
Harus ada manusia yang percaya bahwa kekuatan akan hati yang percaya kebenaran, meski ia tak pernah meyakini diri sebagai wajah kebenaran.
SANG PENYAIR
Apatah apa kemampuan seorang penyair terhadap kemajalan dunia, pada kehilangan orang-orang terdekat. Pada sinar rembulan meredup, sebenarnya tiada ada. Hanya merangkai kata-kata yang sejatinya sudah lama ada. Ketika aku menulis syair yang bukan terlalu suci, aku mensyukuri ketika apa yang tertulis pada lembaran ini apabila memberi manfaat kepada siapapun jua. Mungkin suatu saat segalanya akan pergi, maka biarkanlah ia menjadi sebuah kenangan yang indah. Manusia akhirnya hanya akan menjadi kenangan kepada yang ditinggalkan, ketika hadir lenyap.
Ketika terjaga, aku membuka mata menatap langit-langit berukir ini. Di luar, malam masih berkuasa dan suara-suara penduduk kota mengalun dari kota yang berkilau dibawah. Siapakah yang akan menunggu untuk cemas ini, ditempat asalku? Siapakah yang akan menampilkan kegelisahan jika aku gagal? Haruskah aku merasa kecewa? Sebenarnya aku yang memiliki wajah yang senantiasa berganti disepanjang waktu, ada kala aku merasakan sesat dalam pengembaraan ini. Tapi sebenarnya aku orang yang kalah, aku mengakuinya dengan tulus. Meski orang selalu berkata kepadaku, bahwa aku telah melakukan yang terbaik namun bersamaan dengan itu, aku membenci diriku karena tak bisa melakukan apa-apa. Aku membenci diriku yang tak punya kekuatan apa-apa. Bila mengingat bertahun yang berlalu, aku tak mau mengulangi perasaan yang pernah aku alami, segala kesalahan dan amarah walaupun aku menyembunyikan, untuk orang yang sudah tahu, tetap saja tahu.
Beberapa orang di dunia menghindari apa yang diinginkan beberapa orang lain di dunia yang sama, adakala aku merasakan suara-suara ini menuju ruang hampa. Beberapa orang menganggap terlalu tinggi hingga ketakutan menjangkaunya, padahal aku tiada pernah berusaha untuk muluk. Entahlah, aku selalu merasa ada yang busuk dibalik sesuatu yang muluk. Andai mereka mengetahui, segala buah pikir ini terbit dari seorang termanggu dibilik kayu. Tapi terkadang, ada kejadian tak terduga ketika sebuah karya selesai, seolah tangan-tangan gaib merekatkan dalam kedalaman tak terkira. Sebuah syair sejatinya bukan hanya kata-kata namun lebih sebuah kediplinan diri, yang mungkin tak terkira. Suatu saat berharga, sesuatu saat tiada berarti apa-apa. aku terlalu naïf jika berpikir tangan tuhan juga bermain disini. Mungkin aku bukanlah seorang ulama, tetapi bukankah siapapun dia wajib meyakini ada campur tangan-Nya dalam setiap kejadian.
Sebenarnya ada saat-saat tertentu dimana kita harus tetap harus bertarung walau sebenarnya tak ingin. Mungkin berpikir kalau tak punya harapan lain. Terlepas dari segala cemar dunia, harus ada manusia yang percaya bahwa kekuatan akan hati yang percaya kebenaran, meski ia tak pernah meyakini diri sebagai wajah kebenaran. Adalah tatapan seseorang yang telah melewati pergolakan batin dan telah mengambil keputusan menjadi hanya seorang penyair. Entahlah. Bumi beserta isinya adalah bagian yang sangat kecil dari alam semesta. Bagi manusia ternyata bumi bergaris cakrawala ini sangatlah luas. Ada banyak hal yang masih menjadi misteri bagi insan. Jangankan pengetahuan langit yang dituliskan dalam kitab suci, manusia pun bahkan tidak mengerti siapa dirinya.
Pingback: THE POET | Tengkuputeh
Pingback: MENCARI BELERANG MERAH | Tengkuputeh
Pingback: THE POET - TengkuputehTengkuputeh
Pingback: LELAKI TUA YANG MISKIN | Tengkuputeh