DINGIN SEPERTI ES KRIM
Ketidakpedulian adalah sebuah sikap akbar, melebihi cinta dan benci bahkan ketika keduanya disatukan dalam satu wadah.
“Hari ini aku ulang tahun, tolong belikan aku es krim.” Seorang perempuan mendekati Abu yang asyik nongkrong disamping gerobak es krim di depan kampus UNIMAL. Kuliah sabtu-minggu, pukul sebelas hari sabtu, matahari menyengat. Abu kenal perempuan ini, kami satu SMU angkatan 2002. Bahkan ketika Abu berkuliah di Unsyiah Banda Aceh kami satu angkatan pula. Namun beda nasib, Abu diDO dari Strata satu Akuntansi sedang ia menyelesaikan Diploma III dijurusan Akuntasi. Sekarang Malikussaleh mempertemukan kami, sama-sama melanjutkan kuliah. Kuliah Non-Reguler Sabtu-Minggu khusus bagi yang sudah berkerja, dikota Lhokseumawe. Abu di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lhokseumawe sedang ia disebuah bank dikota ini juga. 270 km dari kota asal kami Banda Aceh.
“Oh ya, aku traktir deh. Bang buatkan satu untuk gadis manis ini!” Sebenarnya ketika SMU kami tak pernah berbicara, beda habitat. Ketika kuliah di Unsyiah kami sama-sama tahu bahwa satu almamater SMUNTIG Banda Aceh, dan sekarang ketika sama-sama lagi kuliah diUNIMAL pun kalau berjumpa kami hanya say hai saja, tak lebih.
“Terima kasih.” Ia tersenyum lalu duduk ditepi trotoar dekat Abu mengunyah es krim sambil berdiri dekat pohon asam. Jauh dari kampung dan sendiri dihari ulang tahun membuat teman tadi, sebutlah namanya Rini menyapa Abu yang secara hubungan emosional terikat dengannya sejak SMU walau tak pernah dekat. Abu ingin menyapa lebih lanjut, tapi tidak tahu berbicara apa soal sebelumnya kami tak pernah saling mengenal secara personal. Sebatas I know Her dan begitupula sebaliknya.
“Semalam mama menelpon. Biasanya beliau bilang menikahlah, menikahlah tapi semalam mama tak akan mengatakan apa-apa lagi katanya.” Malah ia yang membuka pembicaraan.
Kalau dilihat Rini memiliki wajah yang cantik, pekerjaan oke. Menurut logika Abu sangatlah mudah baginya menemukan pendamping hidup. Dengan sok tahu Abu nyeplos. “Mungkin Rini terlalu keras bekerja?”
Sambil memainkan sendok es krim Rini berbicara, “Pekerjaan? Memang waktuku begitu sempit. Senin-Jumat bekerja, Sabtu-Minggu kuliah. Masalah juga banyak. Itu bukan masalah karena aku menikmatinya.”
Abu tidak terlalu paham masalah ini. Sungguh jadi hanya diam saja.
“Teman-temanku sudah menikah, punya anak dan jadi orang tua. Berbeda sekali rasanya dengan waktu yang kujalani sambil bekerja. Sudahkan begitu ketinggalan aku?” Ia melihat ke Abu. “Hari ini aku dua puluh empat tahun.” Tambahnya.
“Sama, malah tuaan Abu delapan bulan lagi.” Abu bermaksud menghibur. “Plus dengan status yang sama, jomblo.” Supaya suasana cair Abu tertawa.
“Yang menyiksaku dan membuatku gelisah adalah terpencil, sendiri.” Rini mengabaikan pendapat Abu. Ia terlihat begitu rapuh, dan saat itu Abu yang sedari kecil lemah terhadap air mata berpaling ketika ia membersihkan wajahnya dengan tisu.
“Kamu sendiri bagaimana? Adakah sama?” Tanya Rini ke Abu.
Jika itu palu godam, maka Abu sudah terjejer dua meter. Ingin rasanya berbohong untuk menyenangkan hati Rini. Tapi Abu harus jujur, “Terus terang aku belum terpikir untuk itu.”
“Apa jadinya jika semua laki-laki berpikiran sama denganmu.” Ia bangkit dan membersihkan roknya yang kotor akibat debu trotar tadi. “Jangan menunda hak seseorang perempuan yang telah ditakdirkan menjadi istrimu.” Setelah berkata tepat didepan muka Abu, Rini pergi ia menyeberangi jalan masuk ke kampus.
Abu hanya diam saja, seolah tak peduli namun sungguh kata-katanya menjadi perenungan. Selama ini Abu terlalu dingin, terfokus pada rencana sendiri, tak peduli orang lain apalagi kerlingan, menyendiri dan sangat merasa nyaman karenanya. Haruskah itu berubah? Aduh, untuk sementara Abu tidak mau memikirkan itu. Masih banyak koleksi buku yang belum terbaca, setidaknya selesaikan itu dulu.
Baca juga: KISAH KISAH PETUALANGAN SI ABU
mungkin si abu masih perlu berpikir dan banyak pertimbangan sehingga belum cepet ingin cari pasangan hidup. atau, dia sudah demikian haqqul yakin bahwa jodoh itu bener2 menjadi rahasia Tuhan, mungkin hanya abu sendiri yang bisa menjawabnya, mas tengku.
jangan-jangan ketika abu berhenti terlalu berharap dan tak menghabiskan hardisk otak abu untuk mikirin sesuatu, Allah justru ridha memberinya dengan segala kemudahan…. 🙂
mungkin…abu cuma ingin meraih mimpi2nya, yang mana menikah bukan termasuk didalamnya….Mumpung masi muda, kejarlah mimpimu setinggi2nya…
Jawban
Bang Sawali ==> benar, bang sawali. Biarlah Abu dan waktu kelak menjawabnya…
Bangpay ==> bang mungkin kemudahan itu muncul disaat tak terduga…
mba deni ==> Si Abu itu memang banyak maunya, hehehe
Pingback: ANGIN DINGIN MENEPATI JANJI | Tengkuputeh
Pingback: SEGALA SESUATU MEMILIKI ASAL MULA | Tengkuputeh