UDIK INVATION
Dasar orang udik! Dasar anak kampung! Pernah mendengarkan kalimat tersebut? Atau pernah mengucapkan? Tidak salah memang. Saat ini zaman kota , segala yang bernama udik, kampung identik dengan keterbelakangan.
Disekolah kita diajarkan bahwa orang kota lebih berpendidikan, berkecukupan namun kecendrungan induvidualistis sedangkan orang yang tinggal di desa memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah, hidup sederhana namun memiliki rasa sosial yang tinggi. Mungkin benar, namun tidak mutlak.
Walau begitu saat ini semakin banyak orang dari desa yang mencari penghidupan di kota , persepsinya adalah kota menjanjikan peluang. Cerita-cerita kegagalan para perantau tertutup oleh keberhasilan segelintir orang.
Adakah kota lebih baik dari desa? Kota menjanjikan kenyamanan dalam hidup, semuanya tersedia asal punya uang. Mottonya “ Ada uang ada barang”. Namun kota juga memiliki penyakit, yaitu kekotaannya itu sendiri.
Belajar dari masa lalu, lihatlah bagaimana bangsa Indo German menghancurkan Romawi Barat, bangsa Arab menghapuskan Kerajaan Persia yang berusia ribuan tahun, Mongol/Tatar membumihanguskan Baghdad ibukota kekhalifahan Abbassiyah, bangsa Turki mengalahkan Kekaisaran Byantium dan menduduki ibukotanya Konstantinopel dan menganti namanya menjadi Istanbul.
Keberhasilan orang-orang dengan tingkat kebudayaan yang “dibawah rata-rata” itu sendiri disebabkan kedinamisan kebudayaan tersebut menyerap segala kebaikan yang ada pada kebudayaan yang lebih tinggi. Sebaliknya kebudayaan yang sudah merasa tinggi akan mengalami kemandegan dalam kemajuan hingga akhirnya mengalami pembusukan dari dalam.
Lihatlah bagaimana dengan cepat Kesultanan Turki Usmani meniru dengan cepat segala keburukan Kekaisaran Byzantium, hingga akhirnya memggerogotinya hingga lumpuh sedikit demi sedikit. Ataupun Khalifah Abbasiyah meniru gaya Metropolis dengan segala penyakitnya kisra Persia hingga akhirnya mereka diluluhlantakkan oleh Pasukan Tatar (Mongol).
Kota dan Desa adalah dua sisi mata uang, keduanya memiliki sisi baik dan sisi buruk, keduanya melengkapi satu sama lain. Namun mengapa kita sering kali hanya mengikuti segala sesuatunya berdasarkan sisi buruknya saja?
Itulah pertanyaannya, mampukah kita menjawabnya.
Saya rasa teori ini juga mungkin2 aja 😀
Tapi yg paling mendekati, revolusi proletar-borjuis deh 😆
Utchanovsy ==> Revolusi Proletar-Borjuis? Teorinya Rusia banget, kayak nama kamu. Mengingatkan saya dengan maxim gorky?
Pingback: PENGULANGAN SEJARAH | Tengkuputeh
Pingback: MENGAPA KITA MERASA SENASIB DENGAN PALESTINA | Tengkuputeh
Pingback: KOPI, LEGENDA DAN MITOS | Tengkuputeh
Pingback: KOPI, LEGENDA DAN MITOS - TengkuputehTengkuputeh
Pingback: JANGAN MELUPAKAN SEJARAH | Tengkuputeh
Pingback: UMAT ISLAM TAK LAGI MEMILIKI PERIMBANGAN ANTARA ILMU DAN IMAN | TengkuputehTengkuputeh
Pingback: WABAH MANUSIA | Tengkuputeh
Pingback: ELAN PERTUMBUHAN | Tengkuputeh
Pingback: UMAT ISLAM TAK LAGI MEMILIKI PERIMBANGAN ANTARA ILMU DAN IMAN | Tengkuputeh
Pingback: BAJAK LAUT PEMBERONTAK ATAU PEROMPAK | Tengkuputeh
Pingback: MELANJUTKAN PERJUANGAN | Tengkuputeh
Pingback: TOPENG | Tengkuputeh
Pingback: KENAIKKAN BBM SIKAPI DENGAN HARGA DIRI | Tengkuputeh
Pingback: BERPIKIR DAN BERTINDAK | Tengkuputeh
Pingback: MANAJEMEN KRITIK | Tengkuputeh
Pingback: JOMBLO BUKAN BERARTI HOMO | Tengkuputeh
Pingback: TEMUKAN MENTOR RAHASIAMU | Tengkuputeh
Pingback: GULA DAN SEJARAH PENINDASAN | Tengkuputeh
Pingback: TRAGEDI JULIUS CEASAR | Tengkuputeh
Pingback: BUKAN ROMAN PICISAN | Tengkuputeh
Pingback: BERSATULAH BANGSAKU | Tengkuputeh
Pingback: YANG MUDA YANG BERGUNA | Tengkuputeh
Pingback: MENULIS HARUSKAH PINTAR | Tengkuputeh
Pingback: MENEGAKKAN KEADILAN | Tengkuputeh
Pingback: BATAS | Tengkuputeh