PENGELANA ILMU
Apa yang kita miliki, apa yang kita capai, dan apa yang ingin kita raih taklah selamanya. Diri adalah pengejewantahan sekumpulan fisik dan sejarah, sebuah mikrokosmos yang bergabung dalam skala yang lebih besar. Makrokosmos.
“Berdasarkan undang-undang, peraturan-peraturan dan kelaziman-kelaziman yang berlaku dalam lingkungan Pendidikan Tinggi di Indonesia, maka kepada saudara diberikan hak dan wewenang penuh untuk memakai gelar Sarjana Ekonomi dengan singkatan “SE” Mulai saat ini secara sah Saudara dapat membubuhkan gelar “SE” di belakang nama saudara.
Tengku Salek Pungo menatap mata Abu, “sudah saya bilang, setiap gelar akademis maupun nilainya tidak akan menaikkan kapasitas seseorang, masihkah kamu meyakininya Abu?”
Abu mengangguk pelan.
“Lalu untuk apa kamu menunjukkan kertas ini pada saya? Apakah kamu sekarang merasa lebih pintar dari sebelumnya?” TSP melemparkan sertifikat yudisium kepada Abu tanpa rasa hormat.
Takzim Abu memungut sertifikat yudisium itu, “Saya hari ini tidak pernah merasa lebih pintar dari sebelum menerima kertas ini. Malah Tengku saya merasa sedih, tempat yang selama ini saya menuntut ilmu padanya, telah mengusir Abu dengan selembar surat. Dan surat itu yang saya tunjukkan kepada tengku.” Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada diusir dari tempat yang disukai, walaupun dengan sebuah sertifikat yang penuh puja dan puji. Semua tidak akan pernah sama, tak pernah sama.
“Jadi apa maksudmu memperlihatkan kertas itu pada saya?” Tanya Tengku Salek Pungo dengan penuh curiga.
“Tengku, saya hanya ingin mengatakan. Sampai kapan pun, jangan pernah mengusir saya dari perguruan Salek Pungo seperti yang dilakukan Universitas hari ini, sampai kapan pun!”
Tengku Salek Pungo tertawa terbahak, sampai harus menutup mulutnya. “Kamu orang yang aneh Abu!”
“Mungkin orang didunia ini yang sepertimu, yang memiliki ketololan seperti ini. Tapi saya suka, dan itulah karenanya kita dapat belajar bersama. Sebagai pengelana ilmu.” Tengku Salek Pungo mengelus janggutnya.
“Jadi permintaan saya, tengku kabulkan.” Abu tersenyum senang.
“Kamu selalu terlambat untuk membaca pertanda Abu, pertanda yang tersirat.” Kali ini Tengku Salek Pungo tertawa lebih keras lagi dari sebelumnya.
Bumi beserta isinya adalah bagian yang sangat kecil dari alam semesta. Bagi manusia ternyata bumi bergaris cakrawala ini sangatlah luas. Ada banyak hal yang masih menjadi misteri bagi insan. Jangankan pengetahuan langit yang dituliskan dalam kitab suci, manusia pun bahkan tidak mengerti siapa dirinya.
Ada banyak ilmu dimana saja dan oleh siapa saja.
ada banyak ilmu dimana saja dan oleh siapa saja….. I like this….
Terima kasih 😀
Kunjungan pertamax, sALAM KENAL …
salam kenal kembali 🙂
ilmu seluas samudera..dan samudera hanyalah setitik dari ilmuNya… dan seberapakah ilmu yang telah masuk ke kepala kita??? jikalau teramat sedikit..selayaknya kita tak boleh sombong…
Setuju bung elmoudy 😀
bener banget, mas abu. ada pepatah bilang, gajah di pelupuk mata tak tampak, kuman di seberang lautan jelas kelihatan. kok bisa begitu, yak?
Mungkin karena kita adalah bagian dari gajah itu sendiri, atau manunggal dengan gajah tersebut. Mungkin mas sawaly 😀
tengku mana tulisanmu yg terbaru, kami dah kangen dgn karyamu……. 2011
Pingback: TERIMA KASIH PADA SASTRA | FROM KOETARADJA WITH LOVE
Pingback: SEGALA SESUATU MEMILIKI ASAL MULA | Tengkuputeh