
Dalam persahabatan kerap kita menafikan logika, karena ia sendiri tak terikat hubungan kausalitas baik itu tujuan maupun ideologi. Kita hanya dapat tersenyum dengan perbedaan pandangan mereka tanpa niat sedikitpun untuk mengoreksi dan keras.
PERSAHABATAN ITU TIDAK RASIONAL
Jika dikemudian hari ini nanti ada orang yang berkata bahwa Abu terlalu subyektif kepada sahabat-sahabat dekat, maka ingatlah kisah ini. Kejadian ini terjadi sekitar enam bulan lalu, mungkin Abu telat menulisnya karena mencoba mencari tahu beberapa referensi di perpustakaan Aceh Utara tentang hal ini.
“Persahabatan adalah sangat tidak rasional!” Ia merupakan hubungan yang dibangun berasal dari sisi emosional manusia. Dan emosi itu sendiri adalah wujud cinta platonik yang memberikan afeksi tanpa maksud dan tujuan. Cinta pada persahabatan hanyalah rasa sayang dan tak pernah lebih dari itu. Terkadang kita dibingungkan oleh tingkah dan polahnya.
Dalam persahabatan kerap kita menafikan logika, karena ia sendiri tak terikat hubungan kausalitas baik itu tujuan maupun ideologi. Kita hanya dapat tersenyum dengan perbedaan pandangan mereka tanpa niat sedikitpun untuk mengoreksi dan keras.
Itulah yang kira-kira terjadi beberapa bulan yang lalu ketika Abu berulang tahun. Sebenarnya Abu termasuk orang yang keras kepala dan cenderung ogah-ogahan menggunakan kalender Gregorian.
Kalender Gregorian adalah kalender yang sekarang paling banyak dipakai di Dunia. Ini merupakan modifikasi Kalender Julian. Yang pertama kali mengusulkannya ialah doktor Aloysius Lilius, dari Napoli, Italia dan disetujui oleh Paus Gregorius XIII pada tanggal 24 Februari 1582. Penanggalan tahun kalender ini, berdasarkan tahun Masehi.
Kalender ini diciptakan karena Kalender Julian dinilai kurang akurat, sebab permulaan musim semi (21 Maret) semakin maju sehingga, perayaan Paskah yang sudah disepakati sejak Konsili Nicea I pada tahun 325 tidak tepat lagi. Lalu pada tahun 1582, hari Sabtu 4 Oktober diikuti dengan hari Minggu 15 Oktober. Akhirnya tanggal 1 Januari 1622, 1 Januari ditetapkan sebagai permulaan tahun, sebelumnya hal ini setiap negara Eropa berbeda-beda dan akhirnya hampir seluruh dunia mengakuinya.
Yang menjadi masalah adalah ketika ulang tahun Abu menjadi korban dari Kalender Masehi tersebut. Ya, Abu dilahirkan pada 29 Pebruari tepatnya pada tahun kabisat. Dalam ajang informal Abu kerap menuliskan tanggal lahir menurut penghitungan Hijriah yaitu 27 Jumadil Awwal 1404 H. Sistem penanggalan yang sudah ditinggalkan sejak kekuatan independen terakhir di Indonesia yaitu Tanah Batak tertaklukkan oleh Belanda pada awal abad ke-20. Namun dalam ajang formal tidak ada jalan lain selain tidak menggunakannya karena penggunaan kalender Gregorian telah menglobal, maka mau tidak mau Abu harus mengalah.
Ceritanya adalah ketika dua orang sahabat nekad untuk melawan terhadap pola pandang Abu tersebut, pada malam tanggal 28 Pebruari mereka secara tidak rasional berencana untuk mengendarai motor dari Banda Aceh menuju ke Lhokseumawe yang berjarak sekitar 200-an Kilometer hanya untuk mengucapkan selamat ulang tahun tepat pada dini hari lalu kembali ke Banda Aceh.
Ada beberapa hal yang menyebabkan Abu mengatakan itu tidak rasional. Pertama, mengucapkan selamat ulang tahun dengan menempuh perjalanan pulang-pergi hampir 500 Kilometer adalah hal nekad. Kedua, mereka berdua bekerja pada lembaga Internasional yang bergerak dibidang kemanusiaan di Aceh dan besok paginya tetap harus bekerja! Kalkulasinya mereka berangkat pukul 8 malam tiba pukul 1 dan jika mereka kembali dari Lhokseumawe pukul 2 maka mereka baru kembali pukul 7 pagi, apa tidak melelahkan? Apalagi perjalanan dilakukan dengan motor. Ketiga, mereka tidak mempertimbangkan resiko yang harus ditempuh entah itu hujan atau kecelakaan. Kemana logika mereka? Tidak ada! Apakah mereka orang bodoh? Tentu tidak! Bahkan dalam beberapa hal Abu banyak belajar dari mereka.
Mereka berangkat bahkan tanpa memberitahu Abu! Surprice katanya. Beruntung setengah perjalanan menuju Lhokseumawe mereka menelpon untuk memastikan apakah Abu berada di Lhokseumawe, tanpa memberitahu tujuan mereka. Abu tahu ada udang dibalik batu, AbuNawas mau ditipu. Setelah dikorak-korek akhirnya mereka mengaku.
Reaksi Abu? Jelas mereka Abu minta kembali! Penjelasannya sederhana bahwa diLhokseumawe hujan terjadi lebat dan ada kemungkinan didepan mereka juga begitu, dan Abu tidak akan memaafkan diri sendiri jika terjadi sesuatu atas diri mereka. Setelah diberi penjelasan akhirnya mereka berbalik kembali ke Banda Aceh.
”Kami mau pulang tapi tolong dan mohon jangan disamakan kami ini dengan teman-teman yang lain Abu! Jadikanlah kami yang paling special.” Kata mereka, tapi mana rasionalitasnya ketika persahabatan juga memiliki rasa kecemburuan tapi hari itu Abu memilih mengalah dan mengiyakan.
”Besok tolong diambil hadiah dari kami di loket Travel!” Pesan mereka, rencananya mereka akan mengirimkan hadiah malam itu juga. Jumat sore sepulang kantor Abu mengambil paket dari mereka. Apa isinya? Ternyata dua helai pakaian yang terlalu ABG yang jelas tidak akan pernah Abu beli di toko dan bahkan tidak akan Abu pakai ketika masih SMU sekalipun!
Tapi mana rasionalitas Abu ketika pada akhirnya mengenakan pakaian tersebut? Tidak ada, rasionalitas terpaksa ditepikan sekejap demi sebuah hubungan emosional yang dinamakan persahabatan.
Mana logika ketika menceritakan kisah ini? Sekali lagi Abu mengakui tidak ada! Abu hanya ingin mengatakan bahwa pada tahun ini lebih memilih berdamai dan ini adalah suatu hal yang belum tentu berulang empat tahun kedepan.
Baca: Kisah Petualangan Si Abu
Pingback: SEGALA SESUATU MEMILIKI ASAL MULA | Tengkuputeh