
Waktu adalah sesuatu yang fana, mengalir bagaikan air, kadang-kadang berbelok oleh secuil puing, atau oleh hembusan angin sepoi-sepoi. Foto: Danau Laut Tawar tahun 2021
ALMANAK AKAN TERUS BERGANTI
Tiap kali almanak berganti di situ kita merenungi, dunia ini berjalan dengan waktu. Waktu adalah sesuatu yang fana, mengalir bagaikan air, kadang-kadang berbelok oleh secuil puing, atau oleh hembusan angin sepoi-sepoi. Entah kini, entah nanti. Sebuah gangguan kosmis akan (bisa) menyebabkan sungai waktu berbalik dari aliran utama menuju aliran sebelumnya. Ketika hal itu terjadi, burung-burung, tanah dan orang-orang yang berada di anak sungai itu (bisa) terbawa ke masa lalu.
Bayangkan sebuah dunia, di mana hubungan antara sebab dan akibat tak menentu. Adakala yang awal mendahului yang terdahulu, terkadang yang lebih baru mendahului yang awal. Atau sebab selalu menjadi masa silam, sementara akibat adalah masa depan, masa depan dan masa silam (sebenarnya) berjalinan.
Di sebuah pasar yang riuh, ada keadaan yang mencolok bertolak-belakang, orang-orang mondar-mandir tanpa belanja. Ekonomi sedang mati suri, sungai Alas dan pegunungan Leuser di sana, di tengah-tengah segi tiga dunia. Seorang laki-laki duduk di sebuah sudut pasar, karena pikirannya hampa, ia (telah) menghabiskan seluruh isi kantongnya dan kemudian menangis. Tadi sore dia telah mengancam petugas pemerintah yang mendatangi kedainya, gunting rumput dia putar-putar di wajah mereka. Ia memaki dan menghina pemerintah yang menurutnya korup, tentang pejabat yang berpakaian rapi dan bermobil mewah, peraturan-peraturan yang memberatkan bahkan di saat sulit sekalipun. Padahal selama puluhan tahun ia adalah warga negara yang baik, membayar pajak secukupnya, pemurah dan penuh perhatian. Apa yang terjadi? Setahun belakangan dia merasa krisis terjadi, sehingga ia menghina semua orang, memakai baju berbau apak, menjadi kikir, membuat lelucon yang kasar. Yang mana sebab yang mana akibat, yang mana masa depan yang mana masa silam?
Dunia akan berakhir, dan tiap-tiap hidup pasti akan menemui mati. Semua orang tahu itu. Petugas pemerintah yang muda dibawah ancaman gunting rumput menyebut nama Tuhan berkali-kali dalam hatinya, seraya berdoa tentang keselamatan mereka. Selama sejam pemiliki kedai mencaci-maki mereka, dengan segala kata-kata agar mereka bereaksi, agar mereka marah dan salah berkata-kata. Tapi petugas itu hanya berdoa, tidak berbicara.
Senja hari, matahari segera berbaring di pegunungan. Cahaya yang panjang menjalar melintasi ngarai dan lembah yang tenang, membentuk bayang-bayang di kota di bawahnya. Petugas yang lebih tua itu tahu seharusnya ia mendengar firasatnya, bahwa tempat ini berbahaya. Tapi ia tak mungkin mengelakkan tugas yang dibebankan kepadanya, hatinya terlalu tinggi untuk menafikan tugas. Ia hanya menunduk menghadapi pandangan kebencian pemilik kedai, seraya dia memutar-mutar gunting pemotong rumput. Ia melihat di kedai tersebut juga menjual cangkul, sabit dan segala benda tajam pertanian. Dia dipaksa untuk salah berbicara, keajaiban macam apa ketika ketika dipaksa dia menjadi tak pernah salah. Ketika dia berkata, kami hanya melaksanakan tugas. Tiba-tiba pemiliki kedai luluh, dan membiarkan mereka pergi. Ada rasa mencekam ketika mereka pergi, sekaligus rasa syukur bahwa nikmat kehidupan telah diperpanjang oleh Tuhan satu hari lagi.
Tiap almanak berganti kita (juga) mengingat bahwa masa lalu merupakan hal yang paling jauh, tidak dapat kita jangkau kembali. Tapi jangan lupakan juga, bahwa kita hidup saat demi saat, dan tiap saat adalah penuh. Ketika kita menghitung ulang tiap kenangan, tiap tindakan, tiap sebab akibat, dan terkagum-kagum bagaimana peristiwa itu mengantar pada saat ini, pada kejadian ini.
Almanak akan terus berganti. Hari-hari akan terus berlanjut, ketika kita menghadapinya dengan kepastian keberhasilan ataupun kepastian kegagalan maka itu adalah (sama) sebuah sikap takabur. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan kita hadapi besok hari, tapi kita tidak akan berlanjut utuh tanpa melalui dilema moral. Pilihan-pilihan yang kian rumit tiap bertambahnya waktu, terutama ketika sejarah berubah dan menorehkan luka.
Pukul 23.59 Abu kembali ke meja, duduk sebentar dan keluar kamar. Tak berminat untuk memeriksa catatan-catatan kuliah, atau membuka file-file pekerjaan, atau belajar untuk ujian kompetensi. Almanak akan terus berganti, (begitu) juga orang-orang (dan teman-teman sekawan). Ia merasa hampa, dan menatap bulan yang ada di langit, menerawang jauh.
XXX
Baca juga: KISAH KISAH PETUALANGAN SI ABU
Pingback: GELAS KEHIDUPAN | Tengkuputeh