SETITIK NOKTAH DI DALAM NOKTAH
Betapa hidup ini seperti mimpi, melihat ke langit penuh bintang-bintang yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan pasir di bumi kita. Mimpi yang (bisa) menjadi mimpi tak berguna.
Benar, hidup selalu berubah, bahkan hingga hari ini. Terlalu banyak, sampai aku tidak tahu pasti mana mimpi yang benar-benar aku kejar, mana yang hanya menghiasi tidur malam.
(Mungkin) justru kita perlu bermimpi, karena mimpi itu yang menentukan perjalanan, mimpi mengubah manusia. Justru karena masih ada mimpi, kita punya alasan untuk terus berjuang, terus berjalan, terus mengejar. Tanpa mimpi sama sekali, apa arti hidup.
Walau, dalam mimpi sekalipun, aku tak mampu rehat dari pertempuran. Haruskah aku mereguk hidup hingga tandas? Sampai ampas, bersama waktu yang berjalan.
Padahal senikmat-nikmatnya pertarungan, hanya akan melukai, lebih baik aku bersama yang ku cinta atau saat aku menemani diri sendiri.
Kubayangkan di landai pantai, butir-butir pasir berhamburan, menyalakan samar hampar lautan, aku menjelma menjadi sebaris nama. Kecil, tak berarti, titik disemesta. Setitik noktah di dalam noktah, dalam luasnya semesta raya.
Bait Al-Hikmah, 6 Jumadil Awwal 1436 Hijriah (bertepatan dengan 25 Februari 2015)
Pingback: RENUNGAN MALAM | Tengkuputeh
Pingback: MALAM INI BIARKAN AKU MENYENDIRI | Tengkuputeh
Pingback: MUSIM HUJAN - TengkuputehTengkuputeh
Pingback: DENGARLAH SUARA KEMATIAN | Tengkuputeh
Pingback: AKHLAK | Tengkuputeh
Pingback: ODA SEBATANG POHON | Tengkuputeh
Pingback: SENANG BAGI MEREKA YANG BERPUNYA | Tengkuputeh