KEBAHAGIAAN YANG SEDERHANA
Boleh jadi ketika memandang wajah dicermin mendapati diri masih sama dengan bertahun lalu, kemudian tersenyum mendapati kerut-kerut diwajah ini tahun lalu tak ada. Boleh jadi merasa pintar berdasarkan pengalaman dan latar belakang akademisi sehingga tak menyadari diri bahwa sedang dipintari. Ada hal-hal yang tak diketahui, banyak misteri. Jangankan orang lain, kadang-kadang juga merasa asing dengan diri sendiri.
Banda Aceh, pukul lima pagi lewat. Geografi berkata kota ini terletak paling barat Indonesia. Menelurkan konsekuensi bahwa ia adalah kota dengan waktu shalat terakhir diantara semua ibukota provinsi. Abu turun dari bus Kurnia menatap mega-mega dilangit, bertepatan dengan adzan Shubuh sang pengembara menginjakkan kaki lagi disini. Suasananya berbeda, selalu jika berada disini. Seolah-olah mengaduk ikatan emosional dengan yang disebut kampung halaman. Kecuali sang legendaris Mr.Popo, tidak ada teman lain yang Abu beritahu. Waktu Abu terlalu singkat disini, tak mungkin untuk menjumpai semua konco. Adahal penting yang harus dilakukan.
Di rumah pukul sepuluh pagi, tiba-tiba Abu rindu dengan sesuatu, bakso Mas Nok. Ketika masih berseragam putih-putih khas Madrasah Ibtidaiyah beliau berjualan disamping sekolah. Tahun 1990, harga semangkuk masih lima puluh rupiah. Satu hal yang tak mungkin berulang mengingat betapa tajam laju inflasi merajam Rupiah tercinta. Rasanya sangat khas dilidah Abu, bahkan ketika sudah duduk dibangku sekolah menengah pertama dan atas, ada waktu-waktu dimana Abu merasa rindu dan mampir kemari. Menjelang EBTANAS SMP Bahkan lidah Abu pernah berucap, “asalkan bisa mencicipi bakso Mas Nok, Abu tak peduli kesedihan apapun yang melanda.” Ya, itulah pemikiran Abu sebagai anak tanggung.
Abu selalu datang sendiri, sudah delapan tahun sejak kunjungan terakhir tapi Abu masih dengan pola pikir lama. Pergi sendiri tanpa sepengetahuan orang lain. Untuk hal ini Abu sangat berahasia, tidak ada seorangpun yang pernah mengetahui kegemaran ini, muncul semenjak meninggalkan bangku MIN. Gerobak bakso Mas Nok masih sama sejak Sembilan belas tahun lalu, tidak ada perubahan sama sekali. Dia sudah tidak mengenali Abu, waktu telah melunturkan ingatan sang maestro. Menarik bangku tempel, Abu memesan satu porsi. Ketika bakso itu datang Abu menciumi aromanya sebagaimana kebiasaan, kenangan Abu datang.
Namun ketika mulai mengunyah, Abu terdiam. Tidak enak!!! Bila diperhatikan seksama bakso ini terlalu banyak diberi kanji sehingga rasa bawaan dagingnya hampir tidak terasa, Kaldunya tak berasa, saosnya terlalu encer, cabai hijaunya tak lagi segar dan yang paling parah bihunnya keras. Apakah Mas Nok telah menurunkan standar? Abu mengedarkan pandangan, mangkuknya masih sama. Dan anak-anak sekolahpun makan dengan lahap. Tidak mungkin! Jadi apa yang salah? Mungkinkah Abu sudah kehilangan cita rasa. Abu berpikir lama dan bermuara kecewa, ternyata Abu bukanlah Pak Kayam yang telah berkeliling dunia namun tak pernah kehilangan cita rasa pada penggeng ayam Pak Joyo (trilogi Mangan ora mangan kumpul). Lidah Abu kehilangan kesederhanaanya!!!
Abu menghibur diri sendiri, tak perlu terlalu kecewa tokh kepulangan Abu sebenarnya bukan untuk ini. Pastinya sekilas intermezzo tadi membawa sebuah perenungan. Sebaiknya memang Abu tidak terlalu menyalahkan sebuah perubahan, sebuah ketidakkonsistenan. Semuanya dapat berubah, bahkan tanpa disadari sesuatu hal yang paling Abu jaga juga berubah. Sungguh berbahagia orang-orang yang mampu berbahagia akan hal-hal sederhana, seperti anak-anak ini dan seperti Abu dahulu.
“Bahagia itu, sederhana dan bukan kepura-puraan”
xxxxx
terharu…
begitu cepatnya waktu berlalu kadang membuat diri kita tidak menyadari ada sesuatu yang berubah dari diri sendiri
Abu i miss u…. 😉 😀
cerita abu sungguh membuat hati ku rindu dan rindu…
nyan male peureumoh Abu menyoe baca komen lon tuan.
realita barangkali hanyalah persepsi.
orang bilang masa lalu selalu tetap ditempatnya, hanya kenangan yang terdistorsi yang selalu kita bawa-bawa. waktu melahap kenangan namun kita tak menyadarinya, persepsi membungkusnya, menyimpannya dalam liang ingatan, menyajikannya dengan bumbu2 nostalgia, menempatkan diri diatas kenyataan. hingga penggal kenangan terasa lebih manis dari semestinya…saat kita berusaha menyipinya lagi, kita kecewa
barangkali kenyataan memang telah berubah. waktu memupus ketangguhannya untuk bertahan…
barangkali kita sendiri yang tlah pergi jauh dari masalalu. hingga menjadi terlalu kompleks dan terlampau tinggi. kemudian kangen dan mengorek-ngorek kenangan dari timbunan kenyataan. lalu yang kita jumpai kesederhanaan yang tak mampu lagi kita cerna…
mungkin kesalahan kita adalah menggunakan persepsi masa kini, untuk sebuah ekpektasi dari masa lalu
who knows
ternyata masa lalu menjadi inspirasi bagi kita ya,,
hai Pemuja, salam kenal. cerita yang bagus. sepotong kenangan dari mangkok bakso, ide yg menarik. Kutunggu kisah-kisah berikutnya. Kenapa Abu selalu berahasia? Ah…jadi penasaran.
Jawab…
Jaya ==> lalu menatap cermin, mendapati sudah ada uban disana 🙂
Aulia ==> Penulis sendiri juga rindu sosok Abu, yang sok analisa dan penyendiri dalam segala hal. Dan dengan tolol mengaku diri “The Untoucheable” alias yang tak tersentuh…
Kang Karang ==> Analisa yang tepat kang, sejalan dengan pemikiran Abu. Kalimat “barangkali kenyataan memang telah berubah. waktu memupus ketangguhannya untuk bertahan” ==> Abu suka 😀
Srya ==> Masa lalulah yang membentuk karakter kita, terkadang kita juga harus melepaskan diri dari “jaring-jaring” miliknya untuk menjadi lebih baik…
Mardiyah ==> Salam mardiyah 🙂 Hehehe, terima kasih atas apresiasinya…
hai tgk male teuh ipegah le gop copy paste judul
FROM KOETARADJA WITH LOVE
judul yang sama, hanya tempat yang berbeda
FROM Bandung WITH LOVE
he2k
Nyan kan hanya mslh bahasa. Hana masalah 🙂
tetap tegar aja Oke ? !!
thanks masukannya. sangat bermanfaat !!
menikmati hidup dengan keberadaan orang tercinta disekitar kita sungguh indah…..
Hmmm, tulisan yang manis. Terima kasih telah berbagi. Saya juga ada menulis topik serupa tentang mencari kebahagiaan dan kebermaknaan dalam entri saya yang berjudul Being Superhero.
Salam kenal, dan sampai jumpa lagi.
Lex dePraxis
gaya penuturan abu dalam tulisan sangat bagus.. sanagt menyentuh
jawab
Rifyal ==> Terima kasih atas kepeduliannya…
Omiyan ==> Yoi, setuju om…
Lex dePraxis ==> Salam, senang bisa berkenalan dgn anda…
Liza ==> Hihihi, iya. Si Abu mamng paling pinter bicara…
“menggunakan persepsi masa kini untuk menilai masa lalu”…
kalian berdua memang benar-benar penyihir kalimat yang memikat.
saya salut…
Jika kebahagiaan bisa dibeli, kebanyakan dari kita hanya bisa membayar harganya. Tetapi tidak bisa menikmatinya.
Jawab
@Bocah cilik ==> Bung Karang mang hebat, saya banyak berguru pada beliau. Yah wajar ketularan sedikit, hehehehe…
@Koetaradja ==> Uang dan kebahagian, di zaman ini seolah telah menjadi synonim…
Pingback: SEGALA SESUATU MEMILIKI ASAL MULA | Tengkuputeh
Pingback: SEGALA SESUATU MEMILIKI ASAL MULA - TengkuputehTengkuputeh