BAGAIMANA MENGELOLA HARTA MENURUT HIKAYAT KALILAH WA DIMNAH

Naskah KALILAH WA DIMNAH yang disalin pada 1429, dari Herat, melukiskan sekor serigala yang mencoba menyesatkan singa. Kelileh va Demneh. This 15th century Persian mauscript is kept at the Topkapi Palace Museum in Istanbul, Turkey.


BAGAIMANA MENGELOLA HARTA MENURUT HIKAYAT KALILAH WA DIMNAH


Hikayat Kalilah Wa Dimnah ditulis seorang pintar dari bangsa Hindu dalam bahasa sanskerta antara 1 abad sebelum Masehi bernama Baidaba atas titah Maharaja Dabsyalim yang memerintah di negeri Hindustan setelah negera ini dibebaskan dari penyerbuan oleh Alexander Agung dari Macedonia. Oleh Abdullah bin Muqaffa’ seorang sekretaris khalifah Abu Ja’far al-Manshur khalifah kedua pada Dinasti Abbasiyah (memerintah 754-775 Masehi) diterjemahkan ke bahasa Arab dari bahasa Persia. Ibnu Muqaffa’ beribu bapak Persia dan ahli dalam bahasa Arab, Ia lahir di Basrah pada permulaan abad kedua Hijriah ketika Basrah termasyur sebagai pusat ilmu pengetahuan. Dari bahasa Arab kemudian Hikayat Kalilah Wa Dimnah diterjemahkan kepada berbagai bahasa antara lain: Suryani, Yunani, Ibrani, Latin. Spanyol, Inggris, Rusia, Perancis, Italia, Turki, Jerman, Belanda, Indonesia dan lain-lain.


Diawali dengan Hikayat Singa dan Lembu. Ketika Maharaja Dabsyalim bertitah kepada Baidaba. “Cobalah guru ceritakan perumpamaan dua sahabat yang saling berkasih-kasihan oleh karena perbuatan tukang fitnah yang dusta, menjadi putuslah persahabatannya dan akhirnya bermusuhan.”


“Ampun tuanku.” Sembah Baidaba. “Jika dua orang yang bersahabat ditengahi oleh tukang fitnah yang dusta, tak dapat dan tak bukan putuslah persahabatan itu dan bermusuh-musuhanlah keduanya. Tak ubahnya Hikayat Singa dan Lembu yang akan patik ceritakan itu.”


Alkisah di negeri Dastawand seorang bapak telah menjadi tua mempunyai tiga orang anak laki-laki, mereka tiada kerjanya sehai-hari melainkan menghabiskan harta ayahnya pada jalan yang tidak berfaedah sedikitpun jua. Pada suatu hari bernasehatlah orang tua itu kepada anak-anaknya.


“Hai anakku.” Katanya, “manusia mencari tiga perkara dengan menggunakan empat perkara sebagai perkakas. Tiga perkara yang perlu dicari itu, ialah rezeki yang mudah, derajat yang mulia dan perbekalan untuk akhirat.”


“Dan empat perkara sebagai perkakas, ialah pandai mencari harta, pandai memeliharanya/menyimpannya, pandai menjalankannya dan pandai membelanjakannya. Barang siapa menyiakan salah satu dari empat perkara itu, maksud yang hendak dicapai tidak akan tercapai selama-lamanya.”

“Orang yang tiada pandai mencari tentulah tiada akan berharta. Pandai mencari tetapi tidak pandai menyimpan tentu hartanya akan segera habis dan ia menjadi miskin. Pandai juga menyimpan tapi tidak pandai menjalankannya tentu akan habis juga hartanya. Pandai menjalankannya tetapi tidak pendai membelanjakannya pada jalan kebajikan samalah dengan orang miskin yang tidak berharta.”


“Janganlah menyangka bahwa harta yang tiada dibelanjakan ini akan kekal selamanya. Air yang tergenang pada suatu tempat dan tidak diberi jalan mengalir akan pecah dan menjadi terbuang percuma. Sebaliknya jika dalam membelanjakannya dalam hal sia-sia akan menjatuhkan kehormatan, sebagaimana air yang memancar kemana-kemana tiada berguna.”


Mendengar nasehat orang tua tersebut, barulah ketiga anak itu insaf dan sadar dan sejak itu berubahlah kelakuan mereka. Masing-masing mereka mulai rajin berkerja untuk mencari nafkah, pandai hidup berhemat dan mulai menyimpan untuk hari tua.


Hikayat Kalilah Wa Dimnah memiliki alur transisi cerita sebagaimana Hikayat 1001 Malam, dimana satu kisah akan dimasuki/memasuki kisah lainnya. “Pada suatu hari berangkatlah yang tertua untuk berniaga ke negeri lain. Barang-barang perniagaannya dimuatkan dalam sebuah pedati yang dihela oleh dua ekor lembu bernama Syatrabah dan Bandabah.”  Kisah dalam Hikayat kita cukupkan sampai disini saja, untuk kisah lengkap dapat dibaca langsung pada edisi terjemahannya, tersedia pula dalam bahasa Indonesia dan telah diterbitkan oleh beberapa penerbit salah satunya Balai Pustaka.


Kajian yang menarik dalam pembukaan kisah adalah bagaimana mengelola harta agar dapat mencapai kemuliaan di dunia dan akhirat sebagaimana nasehat bapak tua tersebut kepada anaknya. Yaitu ketika seorang anak manusia dalam mencari rezeki dan mengelola hartanya dapat mencapai kebahagiaan jika ia mampu:



  1. Mencari harta dengan baik (Mencari harta yang halal dan baik);

  2. Menyimpan harta dengan baik (Mengumpulkannya dan mengkumulasikannya);

  3. Menjalankan harta dengan baik (Memutarkannya, menjalankan usaha sehingga bertambah dan terjadi lompatan eksponensial);

  4. Membelanjakannya dengan baik (Tidak menahan diri sehingga kikir dan tidak terlalu foya-foya sehingga menjadi ria).


Sebuah sempilan dari kisah yang dituliskan sekitar 21 abad yang lalu ini menjadi menarik di tahun 2024 ini terutama di poin 4, di era media sosial dimana orang dengan bangganya memamerkan harta dengan cara-cara yang berlebihan untuk mendapatkan pengakuan dari nitizen, sejatinya malah tidak meninggikan derajatnya malah melemparkan dirinya kedalam kehinaan dan kebodohan yang tak terkira! Sumpah ini bukan pendapat saya pribadi! Ini hanya pendapat orang bijak yang dituliskan dalam rangkaian kisah yang berjudul Hikayat Kalilah Wa Dimnah, yang follower media sosialnya tidak sebesar idola masa kini.


Beberapa opini terdahulu:



  1. Kaya Tanpa Harta; 24 November 2019;

  2. Perjalanan Yang Luar Biasa; 4 Desember 2019;

  3. Abu Nawas Menasehati Raja; 2 Juni 2020;

  4. Bustanus Salatin Panduan Berkuasa Para Sultan Aceh; 27 September 2020;

  5. Kenapa Sejarah Tak Boleh Dilupakan; 4 Oktober 2020;

  6. Penjara Pikiran; 9 Oktober 2020;

  7. Mengapa Harus Mempelajari Bahasa Daerah; 17 Maret 2021;

  8. Ilmu Memahami Ilmu; 15 Juni 2021;

  9. Lembu Patah; 18 Desember 2021;

  10. Jangan (Mudah) Percaya Dengan Apa Yang Kau Baca; 12 Februari 2022;

  11. Aceh Yang Dilupakan; 29 Maret 2022;

  12. Sejarah Tak Bepihak Kepada Kita; 8 September 2022;

  13. Di Bawah Naungan Lentera; 26 Januari 2023;

  14. Masihkah Orang Aceh Berjiwa Penyair; 24 Juni 2023;

  15. Ditampar Kebenaran; 8 Oktober 2023;

Unknown's avatar

About tengkuputeh

Cepat seperti angin // Tekun seperti hujan // Bergairah seperti api // Diam seperti gunung // Misterius seperti laut // Kejam seperti badai // Anggun seperti ngarai // Hening seperti hutan // Dalam seperti lembah // Lembut seperti awan // Tangguh seperti karang // Sederhana seperti debu // Menyelimuti seperti udara // Hangat seperti matahari // Luas seperti angkasa // Berserakan seperti debu //
This entry was posted in Cerita, Cuplikan Sejarah, Kisah-Kisah, Kolom, Mari Berpikir, Opini, Pengembangan diri and tagged , , , , , , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

2 Responses to BAGAIMANA MENGELOLA HARTA MENURUT HIKAYAT KALILAH WA DIMNAH

  1. Pingback: SENJAKALA KATA | Tengkuputeh

  2. Pingback: AMANAH WALI: SELAMATKAN HUTAN ACEH | Tengkuputeh

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.