AMANAH WALI: SELAMATKAN HUTAN ACEH

Selamatkan hutan Aceh, sebab hutan itu adalah salah satu pusaka peninggalan leluhur yang akan menjadi warisan anak cucu kita di masa depan.

AMANAH WALI: SELAMATKAN HUTAN ACEH

Dari Stockholm, Swedia, 15 Juni 2009, kira-kira setahun sebelum berpulang ke rahmatullah (2 Juni 2010). Wali Nanggroe Aceh ke-8, sekaligus pendiri Gerakan Aceh Merdeka yang telah menandatangani perjanjian damai dengan Pemerintah Indonesia di Helsinki, Finlandia pada 15 Agustus 2005, Tengku Hasan Muhammad Di Tiro, menuliskan sebuah wasiat kepada seluruh anak bangsa Aceh:

Amanah Wali keu bansa Atjeh!

“Peuseulamat uteuen Atjeh, sabab uteuen njan nakeueh salah saboh pusaka keuneubah indatu nyan akan tapulang keu aneuk tjutjo geutanjoe di masa ukue.”

Artinya:

Amanah Wali kepada seluruh bangsa Aceh!

“Selamatkan hutan Aceh, sebab hutan itu adalah salah satu pusaka peninggalan leluhur yang akan menjadi warisan anak cucu kita di masa depan.”

XXX

Catatan Penulis:

Bencana banjir bandang yang berlangsung di Aceh yang berlangsung pada 25-26 November 2025 dan masih terasa efeknya Ketika tulisan ini ditulis (19 Desember 2025), di mana masih banyak daerah terisolasi, jembatan penghubung antar kabupaten terputus, puluhan kampung lenyap di hantam kayu-kayu yang ditebang oleh tangan-tangan serakah, rumah-rumah penduduk tenggelam, dan masih banyak pengungsi yang masih kelaparan akibat keterbatasan akses.

Ada yang menyesakkan Ketika bencana datang akibat ulah manusia, betapa kita menyaksikan betapa mengerikan tragedi akibat keserakahan manusia, jiwa kita menjadi resah, rasanya malu menjadi manusia ketika tak bisa berbuat apa-apa ketika saudara kita menahan kelaparan, atau bahkan merenggang nyawa. Hanyalah bisa memohon perlindungan dari Allah.

Wahai orang Aceh pelajari sejarah dirimu, dan kenali siapa dirimu. Ketidaktahuan akan sejarah membuat bangsa Aceh tidak bisa melihat sebuah sinar di leluhur kita. Dan Hal ini merupakan sesuatu yang tidak lazim. Semakin hari sebuah bangsa menjadi semakin lemah, bodoh dan serakah. Satu persatu wilayah peradaban hilang tak mampu dibangkitkan lagi.

Perdamaian selama 21 tahun adalah sebuah nikmat tak terkira setelah bertahun-tahun hidup pada masa konflik, ini adalah sesuatu yang patut disyukuri.  Dalam kedamaian kita telah abai terhadap lingkungan negeri dan gagal memelihara warisan yang telah dititipkan oleh leluhur yaitu hutan Aceh, bencana datang dan harus menjadi kenangan kita selamanya, sebagai bagian dari memori kolektif. Jika bencana ini berlalu dan kita membiarkan hutan dijarah kembali maka kita adalah selemah-lemahnya generasi dalam sejarah Aceh.

Maka sejak hari ini ingatlah seluruh bangsa Aceh, lautan kayu yang menyelimuti Sumatera bukan fenomena alam, melainkan jejak kejahatan! Warisan leluhurmu (telah) dijarah dan diperkosa habis-habisan! Jika ke depan kita semua mendiamkan kejahatan ini terjadi lagi, maka apakah kita masih punya keberanian menjejakkan kaki di muka bumi ini?

XXX

Beberapa opini lain:

  1. Abu Nawas Menasehati Raja; 2 Juni 2020;
  2. Bustanus Salatin Panduan Berkuasa Para Sultan Aceh; 27 September 2020;
  3. Kenapa Sejarah Tak Boleh Dilupakan; 4 Oktober 2020;
  4. Penjara Pikiran; 9 Oktober 2020;
  5. Mengapa Harus Mempelajari Bahasa Daerah; 17 Maret 2021;
  6. Ilmu Memahami Ilmu; 15 Juni 2021;
  7. Lembu Patah; 18 Desember 2021;
  8. Jangan (Mudah) Percaya Dengan Apa Yang Kau Baca; 12 Februari 2022;
  9. Aceh Yang Dilupakan; 29 Maret 2022;
  10. Sejarah Tak Bepihak Kepada Kita; 8 September 2022;
  11. Di Bawah Naungan Lentera; 26 Januari 2023;
  12. Masihkah Orang Aceh Berjiwa Penyair; 24 Juni 2023;
  13. Ditampar Kebenaran; 8 Oktober 2023;
  14. Bagaimana Mengelola Harta Menurut Hikayat Kalilah wa Dimnah; 8 April 2024;
  15. Menjawab Polemik Makam Tandingan Syekh Abdur Rauf As-Singkili Atau Tengku Syiah Kuala; 12 Mei 2024;

Unknown's avatar

About tengkuputeh

Cepat seperti angin // Tekun seperti hujan // Bergairah seperti api // Diam seperti gunung // Misterius seperti laut // Kejam seperti badai // Anggun seperti ngarai // Hening seperti hutan // Dalam seperti lembah // Lembut seperti awan // Tangguh seperti karang // Sederhana seperti debu // Menyelimuti seperti udara // Hangat seperti matahari // Luas seperti angkasa // Berserakan seperti debu //
This entry was posted in Kolom, Mari Berpikir, Opini, Pengembangan diri and tagged , , , , , , , , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.