
bahwa kita akan menjalani kehidupan yang kotor dan berdebu, meski ada kotoran dan debu di jalan. Kita harus hidup dengan melintasi jalan-jalan itu. Kita harus belajar untuk memilah mana deru dan mana debu.
MENGAPA HARUS BERKATA
Terpujilah para penyair, mereka yang memiliki kebebasan merangkai kata. Mereka yang memiliki kualitas melebihi para ilmuan terbaik disepanjang masa. Kata-kata berusia sama dengan manusia. Mengawali segala ilmu pengetahuan lainnya
Segengam pasir berhamburan
Menjadi saksi terbenamnya sebuah harapan
Langit merah yang berkobar-kobar
Mengiringi lagu amarah bergema
Kala laut lelah menyapu pantai
Terpaku ditiup angin meninggalkan kewajiban
Diantara celah kesempurnaan beku
Coba untuk teriakan getir yang menyala
Diantara bayang-bayang terbakar
Mencari tempat direlung jiwa
Temukan jawaban tuk hati yang terluka
Masih adakah sayang yang tersisa
Dalam kata manusia mencurakan rasa, menertawakan kepedihan dan menangisi kejayaan. Dengan kata manusia memberitahukan apa yang ia rasakan. Kata melahirkan kalimat yang akhirnya menyusun kebudayaan.
sesekali berkunjung ke blog sesepuh 🙂 saleum
Salam Aulia…
Hahahaha, saya sudah sepuh berari kalau jadi sesepuh :p
Nice poem …
#from.lambaro#
Thanks a lot bro
#koetaradja
Pingback: PASRAH | Tengkuputeh
Pingback: PADA AKHIRNYA KITA (JUGA) TAK PAHAM | Tengkuputeh