DIREBUT KABUT KELAM
Tak ada yang kembali, ini sudah sewajarnya dalam hidup. Betapa segalanya berubah, aku berusaha mencari jawaban teka-teki yang tak ingin aku pecahkan. Segalanya terasa tidak jelas, seakan-akan ini tak lebih daripada mimpi tak jelas.
Mengapa juga ada perubahan? Bukankah kekacauan menyertai setiap perubahan besar. Apakah itu kehilangan, keheranan, ketakutan atauhkah iri hati.
Dimanakah engkau kini, penjagaku. Seperti mimpi memangut, hanya terjamba bayangan hari. Aku yang engkau lambai pada suatu hari, bersama embun bersama kuntum. Engkau yang selalu gelak, memanggut. Direbut kabut kelam.
Aku tidak bisa (harus) mengakhiri sesuatu yang harusnya lama aku akhiri. Bila memikirkan sesuatu yang tak bisa aku ubah, bertambah kesedihanku. Dalam harap dan doaku, dari abu terbitlah bara. Mata pedang yang patah terperbaharui, dan yang tak bermahkota kembali menjadi raja.
Menuju kilau cahaya.
Bait Al Hikmah, 3 Syawal 1434 H (bersamaan 10 Agustus 2013)
Pingback: RENUNGAN MALAM | Tengkuputeh
Pingback: MALAM INI BIARKAN AKU MENYENDIRI | Tengkuputeh
Pingback: NUN | Tengkuputeh
Pingback: YANG TERCINTA MALAHAYATI | Tengkuputeh
Pingback: CINCIN | Tengkuputeh
Pingback: ODA SEBATANG POHON | Tengkuputeh
Pingback: PERADABAN TANPA TULISAN | Tengkuputeh
Pingback: SENANG BAGI MEREKA YANG BERPUNYA | Tengkuputeh