAS;
- BAGIAN DELAPAN BELAS;
- BAGIAN SEMBILAN BELAS;
- BAGIAN DUA PULUH;
- BAGIAN DUA PULUH SATU;
- BAGIAN DUA PULUH DUA;
- BAGIAN DUA PULUH TIGA;
- BAGIAN DUA PULUH EMPAT;
- BAGIAN DUA PULUH LIMA;
- BAGIAN DUA PULUH ENAM;
- BAGIAN DUA PULUH TUJUH;
- BAGIAN DUA PULUH DELAPAN;
- BAGIAN DUA PULUH SEMBILAN;
- BAGIAN TIGA PULUH;
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TIGA BELAS
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN EMPAT BELAS | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN LIMA BELAS | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN ENAM BELAS | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TUJUH BELAS | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DELAPAN BELAS | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEMBILAN BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TIGA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN EMPAT | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN LIMA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN ENAM | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TUJUH | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DELAPAN | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEMBILAN | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEPULUH | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH SATU | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEBELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN EMPAT BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN LIMA BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN ENAM BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TUJUH BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH DUA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH EMPAT | TengkuputehTengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH EMPAT | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH LIMA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH TIGA | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DELAPAN BELAS | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH ENAM | Tengkuputeh
Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH TUJUH | Tengkuputeh