
Usia telah meninggalkan jejakku, meski telah selalu menuliskan hal-hal baik belum tentu hidupku baik.
29
Ketika angka 29 tiada dialmanak, ada yang tak menjadi bekas. Setiap pementasan seakan-akan peristiwa yang lahir dari ketiadaan. Meski angka-angka terus bergerak maju dimana baru menggantikan lama akan tetapi manusia tidak berubah semudah itu, mungkin lebih baik kalau kita bisa mengubah isi hati semudah mengubah warna kain, tapi kenyataannya kita tidak bisa.
29 tahun, ini adalah waktu yang lama, tak ada perayaan. Seorang ditakdirkan mendapat kehidupan, termasuk ujian untuk bertemu dengan diri sendiri di masa lalu. Memiliki jiwa anak-anak, masih berkembang dewasa dengan menyadari banyak hal. Hanya berusaha dewasa dengan perlahan-lahan. Itu yang terbaik untuk saat ini.
Usia telah meninggalkan jejakku, meski telah selalu menuliskan hal-hal baik belum tentu hidupku baik. Dan meski pun selalu berusaha menuliskan kehebatan belum tentu apa aku telah melakukan banyak kehebatan. Hidupku selama ini sangat sederhana, ia sebenarnya bukanlah proses untuk menemukan kebenaran, melainkan untuk menghadapi kesalahan, dan mengatasinya, terkadang dengan sedih, terkadang dengan ketawa. Terkadang merasakan sakitnya terjatuh agar mengetahui bagaimana cara berdiri, merasakan dibenci agar menghargai cinta.
Hari ini meski telah mengalami banyak kejadian, bertemu dengan banyak orang. Ternyata aku, memang belum mengerti apa-apa. Dan sungguh aku seorang laki-laki yang memiliki banyak kelemahan. Betapa ketika aku mengingat, ketika ayah menanam puluhan tunas pohon pinang. Aku diingatkan bahwa ketika belasan tahun kemudian pohon-pohon itu setinggi lima meter, beliau tak melihatnya. Lelaki itu, tumbuh dengan berpedoman pada punggung pria di depannya. Jadi, aku bertekad melihat banyak punggung laki-laki baik.
Adalah sebuah kebanggaan hidup sebagai manusia, walaupun pada akhirnya akan menemui kematian.
Banda Aceh, 1 Maret 2013
inspiratif mas, kalimat terakhirnya itu penuh makna dan mendalam
Terima kasih Mas 😀
Pingback: SEGALA SESUATU MEMILIKI ASAL MULA | Tengkuputeh
Pingback: LELAKI TUA YANG MISKIN | Tengkuputeh