PENGLIHATAN FATAMORGANA
Penampilan ternyata bisa membohongi, karena mata terkadang tak mampu mengungkapkan sesuatu yang tersirat. Bagai manusia di padang pasir yang kerap melihat fatamorgana begitulah yang penglihatan kerap terperdaya.
Karena manusia sebagai makhluk yang amat jauh dari kesempurnaan dan mudah terlena dengan apa yang telah dicapainya, hingga kehilangan kemampuan untuk melihat yang tersirat. ini berlaku kepada siapa saja tidak memandang pangkat, kekayaan maupun kemuliaan.
Sebuah kisah yang menyentak Abu, ketika pada suatu malam selepas pulang kerja, lembur. Tak terasa perut lapar dan Abu pun mampir disebuah warung untuk membeli makan malam.
Mencium aroma mie yang dimasak dengan bumbu-bumbu tradisional, perut Abu tambah tergelitik sehingga memesan sebungkus untuk dibawa pulang. Sembari menunggu Abu pun duduk dibangku yang disediakan.
Secara tak sadar Abu melihat, seseorang memandangi Abu. Orang tersebut memakai pakaian yang kotor bin compang-camping. Kakinya hanya memakai sandal jepit hanya disebelah kanan saja.
Karena miris akan kondisinya, Abu pun menuju kearahnya dan menyodorkan uang seribu rupiah. Namun ia berkata “ Saya bukan pengemis.” Entah karena tersinggung karena penolakannya Abu pun duduk kembali.
Dikala menanti menunggu mie tersebut dimasak, Abu pun merenung, dan tersentak! Bahwa Iblis terusir dari surga karena kesombongannya, ia yang merasa secara materi terbuat dari api merasa lebih hebat sehingga menolak tunduk kepada manusia yang terbuat dari tanah.
Apakah selama ini tanpa terasa benih-benih keangkuhan telah menjalar didiri sehingga membuat Abu melukai harga diri orang tersebut dengan menyodorkan uang kepadanya.
Tersadar dari lamunan, mata Abu pun mencari orang tersebut untuk meminta maaf kepadanya. Namun sayang orang tersebut tidak berada diwarung tersebut lagi dan pergi entah kemana.
Kejadian ini mengingatkan sebuah buku yang pernah Abu baca bertahun yang lalu yang sudah lupa judulnya, yang berkata “inti dari kemanusiaan itu adalah bagaimana memanusiakan manusia itu sendiri seutuhnya.” Dan hari itu Abu mendapatkan sebuah pelajaran yang berharga.
Hatimu adalah tempat dimana segala bermuara atas ilham dan karunia dan segala yang datang dari tuhan, dan dimana Tuhan membisikkan setiap kebenaran didalamnya sebagai petunjuk atas segala keraguanmu terhadap sesuatu yang masih buram bagi penglihatan kasatmu, atau hatimu yang masih dikuasai ragu. Maka jujurlah kau padanya. Jangan lukai atau nodai kesuciannya
salut…
kadang niat baik itu, bisa jadi kebalikannya juga ya…
….inti dari kemanusiaan itu adalah bagaimana memanusiakan manusia itu sendiri seutuhnya.
waktu tugas di manado, aku pernah dengar pepatah dalam bahasa lokal
“Sitou Timou Tumo Tou”
artinya persis seperti yang anda sebutkan di atas !
Trkdng kta tak prnh da niat smbng,tp scra tak sngaja sikap kta tlh menunjukkn ksombngan sbg slendang diri kta wahai sahabat..
abu, sastra that tulisan droneuh
mumang lon..
ada tafsirnya gak 😀
wah yang namanya kesemuan memang yah menjadikan kita jadi terlihat berbeda
menerima iklas segala sudut pandang adalah kemerdekaan
Halo bung!
KuBlog kini go internet. Coba kunjungi kppkuningan.mine.nu/blog
barangkali,
sesuatu yang mempunyai jarak terdekat dan terjauh adalah mata dan hati
jAWAB…
FerZa ==> Terima kasih…
SurYadeN ==> Oleh krn itu Allah menilai perbuatan itu dimulai dr Niat seseorang itu juga…
Deedz ==> Setiap manusia ingin dimanusiakan, itu hukum Universal 🙂 Sama di Manado, sama di Manokrawi ataupun di Meulaboh, ya kan bang???
Srya ==> Anda, Srya. lebih memahami hal ini dari Abu…
Cengkunek ==> Hahahaha, terlalu sastra ya bro… Tafsirannya, Abu juga dak paham utk menafsirkannya seperti apa…
Genthokelir ==> Mas Tok, memandang langit dan menjejak bumi jika dilakukan bersamaan. Mudah2an tidak berakhir kesemuan…
Zizaw ==> Terima kasih infonya, saudara Zi. Abu sudah mendaftar tapi lupa pasword. nanti Abu coba lagi…
KAng KaRANG ==> Walau fisik dekat, belum berarti jiwa dekat juga ya…
hahahaha…
bahkan jikalau dia memang pengemis pun abu, dia tetap punya harga diri.
memanusiakan manusia, bahkan jauh lebih berat ketimbang memunyai perikemanusiaan itu sendiri.
Iya dan kadang kita pun bisa lupa mas ucup 🙂
Pingback: SEGALA SESUATU MEMILIKI ASAL MULA | Tengkuputeh