
Yang tercinta, Malahayati. Wahai angin, kutitipkan salam untuknya, kuharap disana ia baik-baik saja.
SALAM KEPADA MALAHAYATI
Setiap memandang lautan, betapa mempesona gelombang air itu. Kualihkan pandangan ke langit, aku melihat laju burung layang-layang terbang seperti memburu masa datang. Dan mataku semakin mengabur, Selat Malaka menyayup diujung mata. Hatiku kembali ke masa lampau. Bahwa pernah disuatu masa, hiruk pikuk di Kuala Aceh. Armada Cakradonya sedang berkemas mengangkat jangkar, melaju membelah Selat Malaka.
Akhirnya aku paham perasaan lelaki itu, meski ia telah berkalang tanah. Akan rindu yang menggebu sekaligus harap cemas. Betapa ia gundah gulana menanti kabar, kepulangan sang kekasih. Sang Laksamana yang seperti singa, namanya harum ke seluruh dunia. Kepergiannya dilepas oleh lambaian tangan. Membanggakan seluruh negeri serta menggetarkan bangsa Paringgi, tertulis penuh puja dan puji.
Tapi ada sebuah hati tak terlalu peduli, ia terluka seperti aku sendiri mempunyainya. Disana ia yang masih terlibat air mata dan darah. Ia dan aku sama, merindukan sang kekasih nan jauh di Selat Malaka. Yang tercinta, Malahayati. Wahai angin, kutitipkan salam untuknya, kuharap disana ia baik-baik saja.
Bait al-Hikmah 23 Syawwal 1438 H (Bertepatan Senin, 17 Juli 2017)
Pingback: RENUNGAN MALAM | Tengkuputeh
Pingback: PENANTIAN | Tengkuputeh