MENGAJAR SEKALIGUS BELAJAR
Ketika menyaksikan Bocah-bocah sekolah berbaris di depan gerbang, berteriak gembira mengekspresikan keriangan hati terdalam, kepolosan ekspresi bocah-bocah sungguh menggetarkan hati. Abu terbayang ketika sekolah dulu, ketika seusia mereka membayangkan masa-masa persekolahan.
Sekolah dalam bayangan Abu adalah sebuah ruang yang serupa, dimana dan kapan saja, sekolah seolah sama. Ia bertaut dengan ruangan kelas, bangku dan meja kayu, papan tulis. Tidak muluk, tidak kekal namun telah memberi arti pada perjalanan hidup anak manusia. Sekolah adalah sebuah dunia yang lain, yang tidak akan ditemui ketika selesai. Mungkin setelah seseorang menyelesaikan sekolah akan menghadapi medan tempur yang menyakitkan, atau mungkin sebuah surga dengan kebun-kebun menggoda ataukah biasa saja, datar dan mengalir.
Dalam rangka memperingati Hari Oeang ke-71 pada tanggal 30 oktober 2017, Kementerian Keuangan mengadakan Gerakan Kemenkeu Mengajar jilid II. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari senin (23/10) secara serentak diseluruh Indonesia, Salah satunya di SD Negeri 12 Banda Aceh.
Melalui gerakan ini, para relawan yang merupakan pegawai aktif Kemenkeu memperkenalkan peran Kemenkeu, berbagai profesi yang ada di dalamnya, dan bercerita tentang peran negara dalam mengelola perekonomian. Selain itu, dalam kegiatan ini, para relawan juga mengajarkan nilai-nilai dan semangat yang dimiliki oleh Kemenkeu di hadapan siswa-siswi SD Negeri 12 Banda Aceh.
Kegiatan yang dilaksanakan ini merupakan kegiatan yang tidak menggunakan APBN karena dilaksanakan secara sukarela oleh pegawai kementerian keuangan dengan melibatkan relawan yang terdiri dari relawan pengajar dan dokumentasi .
Hari itu, Senin 23 Oktober 2017. Abu menjadi seorang relawan mengajar pada kegiatan Kementerian Keuangan Mengajar Jilid 2. Abu membayangkan sekolah bagai imaji diorama serupa dengan masa lalu, dengan segera Abu terkejut.
“Anak-anak apa yang menjadi cita-cita kalian?” Tanya Abu.
“Youtuber!”
“Menjual hijab online!”
“Dokter Hewan!”
“Koki!”

Anak-anak SD Negeri 12 Banda Aceh mengisi pohon harapan yang berisi nama dan harapan (cita-cita) mereka di masa depan pada acara Kementerian Keuangan Mengajar Jilid 2 Tahun 2017
Tahun lalu, Abu mengajar juga pada Kementerian Keuangan Mengajar Jilid 1, dan ternyata betapa dalam hitungan bulan dunia sudah berubah. Jawaban polisi, guru semakin jarang dijumpai sedang pilot dan presiden sudah tidak ada lagi. Jawaban koki dan dokter hewan masih dapat Abu maklumi. Tapi Youtuber? Menjual hijab online?
Di depan kelas Abu terdiam sesaat, bingung. Kemudian Abu menyadari akan keterbatasan itu sebagai manusia Abu mengakui sifat baharu anak-anak ini. Abu tertawa, ketika menyadari bahwa mereka telah siap menjadi manusia zamannya, lebih taktis dan realistis.
Anak-anak itu tumbuh sangat cepat, mereka tumbuh besar setiap hari. Setiap menit dan setiap detik. Sebuah generasi sudah berlalu, dan tidak lama lagi giliran kami yang melihat mereka berpeluh ke ladang bakti bernama Indonesia, untuk melakukan tugas yang perlu mereka lakukan.
Abu memandang anak-anak tersebut, yang walaupun masih bersekolah dasar telah melampaui Abu, misalkan dari tinggi badan dengan wajah takjub.
Anak-anak SD Negeri 12 Banda Aceh, ini mungkin akan jadi gembrot pada usia tujuh belas, tingginya mandek pada usia lima belas. Pemenang hari ini mungkin berubah pikiran, dan jadi peneliti LIPI. Anak yang diklaim paling jelek hari ini mungkin akan menjadi seorang model top pada usia dua puluh. Anak-anak berkembang menjadi dewasa dengan menyadari banyak hal. Dalam hati Abu berdoa, jadilah dewasa dengan perlahan-lahan. Itu yang terbaik untuk saat ini.
Kegiatan Kementerian Keuangan Mengajar Jilid 2 ini bukan hanya sebatas mengajar kepada murid-murid sekolah dasar semata, akan tetapi juga belajar. Bahwa kita bertahan hidup dengan berlandaskan mimpi yang sama, senyum polos antara Abu (serta para relawan lain) dan anak-anak yang selalu bersama bagai cermin, mengajar sekaligus belajar. Ketika kami (dan kita) masih saling percaya, bahwa Indonesia akan menjadi lebih baik di masa depan.
Maka ketika ada sindiran kepada kegiatan Kementerian Keuangan Jilid 2 ini, “Kegiatan ini hanya untuk memeberitahukan kepada anak-anak ini bahwa Negara Republik Indonesia telah mewariskan kepada mereka hutang sebesar 3.000 Trilyun Rupiah untuk kelak mereka bayar.” Abu memilih tidak menanggapinya dengan serius.
Ketika kita hidup di zaman yang berat sekalipun, kita tidak boleh menyerah atau saling menghancurkan karena putus asa. Dari sini, kita bisa merayakan apa yang mungkin tragis tapi indah. Ketika tujuan, juga hasil bisa tak relevan. Tapi bagaimana niat kita mengubah Indonesia menjadi tempat yang lebih baik bagi mereka, jika kita begitu pesimis menafsirkannya? Bukankah dengan berbuat, kita menyambut apa yang tak tentu tapi pada tiap detiknya memberi alasan, untuk menjadi hidup kita menjadi berarti.
XXX
wah, anak zaman sekarang, dah bener bener melek informasi dan teknologi. dan akhirnya kita menyadari bahwa internet telah merasuk mempengaruhi lebih dalam daripada yang kita sangka. dan sepertinya cita cita polisi, pilot, tentara, presiden, dokter akan menjadi cita cita milik generasi yang lahir di era 70-90 an
Zaman berubah begitu pula generasi 😀
Pingback: SEGALA SESUATU MEMILIKI ASAL MULA | Tengkuputeh