JANGAN TERLALU NAIF
“Jangan terlalu naif memandang dunia karena ia tak sama dengan literatur yang ada di buku-buku. Hidup selalu berkembang dan berubah tak seperti perpustakaan yang selalu sama isinya. Dalam hidup kita harus mampu mengkombinasikan antara integritas dan kelicinan. Jangan sangka jika kita berbuat baik kepada orang lain maka orang lain akan berbuat sama kepada kita.”
Mr.Popo menceramahi Abu dengan berapi-api ketika pulang cuti tiga hari kemarin ke Banda Aceh. Kekecewaan beliau karena lamarannya ditolak oleh orang tua sang kekasih membuat salah seorang mentor terbaik Abu menjadi curiga memandang hidup.
Ia yang dari pihak ibu merupakan keturunan langsung Po Teumeureuhom, Ali Mogayatsah pendiri Kesultanan Aceh Darussalam. Ditolak lamarannya bukan karena pekerjaan, keturunan maupun pangkat melainkan karena suku. Ia yang dikampungnya di Lamno sana memiliki nama panggilan Radja benar-benar merasa terhina.
“Apa yang salah jika aku bersuku Aceh dan dilahirkan di bumi ini!” Katanya berapi-api, Abu sebagai pendengar sejati hanya menyimak dengan takzim. Sebagai seorang sahabat mau tak mau Abu harus menelan juga keluhan-keluhan beliau.
“Sebagai seorang anak manusia sebaiknya kamu jangan terlalu ortodoks!” Giliran Abu diserang oleh Mr.Popo,seperti biasa mulut ini hanya tersenyum saja. “Lihatlah Ali bin Abi Thalib yang jelas memenangkan perang Shiffin malah dikalahkan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dimeja perundingan. Karena apa?” Tanyanya lagi. “Karena dengan naif mengirim utusan Abu Musa Al-Asyari seorang ulama menghadapi wakil keluarga Ummayyah Amr bin Ash seorang politikus licin.”
“Begini Mister, jangan sampai kekecewaan tersebut membuat kamu berubah seperti itu, apalagi dalam memandang sejarah.” tampik Abu.
“Aku berkata seperti ini, karena melihat diantara teman-temanku kamulah yang paling bodoh,” vonis Mr.Popo kejam kepada Abu. “Tidak ada sedikitpun sifat licin pada dirimu!”
Tudingan Mr.Popo kok serasa pujian ditelinga Abu. “Terima kasih Mister,” Abu tersenyum.
“Itulah sebabnya aku menyebut kamu bodoh! Jangan menganggap semua orang baik Abu, hidup ini kejam.” Mr.Popo ahli debat sekaligus logika, sebaiknya Abu tidak menantang dirinya berargumen. “Lihatlah kehidupan Abu, jika tidak kelak kamu akan hancur. Aku mengatakan ini karena sebagai teman aku menyayangi kamu dan tidak ingin melihat kamu kecewa.” Suara Mr.Popo memelas.
Sebagai seorang sahabat yang sudah berteman lama, lebih dari dua belas tahun Abu merasakan juga kekecewaan mendalam di lubuk hati Mr.Popo. Ketika ia dengan keinginan yang tulus mempersunting sang pujaan hati malah ditolak dengan alasan yang sangat menyakitkan hati. “Kami menolak karena kamu bersuku Aceh!”
Bahkan secara jujur Abu juga mengakui merasa terhina dengan perkataan tersebut, tidak ada seorang anak manusia pun memiliki hak memilih dilahirkan dimana dan siapa orang tuanya. Penilaian stereotip seperti itulah yang menyebabkan bangsa ini tidak maju hingga sekarang. Biarlah untuk sementara Mr.Popo terluka, namun Abu yakin nanti waktu akan menyembuhkan dan kelak ia akan menjadi manusia yang lebih baik.
“Jangan terlalu naif Abu!” Sempat-sempatnya Mr.Popo sekali lagi menceramahi Abu.
Baca juga: KISAH KISAH PETUALANGAN SI ABU
Pingback: TERIMA KASIH PADA SASTRA | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Jangan Terlalu Naif adalah album kedua dari grup band Naif yang dirilis pada tahun 2000. Album ini mengusung lagu andalan Posesif yang sangat populer di Indonesia pada masa itu dan pada tahun 2009 lagu tersebut dinobatkan menjadi salah satu dari 150 Lagu Indonesia Terpopuler Sepanjang Masa versi majalah Rolling Stone Indonesia, bersama lagu Mobil Balap.
Lengkap sekali penjelasannya brother. Kebetulan Abu kurang familiar dengan NAIF, lebih mengenal NIDJI 😀
Pingback: SEGALA SESUATU MEMILIKI ASAL MULA | Tengkuputeh