SEJARAH JONG ISLAMIETEN BOND

Foto Para Tokoh Jong Islamieten Bond pada Museum Sumpah Pemuda

SEJARAH JONG ISLAMIETEN BOND

Latar belakang kehidupan dan pendidikan zaman Kolonial Belanda

Pada tahun 1920-an pandangan kaum terpelajar bangsa Indonesia terhadap agama Islam sangat negatif, kurang perhatian dan kurang perhargaan. Golongan terpelajar yang mendapatkan pendidikan dan pelajaran pada lembaga-lembaga Barat. Waktu itu, sejak dulu sudah ada lembaga-lembaga tradisional seperti pesantren, pengajian dan madrasah terbawa oleh zamannya. Maka tidak saja pandangan, tapi juga karena keadaan bahwa seseorang akan dianggap maju apabila mendapatkan pendidikan dari lembaga-lembaga pemerintahan kolonial Belanda atau yang serupa.

Sekolah yang harus ditempuh adalah (HIS) Hollands Inlandsche School, sebagai sekolah terendah sekitar 7 tahun. Lulusan sekolah ini sudah dapat bekerja sebagai klerk pos dengan gaji f 60 perbulan. Kemudian dapat disambung ke sekolah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), setingkat SMP sekitar 3 tahun, kemudian dapat diteruskan ke (AMS) Algemene Midddelbare School, setingkat SMA juga 3 tahun lamanya.

Kemungkinan sekolah tidak terbuka luas kepada pribumi, disebuah kabupaten hanya ada satu HIS dengan jumlah murid 250 orang, semakin keatas semakin kurang, sekolah MULO diseluruh Hindia Belanda tidak sampai 100 sekolah, sedang ALS hanya ada beberapa. Perguruan Tinggi pada tahun 1920 hanya ada satu, Sekolah Teknik Tinggi (Technische Hoge School) di Bandung (Kelak ketika Indonesia merdeka menjadi ITB). Kemudian Sekolah Hukum Tinggi (Rechts Hoge School) berdiri di Jakarta tahun 1924 yang waktu itu belum menjadi Universitas, baru tahun 1927 berdiri Sekolah Kedokteran Tinggi disamping Sekolah Hukum Tinggi (Keduanya kelak menjadi cikal bakal Universitas Indonesia). Di samping itu ada sekolah kejuruan teknik, guru, pamong praja, dokter hewan, pertanian yang menerima lulusan MULO.

Angka-angka tersebut mengambarkan betapa kecilnya jumlah bangsa Indonesia yang mendapat pelajaran menurut sistem Barat yang kemudian memberikan kesempatan mendapatkan penghidupan yang layak dalam masyarakat jajahan. Angka-angka tersebut mengalami kenaikan pada tahun 1930-an antara lain dengan upaya bangsa sendiri dengan mendirikan sekolah-sekolah swasta dengan mencontoh model pendidikan Barat.

Pada umumnya ketika seseorang menamatkan HIS kemudian meneruskan sekolah ia harus tinggal jauh dari orang tua, sebab sekolah lanjutan seperti MULO dan ALS hanya ada di kota-kota tertentu. Sedang perguruan tinggi hanya ada di Jakarta, Bandung dan Surabaya. Jika seorang pelajar tinggal di rumah sendiri ia tentu mendapat pendidikan agama dari orang tua sedang di tempat baru tidak. Mulai dari sekolah rendah para pelajar menggunakan bahasa pegantar yaitu bahasa Belanda yang merupakan bahasa pokok untuk menuntut ilmu. Bahasa Belanda menjadi ukuran seseorang dalam mencari pekerjaan atau berkedudukan dalam masyarakat. Mereka yang mahir berbahasa Belanda akan berkedudukan baik dan dihormati terutama oleh golongan tuan, yaitu Belanda.

Ketika itu tidak penting memelihara agama, kesempatannya sedikit sekali. Para orang tua yang merasa anaknya lebih pandai tidak mampu menentukan lagi nasib anak-anaknya. Hal ini tentu bukan tanpa pengecualian, tapi secara umum begitulah mental orang tua dan pelajar zaman itu. Pelajaran bahasa Belanda memiliki pengaruh juga, di sekolah diajarkan sastra Belanda dan asing seperti Jerman, Perancis dan Inggris serta sejarah Negara-negara Eropa. Kalau ada sesuatu yang menyebutkan Islam, baik masa itu atau lampau menurut pandangan Barat tidak dipandang baik, agama Islam mendapat cap yang buruk.

Antara lain mereka (orang-orang Barat) mengatakan: Islam membolehkan orang beristeri banyak. Perempuan memiliki kedudukan rendah, pergundikan dan perbudakan masih ada dalam Islam. Orang Islam tidak memiliki inisiatif sendiri, semua sudah ditentukan Allah. Nabi Muhammad dihinggapi penyakit epilepsy (ayan). Jika ia berbicara ketika diserang penyakit itu maka akan dicatat dan dijadikan wahyu. Agama Islam meniru agama Yahudi dan Kristen. Dikarenakan Arab miskin maka Nabi Muhammad memerintahkan haji agar Negara Arab memiliki penghasilan.

Semua itu tercatat dalam berbagai pelajaran dari HIS sampai perguruan tinggi. Maka tak mengherankan jika golongan terpelajar Indonesia sedikit demi sedikit terpengaruh oleh pandangan tersebut, sekalipun tidak ada yang segera beralih agama. Tapi mereka dipupuk sejak muda untuk tidak mencintai agama Islam yang banyak sekali cacadnya, sedang mereka belum berkesempatan untuk meneliti apa yang dibaca dan didengar. Ketika ujian dilaksanakan maka jawaban yang benar adalah sebagaimana tertulis dalam buku pelajaran.

Organisasi pemuda terpelajar zaman Kolonial Belanda

Di zaman itu pula telah hidup organisasi-organisasi pemuda seperti Jong Java berdiri 1915, Jong Sumatranen Bond (1918). Pemuda-pemuda yang menuntut ilmu ke Jawa juga mendirikan Jong Batak, Jong Minahasa, Jong Ambon, Jong Celebes dan sebagainya. Organisasi-organisasi tersebut memupuk kebangkitan yang dikemudian hari melahirkan banyak pemimpin politik. Dalam hal ini, nasib Islam tidak berubah. Mereka tidak memperhatikan agama Islam dan memang tidak mencantumkan hal itu dalam azas dan tujuannya.

Organisasi-organisasi Islam diluar kepemudaan pada masa Kolonial Belanda

Ketika itu telah berdiri Serikat Islam, Muhammadiyah, Al Irsyad, Persatuan Islam dan lain-lain. Mereka tidak hanya mengajarkan Islam tapi juga berdakwah, serta berjuanga membebaskan agama Islam dari pandangan keliru dan menyesatkan. Kesulitannya adalah soal bahasa sehingga siaran atau terbitan organisasi itu dalam bahasa Melayu atau sebatas daerah sehingga tidak menjangkau pemuda terpelajar yang sebagian besar beragama Islam.

Berdirinya Jong Islamieten Bond

Sam seorang anak penghulu Karanganyar adalah seorang pemuda Jawa yang berpikiran maju, ia juga anggota Jong Java yang menjadi pelajar pada Rechtsschool (Sekolah Tinggi Hukum). Pada tahun 1924 ia menjadi Ketua Umum Jong Java melalui pemilihan yang demokratis, ia memiliki pemikiran tentang tugas yang ia kerjakan dalam masyarakat bagi kepentingan bangsa. Pada umumnya azas dan tujuan organisasi pemuda terpelajar disusun dengan kalimat singkat. Menyiapkan para anggotanya menjadi pemimpin rakyat. Tentang hal ini, Sam memiliki gagasan yang berbeda yaitu : Sebagian besar bangsa Indonesia beragama Islam, setidaknya menjadi jiwa dari rakyat. Terlepas apapun agama sang pemimpin maka ia patut mengetahui agama rakyat yang dipimpin.

Sebagai Ketua Umum Sam mengajukan usul yang sederhana : Agar dikalangan Jong Java dibuka kesempatan mempelajari agama Islam. Andaikata usul itu ditambah dengan agama-agama lain, Sam tidak akan keberatan. Ia mengusulkan agama Islam karena merupakan mayoritas. Usul ini tidak diterima bahkan ditolak mentah-mentah dengan tuduhan Sam bermain politik.

Sam tetap merasa bahwa mempelajari agama Islam bagi pemuda Islam terpelajar adalah sangat penting. Ia menghubungi Kiai Ahmad Dahlan dan Haji Agus Salim yang kemudian merestui. Maka pada akhir tahun 1924 disebuah Sekolah Muhammadiyah di Yogyakarta berbekal dengan lampu tempel, organisasi-organisasi pemuda mengadakan kongres membentuk sebuah organisasi, Jong Islamieten Bond. Meskipun secara resmi didirikan di Jakarta pada tanggal 1 Januari 1925.

Asas dan tujuan Jong Islamieten Bond

  1. Bestudering van de Islam en bevordering van de naleving van zijn voorschriften. (Mempelajari agama Islam dan menganjurkan agar diamalkan).
  2. Het opwekken van sympathie voor de Islam en zijn belijaers, naast positieve verdraagzaamheild voor andersdenkenden. (Menumbuhkan simpati terhadap Islam dan pengikutnya, disampin toleransi positif terhadap orang-orang yang berlainan agama).

Azas dan tujuan itu diupayakan dengan jalan :

  1. Menerbitkan majalah, brosur-brosur dan lain-lain penerbitan;
  2. Mengadakan kursus, pertemuan-pertemuan dan lain-lain sebagainya;
  3. Mengadakan exkursi dan lain kunjungan ke tempat-tempat yang berarti.

Kebangkitan Jong Islamieten Bond

Jong Islamieten Bond (JIB) didirikan oleh para pelajar yang duduk di bangku sekolah, terlepas dari umurnya. Disamping itu ada juga yang masih muda tapi tidak bersekolah. Mereka dapat digolongkan dalam arti pemuda terpelajar sehingga boleh menjadi anggota. Keanggotaan JIB tidak dibatasi oleh sekolah tapi usia, dari 14 sampai 29 tahun yang kemudian hari diperpanjang menjadi 35 tahun.

Anggota Jong Islamieten Bond di Kota Medan

Anggota beragama Islam tidak dibatasi suku atau kedaerahan, pada tahun 1925 JIB mendahului penghapusan kedaerahan yang baru terlaksana secara penuh pada Sumpah Pemuda tahun 1928. JIB juga mendirikan kepanduan dengan nama Natipij (National Indonesche Padvinery).

Sambutan berdirinya Jong Islamieten Bond dari golongan pemuda terpelajar

Tentu ada yang menyambut berdirinya JIB dengan perasaan tidak senang, bahkan ada yang menentang dengan mengatakan: “Alles wat rietk naar Indonesich nationalism, moet worden besteden met hand en tand.” (Apa saja yang berbau nasionalisme Indonesia harus diberantas dengan tangan dan gigi)

Tapi pada umumnya sambutannya sangat baik. Dalam waktu singkat di kota-kota besar seperti; Bandung, Semarang, Yogyakarta, Sala, Surabaya, Malang, Bogor dan Medan, Padang serta Makassar berdiri cabang-cabang JIB. Pada akhir tahun 1925 JIB sudah mengadakan kongres pertama di Yogyakarta dipimpin Sam yang kemudian digantikan Wiwoho. Pengurus JIB tahun pertama antara lain; Sam (Samsurijal), Wiwoho, Kasman, Sudewo, H. Hasjim dan lain-lain.

Jong Islamieten Bond dan gerakan kebangsaan Indonesia

Ada yang menanyakan , bagaimana sikap JIB terhadap rasa kebangsaan yang pada masa itu sedang bangkit di kalangan pemuda terpelajar? Apakah JIB cukup memberikan bimbingan agar pemuda Islam tetap menjadi nasionalis yang nanti akan memimpin rakyat dan bangsa menuju kemerdekaan tanah air?

Islam adalah agama Internasional, dapatkah JIB memberikan pendidikan nasionalisme? Dikhawatirkan JIB akan kurang nasionalis sehingga berkurang cita-cita bangsa kearah kemerdekaan. Ada yang bertanya dengan iktikad baik dan ada pula yang mendiskreditkan JIB. Para anggota JIB sendiri merasa tidak kurang sedikitpun cintanya kepada tanah air malah Islam mengajarkan untuk berjuanag memberantas kebatilan dan menegakkan keadilan dengan segala pengorbanan. Berjuang untuk kemerdekaan bangsa termasuk dalam memberantas kebatilan dan menegakkan keadilan.

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu menghilang ketika kongres pemuda, dimana JIB sebagai salah satu peserta yang ikut. Meski berazas Islam JIB tidak dapat melepaskan pada tempatnya sebagai bagian dari Indonesia.

Majalah An-Nur

Het Licht (Majalah An-Nur) yang diterbitkan oleh Jong Islamieten Bond edisi 7-10 September – Desember 1933

Pada bulan Maret 1925 JIB berhasil menerbitkan pertama kali majalah An-Nur (Het Licht) meski tidak selalu lancar namun dapat bertahan hidup. Pada halama muka tercantum surat At-Taubat ayat 32 : “Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulutnya, tapi Allah tidak mengizinkan kemauan mereka, melainkan lebih mencernerlangkan cahaya-Nya, walaupun orang kafir tidak menyukainya.”

Kursus-kursus agama oleh Jong Islamieten Bond

Haji Agus Salim pergerakan nasional Indonesia yang menjadi mentor bagi para anggota Jong Islamieten Bond

Selain menerbitkan majalah, serta tulisan-tulisan tentang Islam, cabang-cabang JIB mengadakan kursus agama dengan menggunakan bahasa Belanda yang menjadi ciri dan keharusan dalam gerakan pemuda. JIB beruntung memiliki Haji Agus Salim yang sejak berdiri JIB menjadi penasehat, ia seorang yang mahir bahasa Belanda dan ahli dalam agama Islam.

Kursus-kursus yang diberikan Haji Agus Salim itu ditujukan untuk menghilangkan kesalahpahaman tentang Islam. Mula-mula bersifat Apologetis (membela diri terhadap serangan-serangan dari luar), untuk menghindarkan para pemuda  dari perasaan rendah diri sebagai orang Islam, karena pemeluknya ketika itu diukur dalam dunia modern masih dalam kekurangan. Lambat-laun para pemuda terpelajar tidak malu-malu lagi menjadi orang Islam dan kepercayaan diri datang kembali.

Kesimpulan dan penilaian

JIB bergerak dibidang dakwah bagi anggotanya sendiri, para anggota bebas memilih partai politik menurut keinginan masing-masing. Dalam hal ini tujuan semula tetap dipegang teguh.

Ketika Jepang menduduki Indonesia pada awal tahun 1942, semua organisasi, apapun bentuk dan coraknya dibubarkan. Hanya organisasi yang bekerjasama dengan Jepang yang dibolehkan hidup, JIB termasuk yang dibubarkan, serta tidak pernah didirikan kembali walaupun Indonesia telah merdeka.

Menteri Luar Negeri Agus Salim mendampingi Perdana Menteri Indonesia Sutan Sjahrir (tengah) di Sidang PBB

Meskipun begitu kelak para tokoh intelektual muslim Indonesia seperti M. Natsir, Mohammad Roem, Kasman Singgodimedjo, Jusuf Wibisono adalah hasil bentukan JIB. Mereka belajar kepada “The Grand Old Man of Indonesia” yaitu Haji Agus Salim. Kecuali kemampuan berbahasa Arab (yang hanya dimiliki M. Natsir) mereka telah mewarisi kehebatan sang guru berupa kejujuran, Intelektualisme Islam, percaya pada diri sendiri, kecakapan mengurus Negara, kesetiaan pada perjuangan, kesederhanaan dan rasa tanggung jawab terhadap bangsa dan Negara.

Mungkin sebagai manusia mereka memiliki kekurangan, namun sejarah telah membuktikan bahwa hasil dari JIB telah melahirkan tokoh-tokoh bangsa Indonesia yang terbukti tangguh pada zamannya. Demikianlah selayang pandang sejarah Jong Islamieten Bond.

Sejarah Indonesia:

  1. Bersatulah Bangsaku; 1 Agustus 2008;
  2. Berpikir Dan Bertindak; 3 Agustus 2008;
  3. Yang Muda Yang Berguna; 22 Agustus 2008;
  4. Lautan Yang Tersia-siakan; 23 Januari 2009;
  5. Bukan Roman Picisan; 24 Maret 2009;
  6. Generasi Yang Hilang; 17 April 2011;
  7. Sejarah Syahdu Sebuah Negeri; 16 Agustus 2011;
  8. Fatwa MUI Tentang Perayaan Natal Bersama Tahun 1981; 18 Desember 2014;
  9. Kesaksian Hatta Tentang Berubahnya Piagam Jakarta Menjadi Pancasila; 9 November 2016;
  10. Nasihat Sam Ratulangie Kepada Pemerintah Kolonial Belanda Terkait Serikat Islam; 16 November 2016;
  11. Riwayat Sarung; 9 Januari 2017;
  12. Samudera Pasai Sebagai Titik Tolak Islam Di Asia Tenggara, Sebuah Upaya Melawan Pseudo Sejarah; 24 April 2017;
  13. Nasihat-Nasihat C. Snouck Hurgronje Semasa Kepegawaiannya Kepada Pemerintah Hindia Belanda (1889-1936); 14 Agustus 2017;
  14. Pemberontakan Kaum Republik Kasus Darul Islam Aceh; 17 November 2017;
  15. Korps Marsose Serdadu Pribumi Pelayan Ratu Belanda; 8 Desember 2017;

About tengkuputeh

Cepat seperti angin // Tekun seperti hujan // Bergairah seperti api // Diam seperti gunung // Misterius seperti laut // Kejam seperti badai // Anggun seperti ngarai // Hening seperti hutan // Dalam seperti lembah // Lembut seperti awan // Tangguh seperti karang // Sederhana seperti debu // Menyelimuti seperti udara // Hangat seperti matahari // Luas seperti angkasa // Berserakan seperti debu //
This entry was posted in Cuplikan Sejarah, Kolom, Mari Berpikir, Opini, Pengembangan diri and tagged , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

2 Responses to SEJARAH JONG ISLAMIETEN BOND

  1. Rizkyatul Masfufah says:

    Referensi nya KK klo boleh tau

  2. Pingback: MEMOAR HATTA TENTANG PIAGAM JAKARTA | Tengkuputeh

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.