
Kamu bisa mengalahkan 30 orang pintar dengan 1 fakta, tapi kamu tidak bisa mengalahkan 1 orang bodoh dengan 30 fakta sekalipun. Baharuddin Yusuf Habibie, Presiden ke-3 Republik Indonesia
DITAMPAR KEBENARAN
Kamu bisa mengalahkan 30 orang pintar dengan 1 fakta, tapi kamu tidak bisa mengalahkan 1 orang bodoh dengan 30 fakta sekalipun. Baharuddin Yusuf Habibie, Presiden ke-3 Republik Indonesia.
Di sebuah warung kopi terdengar sebuah perbincangan seru yang berkesimpulan bahwa seribu orang pintar akan mudah diyakinkan dengan satu fakta, sementara satu orang bodoh tidak akan mampu diyakinkan dengan seribu fakta. Serasa ditampar kebenaran kami terdiam, terkejut kemudian tertawa kami teringat akan Tuan.

Siapkan pipi Tuan untuk ditampar kebenaran berkali-kali. Selamat malam Tuan dan ingatlah! Kebenaran mereka yang kalah bukanlah omomg kosong, sebagaimana kesalahan mereka yang menang adalah tetap kesalahan
Tuan! Tulisan ini ditulis di bawah kelindan cahaya, dimana benang-benangnya mencapai pundi-pundi hamba untuk berisalah kepada seseorang yang kami cintai, sebuah nasiha kepada pelindung dan penyokong bagi kami untuk menjaga mimpi-mimpi yang berasal dari pelita ke-ACEH-an yang seiring waktu kian meredup. Cahaya kian temaram, ya api itu kian hari kian kecil, asap hitam kian tebal dan menusuk dan meninggalkan jelaga di hidung kami.
Tuan hidup di zaman ketika sejarah telah menjadi legenda, dan fakta seolah hanyalah desas-desus. Sebagai bagian terakhir manusia yang menyerap kebijaksaan abad ke-19 kami takut Tuan akan sirna, musnah dan tak tergantikan lagi.
Aceh hari ini, adalah sebuah entitas yang berkali-kali menyusut. Sampai akhir abad XX kita masih memiliki pedoman kebijaksanaan, para tokoh Ali Hasjmy, Ibrahim Hasan, Samsyudin Mahmud, Safwan Idris sampai Dawan Dawood. Hari ini para idola telah lahir mengantikan kekosongan itu. Dilansir dialeksis.com mereka adalah: Kaka Alfarisi, Herlin Kenza, Shella Saukia, Cut Bul, Afla Nadia dan Zsalsa Nadila.
Jalan paling mudah adalah menyalahkan generasi muda. Atau orang-orang yang hadir belakangan mengambil peran. Tapi pernahkah terpikir mengapa cendikia dari masa lalu tidak menciptakan ekosistem di mana akedemisi memberi contoh tauladan yang baik? Mungkin mereka sibuk mengejar angka kredit, mengejar scopus dan menjadi makmur, mereka yang bercukupan cencerung kehilangan keresahan-keresahan sosial, diam tak berbuat seharusnya adalah dosa terbesar para intelektual.
Betapa durjana jika di zaman ini, kita terkejut ketika seorang professor melakukan plagiasi. Ada pula korupsi dan menumpuk harta dalam rekeningnya. Gusar, marah dan kecewa kami tak mampu berbuat apa-apa. Namun tak ada salahnya kami mencoba mengingatkan tuan. Mengulangi contoh-contoh para pendiri bangsa. Natsir, Sukarno, Syahrir terlebih Muhammad Hatta. Dari sejarah kita memahami pendidikan (seharusnya) menjadi sesuatu yang mencerahkan kepada yang menuntutnya. Mereka yang terdidik (harusnya) menyadari keterikatan dirinya atas ilmu yang telah ia tuntut sehingga berkewajiban menjaga diri dari hal-hal tercela sekaligus (harus) merasa memiliki kewajiban moral untuk mengabdikan diri untuk memberikan faedah yang baik, jika tak mampu terbail kepada lingkungannya.
Memang benar, kualitas seseorang tak bisa diukur dari nilai dan riwayat pendidikanya. Maka bertambahnya gelar Tuan juga bukan berarti tambah bijak, tambah hebat. Biasa saja Tuan! Benar Tuan adalah manusia yang tak akan berulang, tapi bukankah tidak ada manusia manapun juga yang akan berulang. Keinginan kami adalah Tuan dalam keadaan apapun bersedia dikalahkan oleh fakta dan ditampar berkali-kali oleh kebenaran tanpa harus merasa diri besar. Jika itu terjadi semoga Tuan diberikan kesehatan, keselamatan sekaligus keceriaan bagi kami. Tetaplah menjadi seorang pencerita yang kami sukai, selama mungkin selama Tuan masih bernafas.
Siapkan pipi Tuan untuk ditampar kebenaran berkali-kali. Selamat malam Tuan dan ingatlah! Kebenaran mereka yang kalah bukanlah omong-kosong, sebagaimana kesalahan mereka yang menang adalah tetap kesalahan.
15 Opini terakhir:
- Kaya Tanpa Harta; 24 November 2019;
- Perjalanan Yang Luar Biasa; 4 Desember 2019;
- Merekonstruksikan Kembali Letak Istana Daroddonya; 3 Maret 2020;
- Abu Nawas Menasehati Raja; 2 Juni 2020;
- Bustanus Salatin Panduan Berkuasa Para Sultan Aceh; 27 September 2020;
- Kenapa Sejarah Tak Boleh Dilupakan; 4 Oktober 2020;
- Penjara Pikiran; 9 Oktober 2020;
- Mengapa Harus Mempelajari Bahasa Daerah; 17 Maret 2021;
- Ilmu Memahami Ilmu; 15 Juni 2021;
- Lembu Patah; 18 Desember 2021;
- Jangan (Mudah) Percaya Dengan Apa Yang Kau Baca; 12 Februari 2022;
- Aceh Yang Dilupakan; 29 Maret 2022;
- Sejarah Tak Bepihak Kepada Kita; 8 September 2022;
- Di Bawah Naungan Lentera; 26 Januari 2023;
- Masihkah Orang Aceh Berjiwa Penyair; 24 Juni 2023;
Pingback: BAGAIMANA MENGELOLA HARTA MENURUT HIKAYAT KALILAH WA DIMNAH | Tengkuputeh
Pingback: AMANAH WALI: SELAMATKAN HUTAN ACEH | Tengkuputeh