SETIAP ORANG HINGGA KEMATIANNYA
Setiap orang harus memilih antara kebaikan dan keburukan sepanjang hidupnya, namun kehidupan tidaklah berupa hitam dan putih yang terkadang memaksa kita memilih jalan yang tak selamanya putih ataupun hitam. Hidup adalah kondisi, dimana lingkungan terkadang menempatkan orang baik di sisi jahat dan orang jahat di posisi baik.
Kehidupan bukanlah berupa dongeng yang indah, dimana dalam sebuah pembebasan para tokoh Protagonis tak selamanya berhati murni dan memiliki akhlak mulia, terkadang kita harus melihat dengan mata kepala sosok-sosok oportunis dipuja sebagai pahlawan setelah revolusi selesai.
Abu selalu terpesona akan Idrus yang melalui romannya yang ternama, “Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma” menjadi tonggak karya pembaharuan prosa Indonesia. Idrus bersama Chairil Anwar menjadi pelopor sastrawan Angkatan ’45. Yang sayangnya terlupakan. Berbeda dengan Chairil Anwar yang berapi-api, Idrus lebih detil menyikapi revolusi Indonesia, ia melihat bahwa potensi bandit-bandit yang menyusup dalam perjuangan, dengan keberingasan khas yang kelak kita tuai akibatnya di era pembangunan. Dikarenakan karakter tulisan Idrus tersebut, mengundang tekanan politik dan sikap permusuhan yang dilancarkan oleh Lembaga Kebudayaan Rakyat, Idrus terpaksa meninggalkan tanah air.
“Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma,” mengingatkan Abu pada sebuah kisah semasa duduk dibangku sekolah menengah pertama, SLTPN 1 Banda Aceh. Ketika itu Kepala Perpustakaan, Nilawati S.pd panik karena inventaris roman “Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma” berkurang satu buku dari total dua buku. Dan Abu tercatat sebagai peminjam terakhir dari buku tersebut, segera melalui anak beliau yang kebetulan sekelas dengan Abu yaitu kelas 3-8 ditahun 1999, Danil Erlanda. Abu pun dipanggil menghadap untuk beraudiensi tentang hilangnya buku tersebut.
Adalah salah jika para pembaca menganggap Abu berhati suci, sebagai manusia tentunya tersimpan kebusukan dihati, mungkin tidak terlihat oleh siapapun. Namun Abu mengetahui isi hati sendiri. Ketika membaca roman tersebut, Abu sebegitu terpesonanya sehingga berniat mencurinya dengan tidak mengembalikan ke perpustakaan. Dan Abu memang sudah benar-benar berniat untuk itu, namun entah mengapa ditengah malam Abu terjaga. Begitu bagusnya Roman tersebut sehingga Abu tak tega merampas hak-hak generasi selanjutnya untuk membaca mahakarya Idrus tersebut. Dan Abu menyesali niat jahat Abu tersebut.
Dan Abu masih memiliki kejahilan lainnya, sebelum mengembalikan buku tersebut. Di halaman belakang Abu menuliskan sesuatu, sebuah rekomendasi untuk membaca buku tersebut kepada siapapun yang sedang membolak-balikkan buku “Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma,” karena panjangnya rentang waktu kebelakang maka Abu kesulitan mengingat kata-kata apa yang tertulis dengan pulpen biru tersebut, yang jelas Abu menuliskan nama dan menandatanganinya.
Akhirnya keisengan tersebut menyelamatkan reputasi Abu, karena dengan jelas dan meyakinkan dapat membuktikan bahwa satu buku yang tersisa di inventaris adalah buku yang Abu pinjam. Tentunya ibu Nilawati S.pd berkerut kening membaca rekomendasi Abu, walau beliau memprotes keras kelakuan Abu yang menodai aset bersejarah tersebut.
Namun akhirnya tak ada yang tersisa, ketika gelombang Tsunami menghancurkan kota Banda Aceh, SLTPN 1 rata dengan tanah. Perpustakaan SLTPN 1 yang termasuk paling lengkap di Provinsi Aceh saat itu lenyap tak berbekas. Di tahun 2005, Abu sempat bertemu dengan Danil Erlanda di sebuah SPBU ketika hendak mengisi bensin motor dan menanyakan keadaan ibu beliau, dalam pertemuan singkat ia menceritakan bahwa ibu Nilawati S.pd adalah salah satu orang yang hilang ditelan ombak besar yang menyapu pesisir barat Sumatera di hari minggu 26 Desember 2004 tersebut. Abu mengingat beliau sebagai seorang Pustakawan yang gigih, cerewet dan detil. Namun beliau membebaskan murid-murid meminjam buku berapapun sekaligus dalam jangka waktu pengembalian seminggu. Tak selayaknya hasrat membaca dihalangi dengan jumlah buku, begitu filosofi beliau. Tak heran biasanya Abu meminjam 5 sampai 12 buku setiap harinya, kemudahan yang tidak pernah Abu jumpai dikemudian hari, di perpustakaan manapun.
Pertengahan Oktober 2011, dalam sebuah perjalanan dinas ke Jakarta. Garis takdir membuat Abu menemukan buku “Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma” di Thamrin City yang diklaim sebagai pusat buku ex kwitang. Salah satu dari beberapa buku buruan Abu sepanjang masa berhasil dimiliki. Sebuah buku, sebuah cerita dan sebuah obsesi sejarah. Seperti hidup ia begitu rapuh.
Orang bijak berkata, kehidupan seseorang layaknya sebuah buku. Bila ingin mengetahui segalanya kita tidak akan mampu bila hanya membaca satu halaman saja. Dan sebuah buku memiliki akhir, dan manusia tidak seperti makhluk lain yang hidup di muka bumi. Manusia menyadari bahwa suatu hari ia akan bertemu dengan sebuah fase yang dinamakan kematian. Abu juga seorang manusia, dan kelak akan menghadapi kematian sebagai makhluk fana. Dan sebuah kenangan akan menjaga manusia walau dia telah pergi, mungkin karena itu Abu gemar menulis, dulu di buku perpustakaan yang Abu anggap berkualitas, dibuku yang Abu miliki, sekarang dalam bentuk blog. Dan diam-diam dihati kecil Abu berharap suatu hari kelak dapat menghasilkan buku sendiri. Karena seorang manusia ingin diingat, bahkan setelah kematiannya.
“Saya ingin mencintai kematian selayaknya saya mencintai kehidupan”
XXXXXX
Pingback: SEGALA SESUATU MEMILIKI ASAL MULA | Tengkuputeh