REPETISI

Seminggu setelah tsunami Aceh (2004)

REPETISI

Orang dewasa tak sedewasa yang dipikirkan  anak-anak. Paham kehidupan pun tidak, apalagi menemukan jawaban. Tapi, orang-orang disekitar tak bisa menerima jika bersikap polos seperti anak-anak. Hanya karena umurnya bertambah dan lebih berpengalaman dibandingkan anak-anak dapat bertingkah seperti anak-anak. Mungkin orang dewasa curang, semain buruk sifatnya semakin berpura-pura bahkan (mungkin) dirinya sendiri dibohongi.

Dan ketika memejamkan mata, mengingat manusia ditakdirkan untuk hidup. Termasuk menjumpai diri dimasa lalu. Akan teringat setiap langkah dan keputusan yang pernah dilakukan dimasa sebelum hari ini. Terkenang akan segala kebodohan yang pernah dilakukan, percayalah sesuatu hal yang membuatmu menangis sepuluh atau dua puluh tahun yang lalu, akan membuatmu tertawa di hari ini.

Waktu seperti singa, ia melumat segalanya. Seperti sebuah lagu yang popular dimasa sekolah saat ini mungkin menjadi sebuah tembang lawas, seperti minyak rambut yang kau kenakan menjadi langka dipasaran, atau bahkan seperti semakin banyak kerut yang timbul diwajah. Tentunya ada banyak hal yang terjadi yang menyebabkan seorang berubah. Zaman berubah, begitupun orang-orangnya. Tak aneh jika banyak orang duduk, terhenyak, melihat kini bukan sebagai kini, melainkan sebagai masa silam yang cacat. Entah Keberuntungankah? Atau kemalangan. Itu tak terbeli.

Selalu hidup merupakan repetisi, berjalan pelan dari hari ke hari. Semua orang mengetahui repetisi adalah pengulangan. Ia ingat sejuk tadi pagi, setelah malam yang gerah. Ia ingat burung. Ia ingat pemandangan pegunungan di sore hari. Ia merasakan sesuatu yang mengguncangkan hatinya. Tapi sengajakah Tuhan membuat keadaan begitu muram hingga selingan seperti kisah kemalangan orang lain jadi sangat berarti? Bila demikian apakah kehendak-Nya?

Mungkin manusia menjadi dewasa ketika mampu mengatasi dirinya sendiri. Bahwa hidup adalah sebuah jawaban yang akan menimbulkan pertanyaan baru, seolah tidak akan pernah habis. Bahwa selalu ia memiliki hasrat, namun membendung dengan akal sehat. Ketika memilih, tak tahu apa yang akan terjadi disisa hidup. Mungkin dihinggapi gentar dan bimbang, namun siap. Sebuah pengakuan bahwa dalam hidup berkecamuk betul ketidak-betulan yang tak jelas arahnya, absurd.

Dan ketika menanam sebuah pohon, kita diingatkan bahwa butuh waktu bertahun menjadikannya kukuh. Dan diingatkan bahwa tidak bisa melihatnya tegak besar. Dan sungguh sebuah pohon akan mempertautkan antara yang mati, dengan mereka yang hidup. Seperti humus, bermanfaat dan dilupakan.

Dan mungkin, besar peluang dalam hidup kami gagal. Namun selalu ada hal berharga yang pernah diperjuangkan.

XXXXXXXX

About tengkuputeh

Cepat seperti angin // Tekun seperti hujan // Bergairah seperti api // Diam seperti gunung // Misterius seperti laut // Kejam seperti badai // Anggun seperti ngarai // Hening seperti hutan // Dalam seperti lembah // Lembut seperti awan // Tangguh seperti karang // Sederhana seperti debu // Menyelimuti seperti udara // Hangat seperti matahari // Luas seperti angkasa // Berserakan seperti debu //
This entry was posted in Cerita, Mari Berpikir and tagged , , , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

2 Responses to REPETISI

  1. Pingback: MANUSIA | Tengkuputeh

  2. Pingback: MAKNA NOSTAGIA | Tengkuputeh

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.