JANGAN GOLPUT
Politik dapat diibaratkan sebuah kebusukan yang disajikan indah dalam talam bunga-bunga harum mewangi. Disajikan dalam nyanyian dan puja dan puji namun itu semua tak lebih dari, tak lebih dari sebuah kebusukan yang tersaji indah. Tetap saja busuk.
Mengapa? Karena semua negara, semua bentuk kekuasaan, yang pernah memegang dan tengah memegang kekuasaan atas nasib orang banyak sampai sekarang ini baik berbentuk demokrasi atau keturunan adalah sama. Jangan berharap terlalu, ada budi di dalamnya.
Karena tiada budi, maka janganlah terlalu berharap. Siapapun yang memenangkan pertarungan politik akan memikirkan kamanfaatan organisasi (Negara), mengesampingkan kepentingan pribadi. (Diduga kuat) serakah, dengan tipu dan korupsi adalah tujuan utama. Mungkin, ia akan memikirkan namun apabila tidak bersinggungan dengan kepentingan pribadi atau golongan.
Sekiranya politik ini tidak akan menguntungkan agama kita, kita tinggalkan ini semua.
Pada pemilihan umum 2014 ini. Saya menganjurkan, jangan Golput! Golput, adalah golongan putih dikenal sebagai sebutan untuk warga negara yang sengaja menolak memilih dalam pemilu. Pemilihan umum merupakan bentuk terkecil pertisipasi bagi warga negara dalam perubahan negeri.
Tidak memilih berarti membutakan diri dari politik, dan buta politik dijelaskan dengan sangat baik oleh seorang Penyair Jerman, Bertolt Brencht.
“Buta yang terburuk adalah buta politik, dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisapasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, semua bergantung pada keputusan politik. Orang buta politik begitu bodoh sehingga dia bangga dan memnusungkan dadanya mengatakan bahwa dia membenci politik. Si dungu yang tidak tahu bahwa dari kebodohan politik tersebut melahirkan pelacur, anak terlantar, dan pencuri terburuk dari semua pencuri, politisi buruk, rusaknya perusahaan nasional dan multinasional”
Maka (mungkin) sungguh keajaiban jika dalam pemilihan umum ini terpilih ia yang adil, sehingga tak pernah berlaku zalim, sehingga ia tak pernah memuaskan hawa nafsu dengan merugikan kepentingan umum, sehingga ia tak pernah khilaf dalam menimbang buruk baik. Dan kapasitas yang seperti ini sangan jarang, apalagi dalam politik (Jika ada orang seperti ini, maka dapat dipastikan ia adalah pilihan Tuhan, yaitu Rasul. Ia bukan manusia biasa) Saat ini, di Indonesia bahkan bisa dikatakan tidak ada (Bahkan mungkin tidak pernah ada!)
Tulisan ini bukan ditulis berdasarkan nafsu melanggengkan bentuk dan sistem kekuasaan yang ada. Ini hanyalah anjuran untuk berbuat, karena penyesalan terbesar bukan ketika kita memilih berbuat, dan gagal. Namun, saat kita memilih tidak berbuat apa-apa, dan meratapi kemudian. Tidak ada salahnya, memilih berbuat dan berharap Indonesia menjadi Negara yang lebih baik. Sebuah harapan, Negara ini, milik kita semua yang hidup di sini.
Beberapa opini lain:
- Membangun Tradisi Baru; 18 Desember 2008;
- Tragedi Andalusia Mungkinkah Berulang; 30 Desember 2008;
- Lautan Yang Tersia-siakan; 23 Januari 2009;
- Hantu; 20 Februari 2009;
- Kekuatan Syair; 3 Maret 2009;
- Bukan Roman Picisan; 24 Maret 2009;
- Apalah Artinya Sebuah Nama; 13 Juli 2009;
- Jangan Melupakan Sejarah; 26 Juli 2009;
- Perjalanan ini; 18 Agustus 2009;
- Menulis Haruskah Pintar; 26 Oktober 2009;
- Menegakkan Keadilan; 3 November 2009;
- Batas; 22 Februari 2010;
- Manusia; 18 Maret 2010;
- Menelusuri Sejarah Perang Salib; 30 April 2010;
- Teori Kemungkinan; 14 Februari 2011;
Pingback: POLITIK ABU NAWAS | Tengkuputeh
Pingback: SANG TIRAN | Tengkuputeh
Pingback: PERADABAN TANPA TULISAN | Tengkuputeh