
Aku tak bisa menemani di sepanjang hidupmu, selalu. Ada masa, ketika (mungkin) aku hanya memandang dirimu dari sehelai potret buram belaka. Jika itu terjadi, di saat engkau akan melangkahkan kaki di dunia, atau akan melangkah menuju tahap kehidupan berikutnya, resapilah kenang-kenangan ini, sebuah nasehat (syair) kepada ananda.
KENANGAN AYAHANDA
Anakku, bilamana engkau dapat menjaga ketenangan pikiranmu ketika semua orang lain disekitarmu telah kehilangan ketenangan atas pikiran mereka, dan disaat mereka semua menyalahkanmu atas segala hal.
Bilamana engkau (selalu) percaya pada dirimu sendiri, bahkan ketika semua orang telah merasa ragu terhadapmu. Tetapi engkau juga memperhatikan (mempelajari) keragu-raguan mereka.
Bilamana engkau mampu menunggu dan tidak merasa lelah menunggu. Atau ketika orang berbohong kepadamu dan engkau tidak pernah ingin melakukan kebohongan, atau berdamai dengan kebohongan.
Atau ketika engkau dibenci orang dan engkau tidak membalas dengan kebencian. Kendati pun begitu engkau tidak terlalu baik dalam berbicara (terlalu jujur) dan juga tidak berbicara terlalu bijaksana (lembut).
Bilamana engkau dapat bermimpi – tetapi mimpi itu tidak menguasaimu (tuanmu). Bilamana engkau dapat berpikir tetapi pemikiran itu bukan menjadi tujuanmu satu-satunya.
Bilamana engkau mendapat kemenangan atau kekalahan, dan memberikan perlakuan penghormatan yang sama kepada kedua lawanmu itu.
Bilamana engkau dapat menahan diri mendengarkan kebenaran yang telah engkau ucapkan diputar-balikkan oleh orang-orang jahat, supaya kata-katamu tadi dapat menjadi perangkap bagi orang-orang yang bodoh dalam prasangka.
Atau melihat hal-hal yang seluruh umurmu telah engkau gunakan untuk membangun, dihancurkan dan direndahkan, dan engkau membangunnya kembali dengan alat-alat yang rapuh sekalipun.
Bilamana engkau menumpukkan semua kemenangan yang telah engkau capai dalam hidupmu dan mempertaruhkan semuanya dalam perjuangan baru yang lebih besar.
Dan engkau kalah, dan engkau memulai usahamu kembali dari permulaan, dan engkau tidak mengucapkan sepatah kata (mengeluh) pun tentang kekalahan yang engkau derita.
Bilamana engkau telah memaksa hati, saraf dan ototmu untuk memberikan segala daya upaya untuk berjuang, walaupun sebenarnya semua kekuatan itu telah tiada.
Ketika itu engkau terus berusaha sampai tidak ada apa-apa lagi dalam dirimu, selain dari kemauan yang berkata pada diri sendiri, teruslah berjuang!
Bilamana engkau dapat berbicara kepada orang ramai dan engkau dapat memelihara sifat-sifat kemuliaanmu. Atau engkau berjalan dengan Raja-Raja, dan engkau tidak kehilangan perasaan dengan orang-orang biasa.
Bilamana musuh maupun teman yang mencintai dan dicintai tidak dapat terlalu menyakitimu lagi. Karena engkau menyadari semua orang dalam pandanganmu memiliki kelebihan, kekurangan dan kepentingan masing-masing.
Bilamana engkau dapat mengisi waktu yang tidak memberi ampun, dalam (perjalanan) hal-hal bersifat kebaikan. Maka saat itu anakku, dunia dan seluruh isinya menjadi milikmu. Dan yang lebih penting lagi, engkau akan menjadi manusia sejati.
Disadur dari “kenang-kenangan orang tua” oleh Rudyard Kipling
Pingback: MENCARI BELERANG MERAH | Tengkuputeh
Pingback: POHON KEKEKALAN | Tengkuputeh
Pingback: ISMAIL | Tengkuputeh
Pingback: SERAKAH | Tengkuputeh
Pingback: AKHLAK | Tengkuputeh
Pingback: KETIKA IKARUS JATUH | Tengkuputeh
Pingback: TUA | Tengkuputeh
Pingback: RIWAYAT SARUNG | Tengkuputeh
Pingback: NUN | Tengkuputeh
Pingback: LALAI | Tengkuputeh
Pingback: ODA SEBATANG POHON | Tengkuputeh
Pingback: RAMADHAN DAN RELATIVITAS | Tengkuputeh
Pingback: SENANG BAGI MEREKA YANG BERPUNYA | Tengkuputeh