MEMOAR ROMANTIK
Adakala ketika terjaga dipagi hari, ku tak tahu berada dimana. Aliran kehidupan seperti sungai. Detak waktu telah membuat sadar bahwa diri tak lagi merupakan kanak-kanak. Hari ini kumengingat diri sebagai seorang bocah berumur tujuh tahun. Seperti pertama kali melihat matahari tenggelam, sudah banyak yang terlewati.
Dan hari ini ku mendapati tak akan ada yang mengerti, dan tak ada yang peduli dan tak akan pulang kembali. Bersama impian dan keyakinan tak akan menyerah. Mengingat sumpah setia bersama teman-teman yang telah pergi.
Berpikir bagaimana kehidupanku kembali setelah menjalani jalan ini tanpa berpikir lari dari takdir hingga pertolongan tiba. Mimpi dan cita belum terlaksana semuanya. Betapa sulit melaksanakan impian seorang bocah dunia dewasa, betapa kesempurnaan ide terbentur dengan realita.
Dan kumerasa sudah saatnya ku kembali, tanpa harus menahan satu malam lagi. Jika engkau mendapati mataku terpejam maka semua sudah tak ada. Delapan puluh lima tahun hidupku seperti sudah berlangsung berabad-abad. Dimana tubuh renta ini bertahan sekian lama hanya karena kekuatan cita.
Aku pulang, dan jika pun semua cita-cita lama tak tercapai. Maka, aku bisa bergembira dalam kepulangan ini. Pulang sebagai manusia merdeka. Manusia merdeka, oh betapa itupun sebegitu sulitnya.
enaknya yang mo mudik……..kemana nih mas?
Enanya mudik ketempat yg kita sebut rumah ya 🙂
Pingback: TERIMA KASIH PADA SASTRA | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: THE LIVING MEMOIRS | Tengkuputeh
Pingback: SEBUAH KOTAK HITAM | Tengkuputeh
Pingback: MAKNA PUISI YANG HILANG | Tengkuputeh
Pingback: KEGUNCANGAN FILOSOFIS | Tengkuputeh
Pingback: TEORI KEMUNGKINAN | Tengkuputeh
Pingback: MALAM YANG TERTAKLUKKAN - TengkuputehTengkuputeh
Pingback: MAKNA NOSTAGIA | Tengkuputeh
Pingback: PASRAH | Tengkuputeh
Pingback: PADA AKHIRNYA KITA (JUGA) TAK PAHAM | Tengkuputeh
Pingback: PENGEMBARAAN | Tengkuputeh