
Maut pasti akan datang, ketika ia tiba tak akan ada yang mampu mencegah. Cara paling baik adalah menemukan kebahagiaan dan kebaikan di sela-sela sempit antara tibanya.
MENYONGSONG MAUT
Maut adalah sebuah alat, agar manusia waspada akan kehidupan. Agar manusia berbuat baik sepanjang hidupnya. Agama mengajarkan kita, bahwa maut adalah sebuah pintu untuk menuju fase berikutnya. Maut adalah juga sebuah kecemasan akan rapuhnya kehidupan, tidak ada manusia yang kembali setelah dijemput olehnya. Sehingga tidak ada manusia yang pernah bercerita bagaimana pengalaman disana. Alhasil maut adalah misteri yang tak pernah diuji oleh dalil-dalil ilmiah. Alhasil maut menggetarkan seluruh manusia, siapapun dia.
H-1 Ramadhan. Pesawat yang membawa Abu dari Banda Aceh menuju Batam masuk ke dalam awan gelap. Abu antara terjaga dan mengantuk, masih menguap, melanjutkan tidur. Sejam berlalu, Pesawat Lion Air penerbangan JT 0811 masih berada di pekatnya langit. Sebentar-bentar pesawat bergoyang, dari tenang hati Abu pun menjadi gentar. Abu melihat sekeliling, pesawat hanya terisi sepertiga, para penumpang lain terlihat tegang seraya komat-kamit, membaca doa. Besok Ramadhan, apakah besok masih sampai?
Ingatan Abu melayang ke tahun 1993. Waktu itu Abu duduk di kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah, libur sekolah. Abu bersepeda bersama dua teman, Yadi dan Nakata. Kami sedang mencoba keahlian berenang disebuah sungai yang ada pintu airnya. Di depan Kantor Transmigrasi (sekarang Disnaker Prov. Aceh), Sungai Krueng Jambo Aye terkenal dengan arusnya yang deras. Waktu itu musim hujan, aliran sungai penuh. Yadi meloncat terlebih dahulu, apa daya dia terbawa arus. Namun sebelum melewati pintu air dia dapat kami tarik, maka selamatlah ia. Bagaikan anak ayam terkena air, badan Yadi kuyu dan pucat terlihat jelas dia trauma. Nakata mundur, aliran sungai begitu deras.
Tapi Abu, tertawa. Menyepelekan ketakutan Yadi dan Nakata tersebut. “Cemen!” Tanpa pikir panjang langsung meloncat ke dalam air, tapi apa dinyana aliran sungai terlalu kencang. Abu terhanyut, Yadi dan Nakata mencoba meraih sebelum Abu melewati pintu air. Akan tetapi gagal! Maka terhanyutlah Abu dalam aliran Sungai.
Ini adalah titik yang selalu terbayang seumur hidup Abu. Ketika sudah berusaha susah payah mengikuti arus sungai, akhirnya Abu merasa kalah. Dalam kepasrahan total tersebut Abu mencoba tidak panik, mungkin inilah saatnya maut menjemput. Abu mengucapkan dua kalimat syahadat, “Asyhadu al laa ilaaha illa-i-laah wa Asyhadu anna Muhammada-r-Rasulu-l-Laah.” Akan tetapi tiba-tiba rambut Abu ditarik oleh seseorang, lalu ia menarik Abu kepinggir. Berenang dan menyelamatkan orang sekaligus, jelas ia adalah seorang perenang tangguh. Entah syukur atau ketakutan luar biasa, Abu hanya mengucapkan terima kasih kepada penyelamat Abu tersebut.
Dengan kolor merek Hings berwarna merah, Abu berlari menyusuri pinggiran sungai menuju ketempat Yadi dan Nakata. Masih dengan perasaan campur aduk.
“Abu, itulah akibat terlalu sombong!” Kata Yadi.
“Abu kamu ada kasih apa untuk abang itu?” Tanya Nakata.
“Tidak ada kasih apa-apa.” Jawab Abu.
“Ini ada uang seribu kasihkan ke abang itu!” Kata Nakata seraya mengambil uang dari sakunya.
“Tidak berani.” Kata Abu mengkerucut.
“Padahal abang itu baru siap ujian,” Yadi menunjuk SMPN 5 Banda Aceh di seberang sungai. “Dia langsung meloncat ke sungai untuk menyelamatkan kamu Abu.” Tambahnya.
Dari jauh Abu melihat, orang yang menyelamatkan Abu tersebut. Ditepuk-tepuk punggungnya oleh teman-temannya. Abu masih trauma dan memilih memakai pakaian, segera pulang bersepeda. Kejadian itu sudah lebih dari dua puluh tahun berlalu, sampai hari ini Abu tidak tahu siapa dan bagaimana orang yang pernah menyelamatkan hidup Abu tepat di garis sakratul maut itu. Sampai sepuluh tahun kedepan dari peristiwa itu, kadang-kadang ditengah malam Abu bermimpi tenggelam dan hanyut, ada perasaan trauma setelah peristiwa tersebut. Akan tetapi segala sesuatu tidaklah buruk semata-mata, pasti ada hikmah dalam peristiwa tersebut. Tentu ada alasan mengapa Allah S.W.T menyelamatkan hidup Abu hari itu, Abu merasa bahwa Allah S.W.T memperpanjang hidup Abu sampai hari ini adalah untuk berbuat baik dan menjadi manusia yang berguna bagi manusia lainnya.
Orang yang telah menyelamatkan hidup Abu tersebut, membuat Abu berpikir bahwa orang yang rela mengorbankan dirinya untuk melindungi kebanggaan dan kehormatan apalagi hidup orang lain memang telah jarang di dunia ini. Akan tetapi itulah yang membuat manusia berharga, karena kalau hanya ingin hidup, sama saja selayaknya dengan hewan peliharaan jadi tak perlu kebanggaan dan kehormatan.
Abu tersentak dari lamunan. Alhamdulillah tak lama kemudian ditengah gelapnya awan, sang pilot mendaratkan pesawat dengan mulus di Bandara Hang Nadim. Kami pun turun, dan pesawat melanjutkan perjalanan menuju Bengkulu. Akhirnya Abu bersua dengan istri menyambut Ramadhan kali ini, sejak istri Abu ditugaskan tiga tahun lalu di Batam, baru kali ini Abu berpuasa disini, biasanya istri yang cuti pulang. Kali ini, cutinya habis. Maghrib pun datang, disambut dengan suka cita sebagai pertanda Ramadhan datang.
Kejadian tersebut mengingatkan bahwa Abu, bahwa tak akan pernah dapat memastikan detik demi detik yang berjalan seutuhnya akan menjadi milik kita. Karena sesungguhnya yang tahu hidup kita hanyalah IA yang Maha berkehendak.
Maut pasti akan datang, ketika ia tiba tak akan ada yang mampu mencegah. Cara paling baik adalah menemukan kebahagiaan dan kebaikan di sela-sela sempit antara tibanya. Abu berangan-angan. Tak bisakah kita sebagai manusia membayangkannya dengan wajah yang ramah? Sesosok berbaju putih bersih dan senyum. Dengan tangannya ia merangkul kita yang terpaku dalam gelap, lalu membawa kita ke dalam cahaya (Khusnul Khatimah). Maut, entahlah.
XXX
Baca selengkapnya di Petualangan Abu;
Pingback: SEGALA SESUATU MEMILIKI ASAL MULA | Tengkuputeh