Bakar aku dengan api-MU
Hamtam aku dengan godam-MU
Agar aku hancur luruh
Utuh menyeluruh dihadap-MU
XXX

Setiap orang pasti menginginkan kebahagiaan, tapi jangan lupa bukan kebahagiaan yang membuat kita bersyukur, tapi rasa syukurlah yang membuat kita bahagia.
Semalam, sebagaimana malam-malam tak menyenangkan lainnya PLN memadamkan lampu di wilayah Banda Aceh dan sekitarnya. Disini itu adalah hal yang biasa, tiada angin tiada hujan PLN mematikan lampu jika (dianggap) perlu. Kita tak pernah tahu apa alasannya, apakah ada tikus yang terjepit di generator? Atau apalah kejadian di belakangnya. Pernah suatu ketika malahan tahun 2002-2003 di Banda Aceh, PLN sehari hidup sehari mati.
Menariknya, semalam Abu tidak sedang ingin mengeluhi, atau sekedar menyumpahi PLN. Abu ambil dua buku dan mulai membaca buku pertama, Musyawarah Para Burung (Mantiqut- Thair) tulisan Fariduddin Attar dan sebuah lagi sebagai cadangan Tadzkiratul Auliya juga ditulis orang yang sama.
Attar dikenal sebagai penulis besar Persia, juga dunia lahir pada 1119 Masehi dan meninggal dunia antara 1220 dan 1230 pada usia lanjut di tangan orang-orang Mongolia yang menyerbu Nishapur. Jasadnya tak ditemukan, diduga salah satu diantara gunung-gunung tengkorak yang dibuat oleh pasukan Hulagu. Tulisan-tulisan Attar mempengaruhi tokoh muslim klasik seperti Jalaluddin Rumi. Di tangan Attar sastra dapat dinikmati oleh para raja sampai tukang sol sepatu.
Tulisan Attar bercorak sufisme yang merupakan sebutan untuk paham mistik dalam Islam, seorang sufi adalah muslim yang mengikhtiarkan dirinya mencari peleburan mistis dengan pencipta-Nya. Di Indonesia sufisme dianggap miring, Hamzah Fansuri maupun Syech Siti Jenar adalah tokoh sufi terkenal di Nusantara dianggap ajarannya berbahaya jika disalahartikan oleh kaum awam.
Sewaktu masih berusia awal belasan (mungkin 12-14), Abu tidak menyukai sufisme. Kemunculan paham ini sangat dekat dengan kehancuran Baghdad, sifat apatis para sufi Abu anggap adalah penyebab kemunduran peradaban Islam. Banyak ajaran sesat muncul sebagai turunan ajaran ini, ketika manusia merasa mampu menyatukan dirinya dengan Tuhan pencipta alam.
Tapi mungkin Abu (bisa jadi) salah.
Menilik sejarah, ajaran ini muncul ketika penguasa-penguasa Islam telah mulai meninggalkan ajaran agama. Para khalifah Abbasiyah mulai meniru (secara malu-malu) kelakuan Kisra Persia, dinar dirham menjadi yang utama. Manusia mulai berdagang di segala lini, bahkan dengan Tuhan dengan mengkira-kira dosa dan pahala, agama menjadi semacam neraca perdagangan. Sedekah sedinar maka akan mendapat balasan 700 dinar, mungkin karena itu ilmu tassawuf muncul. Tassawuf itu bermakna mensucikan hati, agar batin hanya berpandu ridha Allah semata.
Di usia 17 tahun, Abu sebagaimana anak pada zamannya, menyatakan cinta kepada seorang perempuan. Malangnya, ketika itu Abu belum mengetahui filsafat Sun Zu, kenali diri dan kenali lawanmu. Abu ditolak! Celakanya didepan ratusan orang, hancur sudah reputasi Abu sebagai pemuda idaman sekolah, menjadi semak belukar saja.
Sebenarnya tidak terlalu banyak yang mengejek, atau mengungkit kejadian itu. Tetap ada memang bedebah-bedebah usil yang menghina, tapi itu wajar dalam hidup. Tapi mungkin rasa malu itu terlalu besar, dan Abu memilih mengasingkan diri, untungnya Abu memilih di perpustakaan.
Maka sejak hari itu, selain pelajaran sekolah otak Abu dilimpahi berbagai informasi dari perpustakaan sekolah, dari Tafsir al-Azhar Hamka, Musashi dan Taiko karangan Eiji Yoshikawa, Mangan Ora Mangan yang legendaris karya Umar Kayam, apapun buku yang tersedia Abu sikat. Cuma Kahlil Gibran Abu kurang suka, tidak cocok untuk jejaka yang baru ditolak, bikin tambah baper. Yang paling menarik adalah kisah-kisah orang saleh, para sahabat nabi yang menurut Abu sangat amazing kisah hidup mereka.
Semoga Abu tertular sedikit kesalehan mereka, belum mampu seperti Umar bin Khattab atau Khalid bin Walid minimal ya, Sufyan ats-Tsauri atau Rabiah al-Adawiyah. Harapannya bro. Waktu terus berjalan dan Abu tamat sekolah.
XXX
Percayakah kalian jika Abu adalah orang yang sangat ahli berbicara? Mungkin ahli retorika dan sejenisnya?
Berdasarkan kekayaan referensi yang Abu miliki, sombong niyee. Abu punya kecenderungan sering diajak berdebat oleh orang lain. Sebenarnya, Abu tidak suka berdebat lebih suka berdialog, lebih suka sepakat, seperti bersepakat untuk tidak sepakat dengan pendapat seseorang. Atau ketika seseorang memaksakan pendapatnya yang Abu rasa tidak benar, maka orang tersebut lebih baik Abu tinggalkan. Menurut Abu tidak berguna mendebat orang keras kepala dengan ideologinya, sama seperti membenturkan kepala di tembok, yang ada kepala kita yang hancur.
Ada seorang teman semasa kuliah, merasa logikanya kuat. Dia mendebat semua orang, katanya dia mencari Tuhan, dan tidak menemukan Tuhan dalam pencariannya, segala macam ustad, tengku sampai alim ulama di kampus didebat olehnya. Semua orang gedeg, kesal dengam polahnya, Abu sudah mengetahui tingkahnya menghindari saja orang ini. Selama ini Abu aman, sampai suatu hari dia direkomendasikan oleh seseorang yang Abu tidak kenal untuk berdialog dengan Abu.
Hari itu panas jam dua siang, Abu baru selesai menyantap nasi padang yang rancak bana, jadi mata segaris karena mengantuk, duduk di pojokan menanti jam masuk sore. Biasanya ada kawan Abu, tapi hari itu dia entah kemana, mungkin ada acara Mapala, Abu sendirian di pojok mengipasi diri dengan buku.
“Ini dia yang aku cari!” Tunjuknya ke muka Abu.
Mata segaris Abu menjadi 100 watt, “ada apa pula si bedebah ini tunjuk-tunjuk mukaku.” Pikir Abu.
“Aku mencari-cari Tuhan dalam hidupku, tidak aku temukan, bisakah kau tunjukkan padaku dimana dia?”
Abu menggeleng, “tidak bisa.”
“Kamu orang pertama yang mengatakan tidak bisa. Semua orang mengatakan bisa tapi ujung-ujungnya tidak bisa. Jadi apakah kamu sama sepertiku? Tidak menemukan Tuhan dalam hidupmu?” Celaka, si bedebah malah senang dan duduk disamping Abu seraya nyengir.
“Maaf tuan, saya tidak sama dengan anda. Saya meyakini Allah S.W.T untuk diri saya sendiri. Jelas kita tidak sama!” Ngapain juga menyamakan diri dengan dia.
“Owh, jelaskan padaku?” Dia melunak.
“Begini Tuan,” Abu berpikir keras. “Saya tidak mampu menjelaskan padamu, pengalaman spiritual kita mengenal Sang Pencipta itu bersifat personal, beda pada tiap orang.”
“Seperti?” Tanyanya.
“Seperti pengalaman Ibrahim a.s, awalnya dia mengira matahari adalah tuhan, kemudian matahari tenggelam dan muncul bintang sehingga dia pikir itulah tuhannya, tapi bintang pun tenggelam. Malam berikut muncul bulan, dia pikir itu adalah tuhan sampai bulan pun hilang. Akhirnya dia mendapat hidayah dan menghadapkan diri kepada Allah pencipta langit dan bumi.”
“Kisah itu selalu diulang-ulang padaku, tidak masuk akal.” Bantahnya.
Abu diam, pura-pura menjadi arca.
Menunjuk-nunjuk kepalanya sendiri dia mengatakan, “coba jelaskan secara logis.”
“Kamu mencari Tuhan, maka saya pastikan kamu orang beriman. Seperti halnya Ibrahim di dalam gua, kamu hanya belum menemukan saja.” Abu berbicara sekenanya.
“Coba logikakan!” Teriaknya marah.
“Masalah tauhid itu masalah hati, kenapa kamu memaksakan saya menceritakan hati dengan cara logika, saya tidak bisa.” Jawab Abu.
Menghentakkan kakinya, dia kesal pergi, eh tapi dia berbalik. “Diantara semua orang yang pernah aku ajak berdebat, kamu adalah yang paling mengesalkan!” Tunjuknya ke Abu.
Abu tersenyum, kemudian mengejek. “Mau kenal Tuhan lewat orang lain, cari sendiri saja. Hush, hush.” Usir Abu sambil tertawa.
Dia pergi dengan perasaan dongkol.
Waktu kembali berjalan, Abu Drop Out dari Universitas, memilih sekolah kedinasan. Abu dengar “kawan itu” menemukan Tuhan selepas tsunami, akhirnya hidayah datang kepadanya. Alhamdulillah.
XXX
Kemarin siang, Abu makan siang terlambat akibat mengejar deadline pekerjaan. Selepas makan soto Abu merokok sebatang, tiba-tiba seseorang menghampiri, dia berjubah.
“Assalamualaikum Abu masih ingat saya?” Tanyanya.
Oh, si bedebah itu sekarang sudah jadi ustad. Abu mengangguk.
“Kamu masih saja sama seperti dulu, belum berubah-ubah. Dunia sudah mendekati kiamat, bertaubatlah kamu sahabatku.” Katanya.
“Sejak Nabi Adam a.s turun ke bumi, dunia memang mendekati kiamat setiap harinya tuan.” Kata Abu tersenyum.
Ia mencelat, kemudian mengatur nafas. Kami beramah tamah, layaknya kawan lama. Ditambah beberapa ceramah, Abu mendengarkan saja sampai dia pamit. Memandangi kepergiannya, Abu berpikir hidup ini ya biasa-biasa saja. Abu seperti orang kantoran yang biasa dijumpai dimana saja. Menjalani hidup datar-datar saja.
Hidup ini memang terasa sulit sebelum menjadi mudah. Kesulitan memang bukan untuk dikeluhkan tapi dimudahkan dengan keikhlasan dan tindakan. Terkadang kita perlu merasakan sakitnya terjatuh agar kita tahu bagaimana berdiri, merasakan benci agar kita menghargai cinta.
Setiap orang pasti menginginkan kebahagiaan, tapi jangan lupa bukan kebahagiaan yang membuat kita bersyukur, tapi rasa syukurlah yang membuat kita bahagia.