ANUGERAH TAK TERDUGA
“Bang sidangnya udah selesai, milda dapat A, ipknya 3,72… Makasih b’ya doanya…”
Minggu siang. Pukul 12.30 WIB waktu Dhuhur Kota Lhokseumawe, Abu baru selesai shalat Dhuhur diantara sela-sela waktu kuliah Sabtu-Minggu ketika sms itu masuk. 270 km ke arah Barat adik Abu nomor dua baru menyelesaikan sidang yang menjadi ujian terakhir menyelesaikan strata satu di Universitas paling bergengsi se-NAD tersebut. “Alhamdulillah.” Mulut Abu berucap syukur. Masjid Baiturrahman Kota Lhokseumawe menjadi saksi hari ini seperti halnya hari ini, tiga setengah tahun lalu ketika Abu pertama sekali menginjakkan kaki di kota ini. Tempat inilah dalam situasi yang masih baru dan asing membuat Abu pertama kali merasa nyaman.
Dalam bisu dan gugu, tangan Abu menengadah bersyukur kepada Pemilik apa-apa yang ada di langit dan di bumi. Mata Abu berkaca-kaca, sudah lama mata Abu tidak mengeluarkan air mata, mungkin selama ini hati telah keras membatu dan hari ini ia pecah ditempat terbaik dan dalam kondisi terbaik. Sebuah anugerah tak terduga. Tak berasa Milda yang Abu juluki Puteri India yang dulunya merupakan seorang adik perempuan yang akan mengikuti kemana saja Abu pergi ketika kanak-kanak telah berhasi, jujur waktu itu Abu merasa kesal dan jengah. Namun hari ini ia membuktikan dirinya dengan melebihi abangnya (yang masih mahasiswa di Unimal Lhokseumawe) menyelesaikan pendidikan S-1. Tak ada yang sia-sia dalam hidup ini.
Selesai berdoa, sekali lagi Abu pandangi layar HP yang baterenya sudah soak itu. Tongkat estafet sudah selayaknya berpindah ke diri Abu sekarang. Untuk melanjutkan perjuangan. Sejujurnya Abu tidak suka berjanji, karena seperti yang almarhum bapak Abu katakan, “Janji itu adalah hutang dari, oleh dan untuk dirimu.” Maka sangat sedikit seumur hidup Abu berjanji. Tapi hari ini untuk menguatkan tekad Abu yang mungkin selama ini telah melempem. Abu berjanji dalam hati. Adikku, suatu hari Abang akan memberikan kebanggaan yang sama untukmu sebagaimana yang telah engkau lakukan hari ini.
Cinta itu tak berwarna, tak berbentuk, tidak terdefenisikan hanya dirasakan
Cinta itu (bisa) berwarna warni, bisa tak berwarna. Bisa didefinisikan, bisa juga tidak. Bisa dirasakan, bisa juga tidak…
–maaf menjungkirbalikkan definisimu.. Hihihihi..
Jawab
@ Bangpay ==> Silahkan dijungkarbalikkan bang, setiap orang memiliki defenisi tersendiri ttg cinta. Itu ya ndak sama. Bukan rumusan baku seperti rumusnya Einstein, to bang…
ini tampaknya seperti kisah hubungan cinta dalam keluarga yg sangat patut dicontoh, diteladani, bang …
kakak-adik yg saling ingin memberikan kebanggaan utk kebahagiaan. 🙂
Hehehe, salah satu kebanggan saya dalam hidup karena memiliki adik2 yang sangat menginspirasi. Saya tahu tidak semua orang mendapat “anugerah” seperti ini. Untuk itu saya sangat bersyukur…
Pingback: SEGALA SESUATU MEMILIKI ASAL MULA | Tengkuputeh