LAWAN PERUNDUNGAN

Bukankah tiap-tiap manusia merdeka menentukan dalam kalbu sanubarinya sendiri?

LAWAN PERUNDUNGAN

Berdayakah seorang manusia menghadapi sejarah? Ingatan bisa dikembalikan, luka bisa dibuka kembali. Jalan yang (pernah) kita lalui memiliki noda dibelakangnya. Semua pilihan yang pernah kamu buat, semua jalan yang pernah kamu pilih menjadikan jati dirimu hari ini.

Entah berapa lama Abu tertidur, tidur yang nyenyak dan panjang menjadi tidur yang menyembuhkan. Minggu yang berat akibat perpustakaan Abu diserang rayap, frustasi dengan hancurnya beberapa buku favorit dan harus mengeluarkan yang selamat berserakan di lantai membuat jiwa Abu lelah.

“Ngopi?” Sebuah pesan masuk.

Menguap dan memperhatikan sekeliling kamar yang berantakan Abu membalas, “Sekarang?”

“Nanti malam saja.”

“OK.” Jawab Abu. Hari itu kemudian Abu habiskan dengan membersihkan sisa-sisa pasir yang dibawa oleh rayap pada buku, lemari dan tangga kayu.

Malamnya Abu keluar ke warung kopi terdekat. Kawan Abu sudah hadir dia berkata, “sudah dua bulan kita tak berjumpa.”

“Oya, mungkin belakangan ini aku sedang banyak masalah jadi jarang keluar.” Abu tertawa.

Kami berbincang-bincang santai saja. Menit berjalan pelan.

“Sudah nonton pilem Joker?” Tanyanya.

“Sudah, pilemnya biasa saja. Aku pikir alur pilemnya terlalu lambat, dan aku pikir ceritanya tidak realistis. Mana ada orang yang dirundung oleh semua orang. Di Indonesia ini, setidaknya adalah orang yang baik, minimal orang tuanya.” Jawab Abu tertawa.

“Aku belum nonton seluruhnya, tapi pernah kamu pikir bahwa bullying itu sangat berbahaya dan membawa luka batin bagi korbannya?” Dia bertanya.

Abu terdiam, bahasan yang rumit di malam hari. Terlepas dari suasana yang muram dalam film tersebut dan beberapa kali menampilkan kekerasan brutal, memang ada pesan penting tentang perundungan di film ini.

Bullying terlahir dari nurani yang sakit sehingga melahirkan jiwa yang rusak. Ya, aku paling benci tindakan seperti itu.” Jawab Abu.”Sejenis kumpulan pengecut yang berani jika ramai.”

“Tapi jika dibungkus dengan humor seolah hanya lelucon.” Kata kawan Abu.

Abu tersenyum teringat bacaan dari salah satu buku yang telah diserang rayap, “Humor terbagus dimanapun selalu datang dari bawah, atau menertawakan diri sendiri. Lelucon paling tidak lucu adalah menertawakan mereka yang tak punya, cacat dan lemah.”

“Terima kasih Abu, dulu kamu pernah membela aku ketika menjadi korban perundungan. Pernah ada saat harga diriku dilukai, dan rasa kecewa yang tidak diakui, pernah membuat nalar dan pemikiran rasionalku menjadi tertutup. Hanya dendam, sakit hati, sumpek, dan perasaan gelisah yang tak bisa disalurkan kemana-mana.”

“Sudahlah, masa-masa itu sudah berlalu. Hey, tapi bukankan waktu itu kau bilang aku terlalu bereaksi berlebihan ketika membelamu.” Abu tertawa.

“Waktu itu aku belum menonton pilem Joker. Tapi aku sekarang kasihan kepada para perundung, pada jiwa mereka.” Katanya.

Abu angkat bahu, “akh itu bukan urusan kita lagi. Hidup terus berlanjut ya kan.”

“Sebelum kita tak bertemu lagi dua atau tiga bulan lagi. Aku punya satu pertanyaan Abu. Untuk apa kamu membelaku? Kamu tak harus melakukannya, dan mungkin kamu bahkan tak punya pengetahuan tentang hal itu.”

Abu tertawa tertawa terbahak. “Kamu mau mengatakan aku bukan orang yang cukup pintar ya? Bisa jadi. Tapi percayalah kawan, yang paling merdeka dalam setiap diri manusia, dan menjadi penjaga dalam diri manusia adalah nurani.”

Malam semakin larut dan kami harus berpisah. Sebelum tertidur di peraduan Abu mencoba mengingat-ingat, bukan satu atau dua kali Abu harus bermasalah karena membela kawan-kawan Abu dari perundungan, dampak sosialnya adalah beberapa kali Abu harus bertikai dengan orang-orang yang seharusnya tidak memiliki persoalan dengannya. Tapi akhirnya Abu berpikir biarlah, barangkali Abu seorang yang dungu, dalam arti tidak memikirkan akibatnya bagi nasib sendiri ketika harus mendengarkan nurani yang berdegup keras-keras.

Bukankah tiap-tiap manusia merdeka menentukan dalam kalbu sanubarinya sendiri?

Baca juga kisah lainnya di KISAH KISAH PETUALANGAN SI ABU

About tengkuputeh

Cepat seperti angin // Tekun seperti hujan // Bergairah seperti api // Diam seperti gunung // Misterius seperti laut // Kejam seperti badai // Anggun seperti ngarai // Hening seperti hutan // Dalam seperti lembah // Lembut seperti awan // Tangguh seperti karang // Sederhana seperti debu // Menyelimuti seperti udara // Hangat seperti matahari // Luas seperti angkasa // Berserakan seperti debu //
This entry was posted in Cerita, Kisah-Kisah and tagged , , , , , , , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.