RISALAH SANG DURJANA BAGIAN EMPAT BELAS

Risalah Sang Durjana tampak samping

Risalah Sang Durjana tampak samping

RISALAH SANG DURJANA BAGIAN EMPAT BELAS

Ada Tuhan yang mengilhami Anda

Wahai Raja Willem, raja kami

Suatu titik gemilang dalam hidup Anda

Menyematkan satu bintang lagi di dada

 

Bahwa Anda dalam rumah kecil, jauh dari benteng

Mendatangi seorang ayah tua berhati tabah

Menghiburi hatinya nan sedih menangisi

Putra tewas di depan benteng Aceh

(Sajak Gouverneur dalam Gerlach III halaman 118)

 X

Ini adalah suatu masa di mana Aceh memiliki penduduk yang kebanyakan namun dikelola oleh mereka yang memiliki pengetahuan yang baik, pemerintahan berdasarkan klaim sejarah yang benar dan bukan propaganda belaka. Saat-saat itu sudah tidak ada lagi sekarang. Untuk mengenang sekaligus bernostagia baiknya kita menyimak cerita ini.

Menjelang akhir abad ke-19, Aceh merupakan pengecualian dari semua daerah yang pernah diperangi oleh Belanda di Nusantara. Aceh bisa bertahan cukup makmur tanpa Belanda turun tangan. Aceh memiliki hubungan ekonomi dan politik internasional dan pada tahun 1873 paling tidak terdapat seorang pemimpin dengan kecerdasan pengetahuan dunia yang unggul, yaitu Perdana Menteri Habib Abdurrahman Zahir.

Perdagangan Aceh dengan luar negeri dalam hal ini ke Pulau Pinang terdiri dari ekspor tiap tahun 140.000 pikul merica, kira-kira sembilan ribu ton. Merupakan sebagian besar dari keseluruhan perdagangan dunia dalam hasil bumi merica. Taksiran kasar Aceh mempunyai setengah juta orang penduduk, sebagai perbandingan seluruh Jawa pada saat itu memiliki penduduk dua puluh juta.

XX

Bandar Aceh Darussalam tahun 1873

Krueng Daroi, mengalir dengan perlahan-lahan dengan seninya, melalui Istana Sultan Alaiddin Mahmud Sjah, membelah tanah Keraton Aceh, tempat prajurit-prajurit Serambi Mekkah berjaga-jaga. Tepi pantainya yang landai tempat puteri-puteri istana simbur menyimbur pagi petang, tempat gahara istana bercengkrama, tempat kembang-kembang mahligai melepaskan pandangannya arah pegunungan indah jelita itu suatu taman Puteri Iskandar Muda bercanda dan bersuka ria.

Petang kian lama kian menganjur surut perlahan-lahan, makin sesaat cahaya kekuning-kuningan yang dihaburkan oleh sang surya kian pudar. Lukisan keindahan bibir angkasa barat, aneka pelangi warnanya, puspa rupa coraknya.

Istana Kesultanan Aceh pada masa puncak kejayaan abad -XVII

Istana Kesultanan Aceh pada masa puncak kejayaan abad -XVII

Seekor kuda dengan tangkas memacu dengan lancar, orang tersebut turun menuju pendopo, pintu gerbang masuk ke istana Darud Donya. Sesudah ia menyatakan maksudnya kepada prajurit-prajurit pengawal di pendopo tersebut, maka ia diperbolehkan untuk menghadap Baginda Sultan. Baru saja ia duduk dihadapan Baginda dengan tangkas. Ia membawa berita keributan di laut kepada Baginda Sultan dengan sopannya, lalu ia berkata. “Ampun Duli Tuanku, patik ini bernama Ahmad, salah seorang pemimpin kapal pengawal Negara Aceh, atas perintah Tuanku Hasyim Bangta Muda, dari gabungan armada pengawal datang menghadap Duli Tuanku untuk menyembahkan warta keributan di laut sejak tadi siang tadi.”

“Keributan di laut? Dengan siapa gerangan?” Tanya Baginda

“Dengan Belanda tuanku.”

“Dengan Belanda? Ceritakan terus?”

“Kapal-kapal Belanda dengan cara membabi buta telas melepaskan tembakan-tembakannya sehingga banyak penduduk pantai yang tewas. Kami mencoba mengejarnya, berlangsung pertempuran, mereka melarikan diri, namun ada dua kapal Belanda yang terbakar dan..” Ia terdiam beberapa saat.

“Hamba menyampaikan laporan berupa surat dari Panglima Tuanku Hasyim Bangta Muda.”

Ahmad menyerahkan surat kepada Perdana Menteri Habib Abdurrahman Az Zahir. Setelah Perdana menteri membacanya dimana Panglima meminta keputusan apakah pertempuran diteruskan ataupun jangan. Keputusan itu musti dijawab oleh orang-orang besar yang turut di dalam ruangan istana, semua terhenyak, sedang Baginda Sultan merah pada mukanya, dalam keadaan itu Perdana Menteri bersabdalah, “Malam ini juga diadakan siding di Balairung sari!”

Ahmad hendak berbalik ketika Baginda Sultan memanggil, “Durjana kemari! Perdana Menteri juga, yang lain silahkan menuju balairung.”

Ia mendekat kepada Baginda Sultan.

Baginda berbisik pelan, “Durjana, kami mengetahui kehebatanmu di laut, sebagai Sultan aku ingin mengirimmu dalam satu misi, mengawal Perdana Menteri meminta bantuan Turki.”

Durjana terdiam, “mohon ampun paduka hamba tidak bisa.”

“Mengapa?” Baginda Sultan terlihat semakin marah.

“Masa lalu hamba tidak terlalu baik di Eropa tuanku, hamba menjadi incaran banyak tentara penjuru Eropa, kepergian hamba akan mempersulit tugas Perdana Menteri sendiri.”

Habib Abdurrahman memejamkan mata, kemudian mengangguk. Sedang Sultan masih terlihat tidak puas.

“Cepat atau lambat, Belanda akan menyerang kembali. Saya mohon Duli Tuanku mengizinkan hamba membantu Panglima Hasyim Bangta Muda mempersiapkan pertahanan, hamba merasa bahwa akan lebih berguna berada disini.”

Sultan terdiam lama, “Dalam keadaan damai kamu tidak akan hidup lama karena menolak permintaan Sultan, tapi sudahlah. Perdana Menteri coba kau bujuk dia, aku akan menuju balairung kamu menyusul.” Baginda Sultan beranjak keluar ditemani dua prajurit pengawal.

Dalam hati Ahmad berkata, “dalam keadaan damai, beta tak akan pulang ke negeri ini.”

Habib Abdurrahman Az Zahir menatap Ahmad alias Durjana, mencoba mengukur kedalaman hati sang durjana, ia terdiam lama. Sampai akhirnya ia merasa yakin.

“Meuraksa, Samalanga dan Pereulak berkhianat! Apa pendapatmu sang Durjana?”

“Hati adalah sesuatu yang berbolak balik tuanku, hamba hanya mendengar desas-desus. Tapi belum tentu benar. Belanda menaklukkan Nusantara dengan adu domba, dengan menanamkan keraguan terhadap kawan sekitar.”

“Mata-mata kita telah memastikan hal itu.”

“Mungkin benar Tuan Perdana Menteri, seperti yang anda ketahui beta hanya seorang prajurit bukan ahli strategi. Harapan hamba berita itu tidak benar.”

Perdana Menteri tertawa, “harapanmu sama seperti Baginda Sultan sendiri, kurang lebih.”

“Sekarang katakan kenapa kamu tidak ingin menemaniku ke Turki? Alasan yang sebenarnya.”

“Kurang lebih sama pula seperti yang beta katakan kepada Baginda Sultan.”

“Ada yang lain lagi?”

Durjana menarik nafas panjang. “Ada.”

“Katakan!”

“Hamba tidak percaya akan membantu kita.”

“Bagaimana bisa?”

Durjana menatap Habib Abdurrahman. “Di Eropa, Turki dijuluki orang sakit. Dan orang sakit tidak akan membantu kita apa-apa. Dulu ketika Bayazid II memerintah Turki kuat, tapi ia mengindahkan permohonan bantuan dari Andalusia dari pendudukan Spanyol. Apalagi sekarang?”

Habib Abdurrahman Az Zahir tersinggung, “Kamu meremehkan kekhalifahan Turki? Sebagai penjaga rumah daulah Islamiyah.”

“Bukan hanya Turki Tuan Perdana Menteri. Inggris, Amerika atau Italia tidak akan membantu kita sama sekali, kita mempertahankan kemerdekaan ini hanya dengan usaha sendiri, untuk itulah beta berada disini, berjuang melindungi apa yang beta cintai. Mohon jangan paksa beta pergi Tuanku.”

Perdana Menteri terlihat kecewa, “kemampuan navigasimu akan sangat membantu, sayang aku kecewa terhadap cara pandangmu.”

“Maka Tuanku, buktikanlah bahwa beta salah. Beta lebih senang bila begitu.”

Perdana Menteri tersenyum, “baiklah durjana, pertahankan negerimu sampai aku kembali.”

Habib Abdurrahman beranjak pergi menuju balairung, malam itu juga Ahmad kembali menuju pantai Gigieng, sebab disanalah terjadi pertempuran. Ia memacu kudanya dengan lancar. Setelah habis pertempuran tersebut Belanda mengirimkan nota kepada Gubernur Jenderal di Batavia. “TENTARA LAUT ACEH MEROMPAK DI SELAT MALAKA” Ada kalanya dalam pertempuran di kemudian hari Belanda di beri bantuan oleh kapal-kapal Inggris meskipun dengan menaikkan bendera Belanda di tiang kapalnya. Kekejian politik penjajahannya inilah membuat pasukan Aceh tetap mengambil kesimpulan, bahwa dalam waktu dekat Belanda akan mengadakan serangan besar-besaran ke Aceh untuk menduduki Kesultanan terakhir merdeka di Nusantara, Aceh Darussalam.

XXX

Habib Abdurrahman Az Zahir berhasil mencapai Turki, ia terus berusaha mengetuk pintu Turki Utsmaniyah walaupun dia tidak berhasil menghadap sultan, tindakannya hebat dan mengesankan Belanda sekalipun. Ada serangkaian tiga dokumen yang berkaitan yang di dalamnya menyatakan bahwa Sultan Aceh menyerahkan kerajaannya, kawulanya dan dirinya sendiri kepada khalif, dan memohonkan kepadanya agar menguasai harta miliknya serta mengangkat seorang Komisaris Pemerintah Turki di Aceh. Pendapatan kerajaan dari cukai lada yang dimiliki oleh Sultan Aceh dirinci dengan teliti. Segala-galanya dilengkapi menurut selayaknya dengan cap Sultan tujuh rangkap serta tiada diragukan keasliannya.

Namun Belanda, dibantu Rusia, Perancis, Jerman dan Inggris berhasil menekan Turki. Dan akhirnya Istambul lepas tangan terhadap nasib Aceh, mereka berkata, “Kami tidak ada urusan dengan bangsa barbar seperti itu.” Menjaga nama baik mereka mengeluarkan nota diplomatik pada bulan Agustus 1873. “Bahwa Belanda dibolehkan campur tangan yang menginginkan perdamaian dan bersifat kemanusiaan yang menguntungkan Aceh.” Belanda memperoleh kemenangan diplomatik penting, dan segera mengesampingkan nota tersebut.

Tidak semua impian Kekhalifan berakhir indah. Ketika Kekhalifahan Turki memilih tidak menolong Aceh, maka Kesultanan Aceh-lah yang dapat menolong dirinya sendiri. Habib Abdurrahman Az Zahir meninggalkan Istanbul dengan perasaan sangat jengkel terhadap hasil misinya.

Dan Belanda segera mempersiapkan serangan kedua.

XXXX

Khalifah Turki menjadi angkara

Mengatakan Aceh barbar belaka

Tinggal Aceh sebatang kara

Berharap pertolongan Allah semata

XXXXX

KATALOG RISALAH SANG DURJANA

  1. BAGIAN SATU;
  2. BAGIAN DUA;
  3. BAGIAN TIGA;
  4. BAGIAN EMPAT;
  5. BAGIAN LIMA;
  6. BAGIAN ENAM;
  7. BAGIAN TUJUH;
  8. BAGIAN DELAPAN:
  9. BAGIAN SEMBILAN;
  10. BAGIAN SEPULUH;
  11. BAGIAN SEBELAS;
  12. BAGIAN DUA BELAS;
  13. BAGIAN TIGA BELAS;
  14. BAGIAN EMPAT BELAS;
  15. BAGIAN LIMA BELAS;
  16. BAGIAN ENAM BELAS;
  17. BAGIAN TUJUH BELAS;
  18. BAGIAN DELAPAN BELAS;
  19. BAGIAN SEMBILAN BELAS;
  20. BAGIAN DUA PULUH;
  21. BAGIAN DUA PULUH SATU;
  22. BAGIAN DUA PULUH DUA;
  23. BAGIAN DUA PULUH TIGA;
  24. BAGIAN DUA PULUH EMPAT;
  25. BAGIAN DUA PULUH LIMA;
  26. BAGIAN DUA PULUH ENAM;
  27. BAGIAN DUA PULUH TUJUH;
  28. BAGIAN DUA PULUH DELAPAN;
  29. BAGIAN DUA PULUH SEMBILAN;
  30. BAGIAN TIGA PULUH;

About tengkuputeh

Cepat seperti angin // Tekun seperti hujan // Bergairah seperti api // Diam seperti gunung // Misterius seperti laut // Kejam seperti badai // Anggun seperti ngarai // Hening seperti hutan // Dalam seperti lembah // Lembut seperti awan // Tangguh seperti karang // Sederhana seperti debu // Menyelimuti seperti udara // Hangat seperti matahari // Luas seperti angkasa // Berserakan seperti debu //
This entry was posted in Kisah-Kisah, Cerita, Cuplikan Sejarah and tagged , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

35 Responses to RISALAH SANG DURJANA BAGIAN EMPAT BELAS

  1. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN LIMA BELAS | FROM KOETARADJA WITH LOVE

  2. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN ENAM BELAS | FROM KOETARADJA WITH LOVE

  3. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TUJUH BELAS | FROM KOETARADJA WITH LOVE

  4. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DELAPAN BELAS | FROM KOETARADJA WITH LOVE

  5. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEMBILAN BELAS | Tengkuputeh

  6. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH | Tengkuputeh

  7. Pingback: RISALAH SANG DURJANA | Tengkuputeh

  8. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA | Tengkuputeh

  9. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TIGA | Tengkuputeh

  10. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN EMPAT | Tengkuputeh

  11. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN LIMA | Tengkuputeh

  12. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN ENAM | Tengkuputeh

  13. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TUJUH | Tengkuputeh

  14. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DELAPAN | Tengkuputeh

  15. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEMBILAN | Tengkuputeh

  16. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEPULUH | Tengkuputeh

  17. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH SATU | Tengkuputeh

  18. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEBELAS | Tengkuputeh

  19. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TIGA BELAS | Tengkuputeh

  20. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN LIMA BELAS | Tengkuputeh

  21. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN ENAM BELAS | Tengkuputeh

  22. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA BELAS | Tengkuputeh

  23. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DELAPAN BELAS | Tengkuputeh

  24. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH DUA | Tengkuputeh

  25. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TUJUH BELAS | Tengkuputeh

  26. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEBELAS - TengkuputehTengkuputeh

  27. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH EMPAT | TengkuputehTengkuputeh

  28. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH LIMA | TengkuputehTengkuputeh

  29. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH TIGA | TengkuputehTengkuputeh

  30. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH EMPAT | Tengkuputeh

  31. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH LIMA | Tengkuputeh

  32. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH TIGA | Tengkuputeh

  33. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH ENAM | Tengkuputeh

  34. Pingback: RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DUA PULUH TUJUH | Tengkuputeh

  35. Pingback: KETIKA ACEH MINTA MENJADI VASAL TURKI USTMANI | Tengkuputeh

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.