TO KILL A MOCKINGBIRD
“Kau tidak akan pernah bisa memahami seseorang hingga kau melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya. Hingga kau menyusup ke balik kulitnya dan menjalani hidup dengan caranya.”
Kehidupan Scout dan Jem Finch berubah total saat ayah mereka, Atticus membela seorang kulit hitam, kecaman pun datang dari seluruh penjuru kota. Dikisahkan dari sudut pandang gadis delapan tahun dari Maycomb, Alabama. Harper Lee telah berhasil menyuguhkan sebuah Novel yang amat berkesan dan tak lekang zaman.
Hukum ditegakkan demi keadilan, bukan demi sebuah pembenaran. Ketika hukum dijadikan alat pembenaran maka terjadilah kebusukan tersaji indah. To Kill a Mockingbird menjadi kian menarik setiap kali dibaca lagi, setiap kali jalanan Kota Maycomb terasa semakin nyata, Scout menjadi semakin menyentuh, Atticus semakin heroik, dan Boo Radley semakin tragis.
Bahwa sekumpulan orang baik mampu beringas dalam berkelompok, bahwa segerombolan orang mampu mengendalikan lembaga hukum bagi kepentingannya. Sangat berkaitan erat dengan kondisi kebangsaan saat ini. Sebuah humor, keharuan dan keindahan luar biasa tentang realita yang sebenarnya ada di depan mata kita, hanya kadang kepentingan sesaat telah membutakan mata kita.
Dan selalu ada orang-orang yang mampu menjaga kehormatannya dalam berbagai keadaan, dimanapun dan oleh siapapun. Dan kelak waktulah yang akan memberikan penjelasan akan segalanya, kadang mereka terkalahkan namun nilai yang mereka bawa menjadi pembelajaran bagi kita semua.
Seorang Pahlawan tidak berarti harus selalu seorang anak muda dengan semangat berapi-api. Ia bisa saja berwujud seorang paruh baya atau anak yang belum menginjak belasan tahun. Yang memiliki keberanian dan harga diri. Maka bersyukurlah bagi setiap orang yang memiliki jiwa kanak-kanak dalam raganya.
“Dan mereka memburunya, tetapi tak pernah menangkapnya, karena mereka tak tahu seperti apa rupanya, lalu ketika akhirnya melihatnya, ternyata dia tak pernah melakukan hal-hal tersebut. Begitulah sebagian besar manusia, ketika engkau mengerti mereka.”
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
saya mendengar pertama kali soal Harper Lee justru secara nggak sengaja. lewat film Capote yang berkisah soal Truman Capote, salah satu penulis pujaan saya. ternyata Harper Lee adalah sahabat Capote. dan dalam film Capote, memang ada segmen pendek soal terbitnya buku To Kill Mockingbird ini. setahu saya, ini adalah satu2nya buku Lee. entah kenapa dia tak menulis lagi 🙂
Mungkin ia merasa sudah cukup, mengakhiri karirinya dengan sebuah masterpiece. Perkiraan saya 😀
“Ketika hukum dijadikan alat pembenaran maka terjadilah kebusukan tersaji indah”, wow … quote yang sangat mencerahkan, mas tengku. agaknya itulah fenomena yang tengah menggejala di sebuah negeri bernama Indonesia.
Negara kita tercinta, yang semakin hari semakin miris kita melihatnya…
jadi inget lagi… buku ini dah hampir ta’ beli… tapi nggak jadi karna dah kebanyakan beli buku waktu pesta diskon tahun kemarin
Asyik disana ya Kang, sering ada pesta diskon, jadi kepengan 😀
udah juga baca buku ni,,, lebih suka dibagian cara scout pertama kali jumpa ma boo. walaupun intinya ke pembelaan kulit hitam, tapi boo juga penting, hehehe
Pingback: MANUSIA SEMESTA | Tengkuputeh
Pingback: PADA AKHIRNYA KITA (JUGA) TAK PAHAM | Tengkuputeh